Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengungkapkan, tidak produk hukum atau pasal pidana yang dapat digunakan untuk menghukum atau seseorang yang bergabung atau simpatisan organisasi Negara Islam Irak – Suriah atau ISIS, termasuk diantaranya terhadap 16 Warga Negara Indonesia (WNI) yang tertangkap di Turki.
Menurut juru bicara BNPT Irfan Idris, BNPT berharap, adanya aturan hukum yang lebih kuat untuk mencegah berkembangnya ISIS di Indonesia.
"Aturan hukum kita yang perlu dibuat ber-gigi lagi. Agar jika ada orang yang mengaku secara vulgar seperti itu, ya harus di amankan aja. Hukum kita terlalu lembut. Tidak ada celah hukum atau pasal pidana yang untuk menyatakan bahwa itu (ISIS) adalah makar," kata Irfan Idris.
Terkait dengan kepulangan 12 dari 16 WNI yang sempat ditahan otoritas Turki karena hendak menyeberang ke Suriah, Irfan mengatakan perlu ada pendampingan dan pembinaan kepada mereka, agar juga tidak menyebar ke masyarakat yang lain.
"Paling pelanggaran administrasi. Yang saya lihat untuk saat ini sebetulnya setelah mereka kembali, lakukan pendampingan advokasi, pembinaan dan kita isolir. Supaya tidak berkembang kepada yang lain," lanjutnya.
Terkait hal itu, Pemerintah saat ini tengah menyusun aturan hukum berupa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang akan mengatur tentang permasalahan ISIS.
Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno menjelaskan, ISIS belum masuk sebagai organisasi terlarang di Indonesia, karena tidak tercantum dalam Undang-Undang Terorisme. Sehingga pemerintah kesulitan menindak jika ada orang yang masuk ISIS.
Pemerintah menurut Menkopolhukam, sedang mempersiapkan payung hukum untuk menindak orang yang masuk dalam organisasi itu, dengan menyusun Perppu.
"Kita rumuskan dalam bentuk hukum. Yang nanti disatukan dalam bentuk Perppu. Karena kalau melalui Undang-Undang agak lama, maka dalam waktu dekat Perppu yang akan disusun. Dengan memasukkan beberapa undang-Undang yang terkait itu. Sedang kita susun. Nanti kalau sudah akan disampaikan," kata Menko Tedjo Edhy Purdijatno
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Tjahyo Kumolo mengatakan, untuk mengurangi direkrutnya warga negara Indonesia untuk menjadi anggota atau simpatisan ISIS, Pemerintah berupaya mempertegas Undang-Undang Terorisme.
"Saya kira ini perlu pengaturan terpadu. Kami merespon positif himbauan Nahdlatul Ulama supaya Undang-Undang Teroris lebih dipertegas. Sehingga ada kewenangan pihak imigrasi kita untuk mencekal warga negara kita yang niatnya mau bergabung," kata Mendagri, Tjahyo Kumolo.
Mantan Ketua Mantiqi 3 Jamaah Islamiyah Nasir Abbas dalam sebuah diskusi di Jakarta beberapa waktu lalu berharap. Pemerintah Indonesia terus menjalankan program deradikalisasi.
Khususnya terhadap mantan teroris atau kepada orang-orang yang mempunyai kecenderungan bersimpati terhadap organisasi ISIS.
"Kegiatan deradikalisasi, pencegahan, pencerahan itu semua tidak boleh berhenti. Mereka (ISIS atau kelompok radikal lainnya) tidak pernah berhenti untuk merekrut. Rekrut itu bagian dari memberi edukasi bagi mereka," kata Nasir Abbas.
"Rekrut itu bagian dari tarbiyah (pendidikan). Dan mereka tidak pernah mau berhenti dalam memberikan Tarbiyah. Sehingga menipu, berbohong kepada orang tua adalah bagian dari kewajiban dari yang mereka tanamkan kepada anak-anak muda yang mereka rekrut," imbuhnya.