Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyerahkan laporan hasil pemeriksaan investigatif tahap I atas pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional Hambalang kepada DPR, Rabu (31/10). Pemeriksaan tersebut dilakukan melalui metodologi pemeriksaan investigatif.
Di gedung DPR, Ketua BPK Hadi Poernomo mengatakan terdapat indikasi penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan dan penyalahgunaan kewenangan terkait pembangunan proyek Hambalang tersebut.
Indikasi itu kata Hadi diantaranya terlihat dalam surat keputusan hak pakai dimana kepala Badan Pertanahan Negara menerbitkan surat keputusan pemberian hak pakai kepada Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) atas tanah seluas 312.448 m2 di Desa Hambalang, padahal persyaratan berupa surat pelepasan hak dari pemegang hak sebelumnya patut diduga palsu.
Selain itu, meskipun Kemenpora belum melakukan studi analisis mengenai dampak lingkungan tetapi Bupati Bogor telah menandatangani ijin mendirikan bangunan.
Menteri Pemuda dan Olahraga, menurut Hadi juga diduga membiarkan Sekretaris Kemenpora menandatangani surat permohonan persetujuan kontrak tahun jamak dan menetapkan lelang konstruksi dengan nilai kontrak di atas Rp 50 milliar tanpa memperoleh pendelegasian dari Menpora.
Proses evaluasi prakualifikasi dan teknis terhadap penawaran calon rekanan tambahnya juga tidak dilakukan oleh panitia pengadaan melainkan diatur oleh rekanan yang direncanakan akan menang.
Menurut Hadi, indikasi penyimpangan dan penyalahgunaan kewenangan ini menyebabkan kerugian keuangan negara sekitar Rp243,66 milliar sampai dengan 30 Oktober 2012.
"Indikasi kerugian negara ini diperoleh dengan cara membandingkan jumlah dana yang dikeluarkan oleh Kemenpora dengan nilai pekerjaan sebenarnya yang dikerjakan oleh sub kontraktor yang dihitung secara uji petik," kata Hadi Poernomo.
Hadi mengaku selama proses pemeriksaan dan penyusunan laporan hasil pemeriksaan tersebut, tidak ada intervensi dari pihak manapun.
Audit BPK ini merupakan permintaan Komisi Keuangan DPR. Komisi ini menduga terjadi penggelembungan anggaran di Hambalang. Pada tahun 2010, proyek Hambalang hanya dianggarkan di APBN sebesar Rp125 milliar, namun tanggal 6 Desember 2010, Kementerian Pemuda dan Olahraga menggelembungkan anggaran proyek menjadi Rp1,2 trilliun.
Ketua Komisi keuangan DPR Agus Hermanto mengatakan pihaknya akan menindaklanjuti hasil audit BPK tersebut. Dia juga berharap hasil pemeriksaan investigatif tahap ke II BPK atas kasus yang sama dapat segera diselesaikan.
"Kami dari komisi X mengucapkan terima kasih sekali atas diserahkannya audit BOK yang walaupun tadi walaupun tadi baru tahap I nanti ada tahap ke II namun kami mohon yang ke II jangan terlalu lama," kata Agus Hermanto.
Sementara itu, Peneliti dari Indonesia Corruption Watch, Tama S. Langkun mengungkapkan kasus Hambalang ini harus diusut secara tuntas. Dia berharap hasil pemeriksaan BPK yang kedua nantinya akan lebih jelas menyebut siapa-siapa saja pihak yang menerima uang hasil korupsi proyek Hambalang.
"Tahap 1 sudah 85 persen pemeriksaannya, masih ada 15 persen. Harapannya disana diuraikan lagi ketika ada kerugian negara Rp243 kemudian siapa yang menikmat, diuntungkan termasuk misalkan uang yang diberikan kepada perusahaan untuk mengerjakan proyek apa benar untuk proyek ataukah uang-uang tersebut ada hilang, siapa yang menikmati," jelas Tama S. Langkun.
Rencananya proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang akan selesai tahun 2013. Meski belum selesai, namun bulan Mei 2012 lalu, konstruksi bangunan Hambalang telah ambles dua meter.
Sebelumnya, Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, M Nazaruddin, terpidana kasus suap Wisma Atlet mengungkapkan ada komisi uang sebesar Rp 100 milliar proyek dari PT Adhi karya sebagai pemenang tender Hambalang.
Nazar menuding komisi itu antara lain mengalir ke DPR sekitar Rp25 milliar dan Menpora Andi Malarangeng Rp5 milliar. Nazarudin juga mengatakan bahwa Ketua Partai Demokrat Anas Urbaningrum menerima uang dari proyek Hambalang sebesar Rp50 milliar untuk memenangi kursi ketua umum di Kongres Demokrat di Bandung pada Mei 2010.
Mantan Anggota DPR itu juga menyatakan bahwa Anas memerintahkan agar PT Adhi Karya dimenangkan dalam proyek Hambalang karena sanggup memenuhi permintaan Anas yang membutuhkan dana untuk Kongres Bandung.
Andi maupun Anas berkali-kali membantah tudingan Nazaruddin.
Di gedung DPR, Ketua BPK Hadi Poernomo mengatakan terdapat indikasi penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan dan penyalahgunaan kewenangan terkait pembangunan proyek Hambalang tersebut.
Indikasi itu kata Hadi diantaranya terlihat dalam surat keputusan hak pakai dimana kepala Badan Pertanahan Negara menerbitkan surat keputusan pemberian hak pakai kepada Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) atas tanah seluas 312.448 m2 di Desa Hambalang, padahal persyaratan berupa surat pelepasan hak dari pemegang hak sebelumnya patut diduga palsu.
Selain itu, meskipun Kemenpora belum melakukan studi analisis mengenai dampak lingkungan tetapi Bupati Bogor telah menandatangani ijin mendirikan bangunan.
Menteri Pemuda dan Olahraga, menurut Hadi juga diduga membiarkan Sekretaris Kemenpora menandatangani surat permohonan persetujuan kontrak tahun jamak dan menetapkan lelang konstruksi dengan nilai kontrak di atas Rp 50 milliar tanpa memperoleh pendelegasian dari Menpora.
Proses evaluasi prakualifikasi dan teknis terhadap penawaran calon rekanan tambahnya juga tidak dilakukan oleh panitia pengadaan melainkan diatur oleh rekanan yang direncanakan akan menang.
Menurut Hadi, indikasi penyimpangan dan penyalahgunaan kewenangan ini menyebabkan kerugian keuangan negara sekitar Rp243,66 milliar sampai dengan 30 Oktober 2012.
"Indikasi kerugian negara ini diperoleh dengan cara membandingkan jumlah dana yang dikeluarkan oleh Kemenpora dengan nilai pekerjaan sebenarnya yang dikerjakan oleh sub kontraktor yang dihitung secara uji petik," kata Hadi Poernomo.
Hadi mengaku selama proses pemeriksaan dan penyusunan laporan hasil pemeriksaan tersebut, tidak ada intervensi dari pihak manapun.
Audit BPK ini merupakan permintaan Komisi Keuangan DPR. Komisi ini menduga terjadi penggelembungan anggaran di Hambalang. Pada tahun 2010, proyek Hambalang hanya dianggarkan di APBN sebesar Rp125 milliar, namun tanggal 6 Desember 2010, Kementerian Pemuda dan Olahraga menggelembungkan anggaran proyek menjadi Rp1,2 trilliun.
Ketua Komisi keuangan DPR Agus Hermanto mengatakan pihaknya akan menindaklanjuti hasil audit BPK tersebut. Dia juga berharap hasil pemeriksaan investigatif tahap ke II BPK atas kasus yang sama dapat segera diselesaikan.
"Kami dari komisi X mengucapkan terima kasih sekali atas diserahkannya audit BOK yang walaupun tadi walaupun tadi baru tahap I nanti ada tahap ke II namun kami mohon yang ke II jangan terlalu lama," kata Agus Hermanto.
Sementara itu, Peneliti dari Indonesia Corruption Watch, Tama S. Langkun mengungkapkan kasus Hambalang ini harus diusut secara tuntas. Dia berharap hasil pemeriksaan BPK yang kedua nantinya akan lebih jelas menyebut siapa-siapa saja pihak yang menerima uang hasil korupsi proyek Hambalang.
"Tahap 1 sudah 85 persen pemeriksaannya, masih ada 15 persen. Harapannya disana diuraikan lagi ketika ada kerugian negara Rp243 kemudian siapa yang menikmat, diuntungkan termasuk misalkan uang yang diberikan kepada perusahaan untuk mengerjakan proyek apa benar untuk proyek ataukah uang-uang tersebut ada hilang, siapa yang menikmati," jelas Tama S. Langkun.
Rencananya proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang akan selesai tahun 2013. Meski belum selesai, namun bulan Mei 2012 lalu, konstruksi bangunan Hambalang telah ambles dua meter.
Sebelumnya, Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, M Nazaruddin, terpidana kasus suap Wisma Atlet mengungkapkan ada komisi uang sebesar Rp 100 milliar proyek dari PT Adhi karya sebagai pemenang tender Hambalang.
Nazar menuding komisi itu antara lain mengalir ke DPR sekitar Rp25 milliar dan Menpora Andi Malarangeng Rp5 milliar. Nazarudin juga mengatakan bahwa Ketua Partai Demokrat Anas Urbaningrum menerima uang dari proyek Hambalang sebesar Rp50 milliar untuk memenangi kursi ketua umum di Kongres Demokrat di Bandung pada Mei 2010.
Mantan Anggota DPR itu juga menyatakan bahwa Anas memerintahkan agar PT Adhi Karya dimenangkan dalam proyek Hambalang karena sanggup memenuhi permintaan Anas yang membutuhkan dana untuk Kongres Bandung.
Andi maupun Anas berkali-kali membantah tudingan Nazaruddin.