Presiden AS Joe Biden “menyambut baik kesempatan untuk berbicara terus terang dan lugas” kepada mitranya dari China, Presiden Xi Jinping, mengenai berbagai isu yang mencakup HAM, kompetisi ekonomi dan meningkatnya minat China di Taiwan, kata Gedung Putih pada Selasa (15/11) pagi. Ini adalah pertemuan langsung virtual pertama antara kedua pemimpin sejak Biden menjabat.
“Presiden Biden menekankan bahwa AS akan terus membela kepentingan dan nilai-nilainya, dan bersama-sama dengan sekutu dan mitra kami, memastikan semua aturan untuk abad ke-21 memajukan suatu sistem internasional yang bebas, terbuka dan adil,” kata Gedung Putih dalam suatu pernyataan yang dikeluarkan selepas Senin (14/11) tengah malam, menyusul berakhirnya pertemuan virtual mereka selama tiga jam lebih. “Ia menekankan prioritas yang ia tempatkan pada investasi jangka panjang di dalam negeri sementara kami bekerja sama dengan para sekutu dan mitra di luar negeri untuk menghadapi tantangan pada zaman kita.”
Namun Biden tampaknya meredam pernyataan-pernyataan terdahulunya dalam hal membela Taiwan.
Pernyataan Gedung Putih menyebutkan AS mendukung kebijakan Satu China, menentang kemerdekaan Taiwan dan “menentang kuat upaya sepihak untuk mengubah status quo atau merusak perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan.’
Jaminan ini kemungkinan besar untuk menenangkan Beijing. Menteri Luar Negeri China menjelang pembicaraan itu mengatakan bahwa AS perlu “berhenti mengirim sinyal yang salah kepada pendukung ‘kemerdekaan Taiwan.’”
Secara keseluruhan, seorang pejabat senior pemerintah mengatakan pada Selasa pagi, kedua pemimpin berbicara lebih lama daripada yang diperkirakan, dalam dua sesi yang membentang selama 3,5 jam.
“Anda tahu, kami tidak memperkirakan ada terobosan,” kata pejabat tersebut kepada wartawan. “Tidak ada, tidak ada yang dilaporkan.”
Ketika ditanya apakah pembicaraan itu mampu mengurangi ketegangan antara kedua adidaya tersebut, pejabat itu mengatakan bahwa itu bukanlah target pembicaraan dan bahwa hubungan antara kedua negara tidak boleh dilihat sebagai hubungan yang naik turun.
‘Semata-mata Persaingan Langsung’
Biden melakukan pertemuan maraton itu dengan sapaan bersahabat sebelum segera beralih ke pandangan serius mengenai berbagai tantangan yang membuat kedua negara itu berbeda pendapat.
“Tampak bagi saya bahwa tanggung jawab kita sebagai pemimpin China dan AS adalah memastikan bahwa persaingan antara negara kita tidak berubah menjadi konflik,” kata Biden hari Senin sewaktu kedua pemimpin berbicara dalam percakapan video antara Washington dan Beijing. “Disengaja atau tidak – ini semata-mata persaingan langsung.”
Xi juga mengakui bahwa banyak isu antara kedua negara besar ini dan, sebagaimana diperkirakan, membela kedaulatan negaranya dari apa yang telah lama dianggap Beijing sebagai penilaian dan tekanan Amerika serta internasional.
“Kita masing-masing harus menjalankan urusan dalam negeri dengan baik, dan pada saat bersamaan, memikul tanggung jawab internasional kita dan bekerja sama untuk memajukan tujuan mulia perdamaian dunia dan pembangunan,” kata Xi. “Ini adalah keinginan bersama rakyat kedua negara kita dan seluruh dunia.”
Biden menekankan bahwa kedua negara perlu mendirikan “pembatas” untuk menghindari konflik dan bekerja sama pada bidang-bidang yang memungkinkan seperti perubahan iklim. Itu termasuk beberapa isu lain yang dibahas para pemimpin, kata Gedung Putih, selain diskusi mengenai tantangan regional yang mencakup Korea Utara, Afghanistan dan Iran.
AS menganggap China sebagai pesaing strategisnya, dengan Beijing mencapai kemajuan dalam dominasi militer dan ekonominya di seluruh dunia. Keduanya terlibat dalam perselisihan diplomatik, hukum, teknologi dan ekonomi yang bergejolak dan rawan menjadi eskalasi. Ada juga perselisihan mengenai kekayaan intelektual dan tarif serta titik rawan regional yang dapat berubah menjadi konflik bersenjata, antara lain di Selat Taiwan serta di Laut China Selatan dan Laut China Timur. [uh/lt]