Setelah menerima kunjungan Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga ke tanah air beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo menyambut kedatangan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo di Istana Kepresidenan, Bogor, Kamis (29/10). Jokowi mengapresiasi kunjungan Pompeo di tengah kondisi pandemi saat ini.
Dalam konferensi pers, Menteri Luar Negeri Indonesia Retno LP Marsudi mengatakan bahwa Jokowi telah menganggap AS layaknya seperti teman sejati. Maka dari itu, katanya, hubungan pertemanan ini harus dipelihara dengan baik, dan salah satunya diwujudkan dengan meningkatkan kerja sama ekonomi antar negara.
“Indonesia menginginkan Amerika sebagai true friend of Indonesia, tapi hal ini tidak bisa take it for granted. Semuanya harus dipelihara sehingga Presiden mengatakan bahwa untuk memelihara kemitraan ini, diperlukan upaya yang serius, diperlukan pemahaman satu sama lain dan diperlukan juga upaya untuk mewujudkan kerja sama yang konkret, termasuk di antaranya adalah kerja sama ekonomi,” ujar Retno.
Lewat Pompeo, Jokowi juga menyampaikan keinginannya agar negeri Paman Sam tersebut dapat memperpanjang fasilitas GSP (Generalized System of Preferences) bagi Indonesia. GSP merupakan kebijakan AS untuk membantu perekonomian negara berkembang dengan memberi potongan bea masuk impor.
Sebelumnya, AS melakukan evaluasi terhadap beberapa negara, termasuk Indonesia, untuk tidak memperpanjang fasilitas GSP tersebut.
“Presiden juga menginginkan agar kerja sama pertahanan dengan AS meningkat dan Presiden juga menyampaikan ingin melihat Amerika memahami kepentingan negara berkembang dan Presiden juga menekankan ingin Amerika memahami kepentingan negara-negara Muslim,” jelas Retno.
Mendengar harapan Jokowi, Pompeo pun menyambut baik hal tersebut. Dalam pertemuan ini, Retno mengatakan bahwa dalam rangka meningkatkan kerja sama ekonomi, Pompeo akan mengajak para investor dari AS untuk menanamkan modal mereka di Indonesia.
“Termasuk di bidang ekonomi dan Amerika akan mendorong lebih banyak pengusaha Amerika untuk melakukan economic engagement dengan Indonesia,” ungkap Retno.
Menurut Pompeo, Indonesia memainkan peran khusus di kawasan Asia, khususnya Asia Tenggara. Bahkan Pompeo menyebut Indonesia sebagai jangkar ASEAN. Dengan peran yang sangat besar ini, pihak AS pun betul-betul ingin menjalin hubungan yang lebih baik dengan Indonesia.
“Terakhir Pompeo menyampaikan penghargaan terhadap peran Indonesia untuk isu Afganistan karena teman-teman tahu kita dengan Amerika Indonesia dengan Amerika dan beberapa negara lainnya terus bekerja sama dari awal mencoba berkontribusi untuk menghadirkan perdamaian di Afghanistan,” tutur Retno.
Akankah Indonesia Mendapatkan Perpanjangan GSP?
Pengamat ekonomi INDEF Enny Sri Hartati mengatakan harapan Jokowi untuk mendapatkan fasilitas perpanjangan GSP dari AS, belum tentu dikabulkan. Pasalnya, kata Enny, pemberian fasilitas ini diperuntukkan untuk negara dengan pendapatan rendah. Indonesia, menurutnya,sudah mendapatkan label negara dengan pendapatan menengah ke atas dari Bank Dunia (World Bank).
Lebih lanjut, Enny menjelaskan, selama ini Indonesia tidak mengoptimalkan fasilitas GSP sehingga dampaknya kurang dirasakan perekonomian tanah air.
“Sebenarnya selama ini Indonesia diberikan GSP tidak sepenuhnya dioptimalkan pemanfaatannya karena kalau kita lihat data ekspor Indonesia ke AS itu justru terbesar bukan yang mendapatkan fasilitas GSP. Artinya GSP ini penting gak penting, kenyataannya tidak begitu signifikan korelasinya dengan kinerja ekspor kita. Kalau mau, produk-produk yang masuk ke GSP itu yang dievaluasi,” ungkap Enny kepada VOA.
Hubungan Ekonomi Indonesia-China Menguat, AS Khawatir?
Enny mengungkapkan, dengan meningkatnya hubungan perdagangan antara China dan Indonesia, AS khawatir posisinya akan digantikan oleh negeri tirai bambu tersebut. Pada saat ini, impor AS ke Indonesia sudah tergeser jauh oleh China.
Mengingat posisi Indonesia yang sangat strategis di kawasan Asia Tenggara dan populasinya yang besar, kata Enny, AS mengkhawatirkan posisinya akan terancam. Kunjungan ini, katanya, dilakukan AS agar bisa mempertahankan atau bahkan meningkatkan kerja sama bilateral antar kedua negara.
Seharusnya Indonesia bisa memanfaatkan momentum ini untuk membuat berbagai kerja sama terutama di bidang perekonomian yang lebih menguntungkan di masa depan.
“Intinya Indonesia secara geo ekonomi, itu mempunyai peran yang sangat strategis, sehingga itu yang membuat AS sebenarnya sangat berkepentingan dengan Indonesia. sehingga justru kalau Indonesia bisa memainkan itu, beberapa perjanjian bilateral yang saling menguntungkan sebenarnya bisa untuk dijadikan alat untuk bernegosiasi. Tapi sayangnya Indonesia lemah kemampuan berdiplomasinya. Akhirnya sekarang secara geopolitik mendapatkan tekanan, ketika Indonesia hubungan ekonominya dengan China makin kuat, maka AS seperti memperingatkan, jadi kebalikan yang terjadi,” jelasnya. [gi/ab]