Tautan-tautan Akses

BMKG Imbau Jawa Timur Waspadai Bencana Hidrometerologi


Banjir ketika melanda kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur (foto dok. BNPB). BMKG Juanda memprediksi puncak musim penghujan di Jawa Timur masih akan berlangsung hingga Februari 2025
Banjir ketika melanda kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur (foto dok. BNPB). BMKG Juanda memprediksi puncak musim penghujan di Jawa Timur masih akan berlangsung hingga Februari 2025

Kota Surabaya dan sejumlah daerah di Jawa Timur dilanda banjir beberapa hari sebelum Natal hingga menjelang tahun baru. BMKG memprediksi puncak musim penghujan masih akan berlangsung hingga Februari 2025, dan mengimbau pemerintah daerah dan warga Jawa Timur agar bersiap melakukan antisipasi.

BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) Juanda mengungkapkan, hujan dengan intensitas tinggi ini di antaranya dipengaruhi oleh La Nina moderat pada bulan ini.

Kepala BMKG Juanda, Taufiq Hermawan, memperingatkan warga dan pemerintah daerah di Jawa Timur untuk waspada, dan melakukan langkah antisipasi agar bencana hidrometerologi itu tidak menelan korban jiwa Bencana hidrometerolo adalalah bencana alam yang berkaitan dengan iklim.

“Memang ada sedikit La Nina moderat yang mempengaruhi, kemudian regional memang kita berada pada musim penghujan, kemudian lokalnya puncak musim penghujan di Desember, Januari, dan Februari,” ungkapnya.

BMKG, kata Taufiq, telah melakukan modifikasi cuaca di wilayah Jawa Timur mulai18 hingga 29 Desember 2024, untuk mengurangi intensitas curah hujan di sejumlah wilayah yang sudah tergenang banjir.

“Secara umum di Jawa Timur itu prioritasnya beberapa daerah yang sudah tergenang, sudah mengalami banjir seperti di wilayah tapal kuda, juga di Bojonegoro, dan beberapa daerah di Trenggalek, itu tujuannya untuk mengurangi intensitas curah hujan, bukan menghilangkan hujannya. Jadi seperti itu, misi dari operasi modifikasi cuaca yang dilakukan BMKG di Jawa Timur,” tambahnya.

Terkait banjir di sejumlah kawasan di Surabaya, Kepala Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga Kota Surabaya, Samsul Hariadi, mengungkapkan penyebanya adalah hujan yang turun selama empat jam dengan intensitas tinggi, dan saluran pembuangan yang tersumbat sampah.

Samsul mengaku telah mengerahkan 30 mobil tanki air dan 34 mobil pemadam kebakaran, untuk membantu mempercepat penyedotan air yang menggenangi di sejumlah kawasan. Keterbatasan lahan untuk penampungan air maupun untuk resapan, katanya, menjadi kendala percepatan penanganan banjir dengan curah hujan yang tinggi.

“Kalau ada lahannya itu kita bangun bozem, lebih murah sebetulnya. Tapi, kalau tidak ada lahan ya terpaksa pakai box culvert itu. Jadi, disamping berfungsi saluran juga berfungsi sebagai long storage (tempat penyimpanan jangka panjang), kemudian di atasnya juga bisa berfungsi untuk jalan, tapi biayanya mahal,” ujar Samsul.

Bozem adalah waduk yang luasnya bisa hingga puluhan hektar, sementara box culvert adalah struktur beton bertulang yang digunakan untuk menyalurkan air di bawah jalan, rel kereta api, atau proyek infrastruktur lainnya.

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Surabaya, Agus Hebi Djuniantoro, mengakui letak geografis Surabaya yang di hilir menjadi tempat pertemuan air dari berbagai daerah di hulu. Selain menyiagakan personil untuk menanganai banjir dan membantu warga yang terdampak, BPBD bersama instansi terkait membuka diri untuk melakukan tindakan rekayasa teknis untuk mengatasi dan mengantisipasi bencana hidrometerologi yang terjadi di Surabaya.

“Tantangannya adalah, kalau di Surabaya ini kondisi alamnya kita itu ada di hilir, mau tidak mau harus menampung limpasan dari atas. Nah, bagaimana caranya supaya kita itu, hilir ini bisa diantisipasi sehingga tidak menjadi beban bagi kita. Dan memang perlu ada rekayasa teknis yang besar,” ujar Agus.

Tidak hanya banjir akibat curah hujan yang tinggi, banjir akibat naiknya permukaan air laut atau rob juga mengancam sejumlah perkampungan nelayan di kawasan utara dan timur Surabaya. Selain menyiagakan perlengkapan untuk evakuasi dan pertolongan kepada warga, BPBD Surabaya ujar Agus mendukung kearifan lokal warga dalam menghadapi banjir rob, yaitu melalui penyediaan kolam atau tandon penampungan air saat air laut mulau masuk ke permukiman warga atau nelayan.

“Kalau lihat yang (banjir) rob kemarin, di Tambaksari Oso, dia (warga) punya pemikiran bagus, di mana di dalam rumahnya itu kan tidak mau ada airnya sampai tinggi. Karena itu kan dimasukkan ke dalam. Jadi, di dalam rumah itu ada tempat penampungan air. Saya kira itu tempat penampungan air bersih, ternyata tempat penampungan untuk air rob yang masuk di dalam rumah. Nah, kalau itu bisa dilaksanakan untuk menampung air hujan alangkah baiknya. Sebisa mungkin kalau misalnya tidak ada di rumah, ya di jalan,” pungkasnya. [pr/ab]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG