Kepala Pusat Data dan Informasi serta Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho hari Selasa (5/12) menyatakan siklon Cempaka yang telah menyebabkan banjir, longsor dan angin kencang di Jawa Timur bagian selatan, Yogyakarta dan Jawa Tengah; sejauh ini telah menewaskan sedikitnya 41 orang. Satu di antara korban itu bahkan belum ditemukan. Siklon ini juga merusak ribuan rumah dan sampai saat ini penanganan darurat masih dilakukan.
"Jadi yang paling parah adalah Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Kulonprogo, Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Bantul, Kabupaten Klaten, dan Kabupaten Pacitan. Mengapa bisa parah seperti ini? Karena memang siklon tropis Cempaka yang saat itu menguat, itu hanya 23 kilometer di sebelah selatan Pacitan," ungkap Sutopo.
Akibat siklon ini semua massa uap air dan awan-awan yang ada di Pacitan dan sekitarnya tersedot ke siklon tropis Cempaka dan menyebabkan curah hujan yang sangat ekstrem.
Di Pacitan, curah hujan pada 27 November lalu tercatat 383 milimeter per hari, padahal biasanya rata-rata curah hujan sebanyak itu berlangsung sebulan. Apalagi di saat bersamaan, laut mengalami pasang sehingga menyebabkan banjir di bagian hulu. Sampai saat ini terdapat 28.190 orang berada di kamp pengungsian.
Sutopo menambahkan masa tanggap darurat di Pacitan diperpanjang sampai 11 Desember 2017 dan akan diperpanjang lagi jika penanganan belum selesai.
Menurutnya kerugian ekonomi akibat terpaan siklon Cempaka mencapai lebih dari 1 triliun rupiah; namun perhitungan masih dilakukan di semua sektor, termasuk infrastruktur, permukiman, ekonomi produktif, dan sosial budaya.
Lebih lanjut Sutopo menjelaskan sekarang sudah tidak ada siklon tropis karena memang siklon ini sangat jarang mendekat ke wilayah Indonesia. Siklon tropis terbentuk di luar wilayah Indonesia dan kejadian-kejadian siklon tropis sangat dekat dengan Indonesia amat jarang.
BNPB memperkirakan selama tanggal 4-12 Desember, kondisi wilayah Jawa, mulai Banten, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah bagian utara, dan Jawa Timur bagian utara, akan memasuki fase curah hujan biasa, tidak lebat. Menurutnya puncak hujan akan terjadi pada Desember, Januari, dan Februari.
Selama tahun ini, tambah Sutopo, terjadi 2.174 bencana dan kecenderungannya semakin naik. Sebanyak 95 persen bencana di Indonesia merupakan bencana hidro meteorologi, yakni bencana yang dipengaruhi oleh cuaca, yaitu banjir, longsor, kekeringan, puting beliung, kebakaran hutan dan lahan, serta cuaca ekstrem.
Maraknya banjir dan longsor ini karena Indonesia sudah memasuki periode darurat ekologis.
"Kerusakan hutan, degradasi lahan, meluasnya DAS (daeah aliran sungai) kritis, kerusakan sungai, kemudian budaya sadar bencana masyarakat Indonesia telah menyebabkan meningkatnya bencana-bencana hydrometeorology," ujarnya.
Sutopo mencontohkan laju deforestasi atau kerusakan hutan di Indonesia sekitar 750 hektar per tahun, sementara kemampuan pemerintah merehabilitasi hutan dan lahan baru meencapai maksimum 250 ribu hektar setiap tahun.
Dari 2.174 bencana yang terjadi selama tahun ini, sedikitnya 335 orang meninggal dan hilang, 969 orang cedera, 3,2 juta masyarakat menderita dan mengungsi, serta 31.746 rumah rusak.
Sutopo juga menerangkan sekitar 63,6 juta warga Indonesia tinggal di kawasan rawan bencana banjir tingkat sedang hingga berat. Kawasan rawan banjir terdapat di sepanjang pantai timur Sumatera, sepanjang pantai utara Jawa, Cilacap hingga Yogya, pesisir Kalimantan dan Papua.
Sementara daerah rawan bencana longsor terdapat di sepanjang Bukit Barisan dari Aceh sampai Lampung, di Jawa bagian tengah sampai selatan, utara Bali, hampir sebagian besar Sulawesi.
Untuk mengantisipasi musibah banjir dan longsor, BNPB telah melakukan koordinasi semua potensi nasional, TNI, Polri, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Kesehatan, Basarnas, untuk selalu hadir mendampingi pemerintah daerah. BNPB juga memberikan bantuan logistik kepada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) untuk menambah kesiapsiagaan mereka.
Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan warga yang bermukin di sekitar rawan bencana akan direlokasi ke tempat yang aman. Ia menyarankan pemerintah daerah berkomunikasi lebih intensif kepada para warga terkait potensi kerawanan hujan.
"Harus terkomunikasikan, kalau potensi longsornya tinggi pasti membahayakan kalo membangun rumah di kawasan seperti itu," demikian kata Khofifah. [fw/em]