Presiden Joe Biden pada Kamis (7/3) kembali berjanji bahwa AS ‘tidak akan beristirahat’ sampai para sandera Hamas dipulangkan. Dia menggunakan pidato kenegaraannya untuk meminta Israel agar meningkatkan bantuan kemanusiaan ke Gaza.
“Anda tahu, saat kita mengatasi tantangan di dalam negeri, kita juga menangani krisis di luar negeri, termasuk di Timur Tengah. Saya tahu bahwa lima bulan terakhir ini merupakan masa yang sangat menyedihkan bagi banyak orang, baik rakyat Israel, rakyat Palestina, dan begitu banyak orang di Amerika. Krisis ini dimulai pada tanggal 7 Oktober dengan pembantaian yang dilakukan oleh kelompok teroris bernama Hamas, seperti yang Anda semua tahu. 1.200 orang tak berdosa, perempuan dan anak perempuan, laki-laki dan anak laki-laki dibantai setelah mengalami kekerasan seksual. Hari paling mematikan bagi orang Yahudi sejak Holocaust, dan 250 orang disandera," paparnya.
Biden juga menyatakan di hadapan Kongres, “Kepada pemimpin Israel saya katakan ini: Bantuan kemanusiaan tidak bisa menjadi pertimbangan sekunder atau alat tawar-menawar.”
Ia juga mengulangi seruan agar Israel berbuat lebih banyak untuk melindungi warga sipil dalam pertempuran tersebut, dan berupaya mewujudkan negara Palestina sebagai satu-satunya solusi jangka panjang terhadap kekerasan Israel-Palestina.
Sejumlah anggota Partai Demokrat dan Partai Republik mengenakan pin dan stiker untuk menghormati sandera yang masih ditawan di Gaza. Sementara itu, beberapa anggota DPR progresif mengenakan keffiyeh Palestina, syal kotak-kotak hitam putih yang melambangkan solidaritas Palestina.
Iring-iringan mobil Biden mengambil rute memutar untuk menuju gedung Kongres (Capitol), ketika ratusan demonstran pro-gencatan senjata mencoba mengganggu perjalanannya dari Gedung Putih.
Senator Alabama Katie Britt sampaikan tanggapan Partai Republik.
Sambil duduk di dapurnya di Alabama, Senator Katie Britt menyebut Presiden Joe Biden sebagai “pemimpin yang ragu-ragu dan remeh” dan memperingatkan masa depan Amerika yang suram di bawah kepresidenannya. Britt mengatakan demikian dalam pidato bantahan Partai Republik terhadap pidato kenegaraan Biden pada Kamis (7/3) malam.
Anggota Partai Republik dari Alabama pada masa jabatan pertama dan wanita termuda di Senat itu menyampaikan kritik pedas terhadap presiden pada tahun pemilu. Dia berargumentasi bahwa “negara yang kita kenal dan cintai tampaknya semakin menjauh” dan menyampaikan permohonan langsung kepada sesama ibu, yang menurutnya mungkin “muak” dengan Washington.
Britt, mantan staf kongres berusia 42 tahun dan ibu dua anak, terpilih menjadi anggota Senat pada 2022 dengan dukungan mantan Presiden Donald Trump.
Dia mengkritik kebijakan luar negeri Biden, termasuk penarikan pasukan yang kacau pada tahun 2021 dari Afghanistan dan pembicaraan tentang perjanjian nuklir dengan Iran. Dia tidak secara langsung menyebutkan perang Ukraina dengan Rusia, sementara Biden secara agresif mendorong DPR yang dipimpin Partai Republik untuk meloloskan paket bantuan yang telah disahkan oleh Senat.
Britt, yang menjadikan imigrasi sebagai isu utama, juga mengecam Biden tentang apa yang selama ini terjadi di perbatasan dengan Meksiko, dan menyebut kebijakan Biden sebagai “aib” yang menyebabkan tingginya jumlah orang yang melintasi perbatasan selama masa kepresidenannya.
Britt mencatat bahwa Biden menyebutkan mahasiswa keperawatan Georgia yang terbunuh, Laken Riley, dalam pidatonya, tetapi mengatakan dia (Biden) “menolak untuk bertanggung jawab atas tindakannya sendiri.” Polisi mengatakan Riley dibunuh oleh seorang imigran ilegal di negara bagian itu.
“Coba pikirkan tentang Laken Riley. Di negara bagian tetangga saya, Georgia, seorang mahasiswi perawat cantik berusia 22 tahun ini berolah raga lari pada suatu pagi, namun dia tidak pernah mendapat kesempatan untuk kembali ke rumah. Dia dibunuh secara brutal oleh salah satu dari jutaan pelintas perbatasan ilegal. Presiden Biden memilih untuk melepaskan mereka ke wilayah negara kita," ujarnya. [lt/uh]
Forum