BRASILIA —
Tidak jauh dari Universitas Brasilia, sekitar 30 orang berkumpul memperingati demonstrasi itu. Tahun lalu ratusan ribu demonstran Brazil turun ke jalan-, dalam unjuk rasa yang masih memecah pendapat rakyat negara itu mengenai pengeluaran miliaran dolar untuk menyelenggarakan dan menjadi tuan rumah Piala Dunia.
Thiaga Avila sangat terlibat dalam komite rakyat yang menentang Piala Dunia ini. Beberapa tahun lalu, ia adalah seorang pengusaha sukses. Ia menghentikan semua kegiatannya untuk membela ide-idenya. Dengan slogan Perancis yang ditattoo di lengannya, “Kebebasan, Kesetaraan, Persaudaraan” ia berharap Brazil akan berubah.
"Kami tidak menentang sepak bola, kami cinta sepak bola. Kami berpendapat mereka menggunakan olah raga yang menjadi bagian dari budaya kami untuk merugikan rakyat. Masyarakat sangat memahami hal itu. Kami menentang pelanggaran itu, hak-hak perusahaan besar. Kami menentang semua yang menciptakan model masyarakat yang sangat berbeda dari apa yang kami yakini," kata Avila.
Avila dan yang lainnya akan berdemonstrasi hari Senin. Sekali lagi, mereka akan menuntut investasi-investasi yang lebih besar dalam sektor publik seperti kesehatan atau pendidikan.
Prioritas penting lainnya bagi demonstran adalah menghentikan apa yang mereka sebut sebagai kegilaan dalam sektor real estat di Brazil. Para aktivis mengatakan bangunan tumbuh seperti jamur tanpa mempertimbangkan rakyat miskin atau orang Indian yang digusur dari tanah mereka.
Pada masa yang akan datang komite-komite rakyat beranggapan mereka secara drastis akan mengubah demokrasi Brazil khususnya politisi yang mereka anggap otoriter dan konservatif.
Frederico Flosculo sangat memahami ide demonstran. Ia mengajar arsitektur dan perkotaan di University of Brasilia.
"Brazil adalah negara sangat kontradiktif yang terdiri dari kekuasaan yang terpusat. Masalah utama kami berkaitan dengan demokrasi dan partisipasi rakyat dalam pengambilan keputusan-keputusan itu. Para gubernur kami otoriter," papar Frederico.
Demonstrasi direncanakan akan berlanjut setelah Piala Dunia berakhir. Para demonstran juga berharap untuk mempengaruhi pemilu mendatang pada bulan Oktober dan ingin tuntutan mereka ditanggapi secara serius.
(Nicolas Pinault/VOA).
Thiaga Avila sangat terlibat dalam komite rakyat yang menentang Piala Dunia ini. Beberapa tahun lalu, ia adalah seorang pengusaha sukses. Ia menghentikan semua kegiatannya untuk membela ide-idenya. Dengan slogan Perancis yang ditattoo di lengannya, “Kebebasan, Kesetaraan, Persaudaraan” ia berharap Brazil akan berubah.
"Kami tidak menentang sepak bola, kami cinta sepak bola. Kami berpendapat mereka menggunakan olah raga yang menjadi bagian dari budaya kami untuk merugikan rakyat. Masyarakat sangat memahami hal itu. Kami menentang pelanggaran itu, hak-hak perusahaan besar. Kami menentang semua yang menciptakan model masyarakat yang sangat berbeda dari apa yang kami yakini," kata Avila.
Avila dan yang lainnya akan berdemonstrasi hari Senin. Sekali lagi, mereka akan menuntut investasi-investasi yang lebih besar dalam sektor publik seperti kesehatan atau pendidikan.
Prioritas penting lainnya bagi demonstran adalah menghentikan apa yang mereka sebut sebagai kegilaan dalam sektor real estat di Brazil. Para aktivis mengatakan bangunan tumbuh seperti jamur tanpa mempertimbangkan rakyat miskin atau orang Indian yang digusur dari tanah mereka.
Pada masa yang akan datang komite-komite rakyat beranggapan mereka secara drastis akan mengubah demokrasi Brazil khususnya politisi yang mereka anggap otoriter dan konservatif.
Frederico Flosculo sangat memahami ide demonstran. Ia mengajar arsitektur dan perkotaan di University of Brasilia.
"Brazil adalah negara sangat kontradiktif yang terdiri dari kekuasaan yang terpusat. Masalah utama kami berkaitan dengan demokrasi dan partisipasi rakyat dalam pengambilan keputusan-keputusan itu. Para gubernur kami otoriter," papar Frederico.
Demonstrasi direncanakan akan berlanjut setelah Piala Dunia berakhir. Para demonstran juga berharap untuk mempengaruhi pemilu mendatang pada bulan Oktober dan ingin tuntutan mereka ditanggapi secara serius.
(Nicolas Pinault/VOA).