Presiden Joe Biden, Senin (12/7) mendesak pemerintah Kuba untuk "mendengarkan" para pengunjuk rasa yang menuntut diakhirinya "penindasan" dan kemiskinan.
"Kami dukung rakyat Kuba dan seruan kebebasan mereka juga bantuan akibat cengkeraman tragis pandemi termasuk dekade penindasan dan penderitaan ekonomi yang mereka alami di bawah rezim otoriter Kuba," kata Biden dalam sebuah pernyataan.
"Amerika Serikat meminta rezim yang berkuasa agar mendengarkan rakyat Kuba dan melayani kebutuhan mereka pada saat yang penting ini daripada memperkaya diri mereka sendiri."
Pernyataan keras itu tentu menimbulkan amarah sejumlah pemimpin Kuba, yang menyatakan Washington sedang mengobarkan protes massal di jalanan yang jarang terjadi di negara otoriter tersebut.
Presiden Kuba Miguel Diaz-Canel hari Senin (12/7) menyampaikan sanksi ekonomi AS menjadi penyebab kekacauan, dan menyebutnya sebagai "kebijakan pada keterpurukan ekonomi yang memprovokasi kerusuhan sosial di negara itu."
Pemerintahan Biden -- yang berfokus pada beberapa tantangan domestik termasuk perang melawan COVID-19 dan mengesahkan undang-undang infrastruktur, sementara menarik diri dari perang 20 tahun di Afghanistan -- sebagian besar telah mengabaikan Kuba sampai saat ini.
Namun, negara pulau itu memiliki bobot yang signifikan pada politik AS, dengan kehadiran warga Amerika keturunan Kuba yang tangguh di negara bagian Florida dan mereka adalah kelompok pemilih penting dan menentukan.
Pada hari Minggu, Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan memperingatkan Kuba agar tidak melakukan tindakan keras terhadap para pengunjuk rasa.
"AS mendukung kebebasan berekspresi dan berkumpul di seluruh Kuba, namun mengutuk keras setiap kekerasan atau tindakan yang menarget pengunjuk rasa damai yang menggunakan hak universal mereka," tegasnya melalui cuitan di Twitter. [mg/jm]