Pengadilan Jerman pada Selasa (30/11) menjatuhkan vonis terhadap seorang mantan anggota kelompok teroris Negara Islam atau ISIS, atas pembunuhan seorang gadis Yazidi berusia lima tahun pada tahun 2015 lalu.
Warga negara Irak, Taha Al Jumailly, juga dijatuhi hukuman penjara seumur hidup karena genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Ia diperintahkan membayar ibu korban, yang selamat dalam tahanan ISIS, sebesar $57.000.
Ini adalah vonis pertama terhadap anggota ISIS terkait genosida.
“Ini adalah saat yang ditunggu-tunggu warga Yazidi,” ujar pengacara Amal Clooney yang bertindak sebagai kuasa hukum ibu anak perempuan itu.
“Untuk akhirnya mendengar seorang hakim – setelah tujuh tahun – menyatakan bahwa apa yang mereka derita adalah genosida. Untuk menyaksikan seorang laki-laki diminta pertanggungjawaban karena membunuh seorang gadis Yazidi, karena ia Yazidi.”
Jaksa di pengadilan Jerman mengatakan Al Jumailly membeli ibu dan anak itu sebagai budak di Suriah pada tahun 2015. Ia kemudian membawa mereka ke Fallujah di Irak, di mana ia memukuli keduanya dan tidak memberi mereka cukup makanan.
Pada tahun itu, Al Jumailly merantai anak perempuan berusia lima tahun itu ke jeruji jendela di sebuah ruangan, ketika suhu mencapai 50 derajat Celsius. Gadis kecil itu akhirnya meninggal.
Pada tahun 2019 Al Jumailly ditangkap di Yunani dan diekstradisi ke Jerman, di mana pihak berwenang menyelidiki kasus itu dengan menggunakan prinsip yurisdiksi universal.
Pada November lalu, istri Al Jumailly yang berkewarganegaraan Jerman dijatuhi hukuman 10 tahun penjara karena terlibat dalam kasus tersebut. Ia menjadi saksi bagi jaksa dalam persidangan Al Jumailly.
ISIS pada tahun 2014 mengoyak jantung warga Yazidi di bagian utara Irak. Dalam banyak kasus, ISIS memaksa perempuan-perempuan muda menjadi budak seks. Banyak komunitas Yazidi, yang jumlahnya mencapai lebih dari setengah juta orang, mengungsi ke tempat yang lebih aman.
Dua tahun kemudian sebuah komisi PBB menyatakan perlakuan ISIS terhadap kelompok minoritas Yazidi di Suriah sebagai genosida.
“Kami hanya berharap kasus ini akan menjadi tonggak bagi kasus-kasus selanjutnya,” ujar Zemfira Dlovani, seorang pengacara yang juga anggota Dewan Pusat Yazidi di Jerman kepada Associated Press. Ia mengatakan ribuan perempuan Yazidi diperbudak dan dianiaya oleh ISIS. “(Vonis) ini harus menjadi awal, bukan akhir,” tegasnya. [em/lt]