Selama dua puluh tahun berkuasa Presiden Rusia Vladimir Putin telah menyaksikan bagaimana beberapa presiden di Amerika – baik dari Partai Demokrat maupun Partai Republik – berjanji akan mernata kembali hubungan dengan Rusia. Tetapi berakhir dengan semakin banyak kesulitan terkait hubungan kedua negara.
Pakar politik di USA-Canada Institute Pavel Sharikov mengatakan, “Sejauh ini agendanya sangat rumit, dibebani begitu banyak isu berbeda. Jadi saya yakin, perlu ada dialog.”
Presiden Biden memprakarsai upaya terbaru ini, dengan mengatakan ia ingin menempatkan hubungan Amerika-Rusia pada pijakan yang lebih “stabil dan dapat diprediksi.”
Tetapi isyarat itu muncul setelah Biden dalam wawancara televisi Maret lalu menyebut Putin seorang “pembunuh,” sehingga menimbulkan kemarahan di Rusia. Hal ini juga bersamaan ketika Kremlin mengerahkan puluhan ribu tentara Rusia di sepanjang perbatasan Ukraina.
Pengamat politik mengatakan peristiwa-peristiwa itu membuktikan bahwa Biden tidak bisa menganggap remeh Putin. Analis politik Kirill Rogov mengatakan, “Untuk apa bertemu dengan seorang 'pembunuh?' Anda seakan tidak punya pilihan untuk melangsungkan pertemuan dengan seorang pemimpin, selain demi keamanan global. Jadi Putin puas telah memenangkan babak ini dan melangsungkan pertemuan, apapun yang dibahas atau yang tidak dibahas dalam pertemuan itu.”
Putin telah menyampaikan harapannya agar pertemuannya di Jenewa akan membantu “menormalisasi” hubungan. “Kami akan membahas hubungan bilateral. Saya kira kita seharusnya menemukan cara untuk menyelesaikan hal ini. Saat ini hubungan kita berada di tingkat yang sangat rendah.”
Di balik permusuhan ini, kemarahan Amerika terhadap dugaan campur tangan Rusia dalam pemilu presiden Amerika tahun 2016 telah memicu dijatuhkannya sanksi dan pengusiran diplomat.
Amerika juga menuduh Rusia berada di balik serangkaian serangan dunia maya baru-baru ini terhadap infrastruktur Amerika. Rusia telah menyangkal hal tersebut.
Faktanya, Kremlin mengatakan Amerika yang justru melakukan campur tangan. Tuduhan yang telah digunakan untuk membenarkan tindakan kekerasan terhadap meningkatnya ketidakpuasan di dalam negeri dan terhadap negara-negara pro-Barat di negara-negara tetangga, seperti Belarus.
Pakar di Universitas Eropa di St. Petersburg, Ivan Kurilla mengatakan, “Menurut saya, Putin membutuhkan Amerika sebagai musuh demi tujuan domestik, tetapi pada saat yang sama ia membutuhkan Amerika sebagai mitra internasional.”
Amerika dan Rusia telah menunjukkan bahwa kedua negara dapat menjembatani perbedaan ketika terkait isu-isu yang lebih mendunia, seperti pengendalian senjata; misalnya dengan memperpanjang perjanjian START yang baru pada hari-hari pertama pemerintahan Biden.
START adalah singkatan dari Strategic Arms Reduction Treaty atau Perjanjian Pengurangan Senjata Strategis. Perjanjian yang ditandatangani pada 2010 ini merupakan landasan pengendalian senjata di dunia. Perjanjian ini membatasi jumlah hulu ledak nuklir yang ditempatkan oleh Amerika dan Rusia, yaitu masing-masing 1.550 hulu ledak. Demikian pula jumlah rudal di darat dan di kapal selam, serta pesawat-pesawat pembom.
Departemen Luar Negeri pada awal Februari 2021 mengatakan Amerika akan menggunakan perpanjangan perjanjian START yang baru itu untuk memastikan pembatasan seluruh senjata nuklir Rusia. Perpanjangan ini berlaku untuk lima tahun, dan disepakati setelah pemerintahan Trump menarik diri dari dua perjanjian serupa, yang merupakan bagian dari pengunduran diri Amerika dari perjanjian-perjanjian internasional.
Kecuali jika ada perjanjian kejutan, banyak yang melihat kesepakatan untuk mengembalikan diplomat-diplomat yang diusir sebagai cara yang paling mungkin untuk melanjutkan pembicaraan di luar Jenewa, dan menuju hari-hari yang lebih baik pada masa mendatang. [em/lt]