BANGKOK —
Kantor PBB di Rangoon hari Rabu membenarkan, mereka akan segera bisa mengirim lagi bantuan ke Negara bagian Kachin, termasuk ke wilayah-wilayah yang dikuasai pemberontak.
Militer Burma dan Laskar Kemerdekaan Kachin (KIA) telah berperang sejak gencatan senjata yang berlangsung 17 tahun runtuh tahun 2011.
Pertempuran itu mengakibatkan lebih dari 800.000 orang desa kehilangan tempat tinggal, kebanyakan tinggal di kamp-kamp sementara serta gereja, dan hidupnya tergantung pada bantuan.
Pemerintah Burma mengizinkan bantuan kemanusiaan dikirim ke wilayah-wilayah yang dikuasai pemerintah, tetapi membatasi pengiriman ke wilayah-wilayah yang dikuasai KIA. Pengiriman bantuan PBB terakhir adalah bulan Juli.
Juru Bicara PBB Aye Win, mengatakan, mereka masih menyusun berbagai rincian dan urusan logistik, tetapi berharap bisa segera menentukan tanggal untuk mengirim bantuan pangan dan non-pangan. “Orang-orang ini tidak mendapat bantuan dalam jumlah besar untuk waktu yang lama, dan mereka betul-betul membutuhkannya. Jadi, kami berharap bisa mengirim secepat mungkin segera setelah semua rincian pengiriman selesai dibuat,” paparnya.
Juru Bicara Pemerintah Burma tidak segera memberi komentar mengenai izin untuk mengirim bantuan ke Kachin atau kapan bantuan itu mungkin dikirim.
Namun, dalam wawancara sebelumnya dengan VOA, Juru Bicara Presiden Burma Ye Htut mengatakan, pemerintah enggan mengizinkan pengiriman bantuan itu karena khawatir atas keselamatan petugas bantuan, dan pasokan bantuan itu mungkin bisa jatuh ke tangan pemberontak.
Pertempuran meningkat antara militer Burma dengan KIA bulan Desember, setelah pemerintah melancarkan serangan udara terhadap kubu-kubu pemberontak di sekitar Laiza, markas besar KIA di perbatasan dengan Tiongkok.
Tiongkok menyatakan khawatir atas pertempuran itu setelah penembakan dan aksi protes meluas ke seberang perbatasan. Tiongkok mengambil peran yang lebih terbuka dengan menjadi tuan rumah perundingan damai hari Senin yang menghasilkan kemajuan.
Min Zaw Oo dari Pusat Kemerdekaan Myanmar yang menghadiri perundingan di Ruili, tidak jauh dari perbatasan Tiongkok, mengatakan, “Hasilnya adalah kedua pihak setuju untuk meredakan ketegangan militer, khususnya untuk menghentikan pertempuran antara kedua pihak. Kedua pihak juga setuju mengadakan perundingan lain membahas rincian perjanjian untuk memperkuat gencatan senjata dari kedua pihak dan juga meningkatkan dialog politik ke tahap lebih tinggi untuk menyelesaikan konflik etnik.”
Pemerintah Burma dan KIA menyetujui putaran perundingan mendatang yang akan dilaksanakan sebelum akhir bulan ini, setelah pembicaraan dengan aliansi etnik Burma, United Nationalities Federal Council.
Militer Burma dan Laskar Kemerdekaan Kachin (KIA) telah berperang sejak gencatan senjata yang berlangsung 17 tahun runtuh tahun 2011.
Pertempuran itu mengakibatkan lebih dari 800.000 orang desa kehilangan tempat tinggal, kebanyakan tinggal di kamp-kamp sementara serta gereja, dan hidupnya tergantung pada bantuan.
Pemerintah Burma mengizinkan bantuan kemanusiaan dikirim ke wilayah-wilayah yang dikuasai pemerintah, tetapi membatasi pengiriman ke wilayah-wilayah yang dikuasai KIA. Pengiriman bantuan PBB terakhir adalah bulan Juli.
Juru Bicara PBB Aye Win, mengatakan, mereka masih menyusun berbagai rincian dan urusan logistik, tetapi berharap bisa segera menentukan tanggal untuk mengirim bantuan pangan dan non-pangan. “Orang-orang ini tidak mendapat bantuan dalam jumlah besar untuk waktu yang lama, dan mereka betul-betul membutuhkannya. Jadi, kami berharap bisa mengirim secepat mungkin segera setelah semua rincian pengiriman selesai dibuat,” paparnya.
Juru Bicara Pemerintah Burma tidak segera memberi komentar mengenai izin untuk mengirim bantuan ke Kachin atau kapan bantuan itu mungkin dikirim.
Namun, dalam wawancara sebelumnya dengan VOA, Juru Bicara Presiden Burma Ye Htut mengatakan, pemerintah enggan mengizinkan pengiriman bantuan itu karena khawatir atas keselamatan petugas bantuan, dan pasokan bantuan itu mungkin bisa jatuh ke tangan pemberontak.
Pertempuran meningkat antara militer Burma dengan KIA bulan Desember, setelah pemerintah melancarkan serangan udara terhadap kubu-kubu pemberontak di sekitar Laiza, markas besar KIA di perbatasan dengan Tiongkok.
Tiongkok menyatakan khawatir atas pertempuran itu setelah penembakan dan aksi protes meluas ke seberang perbatasan. Tiongkok mengambil peran yang lebih terbuka dengan menjadi tuan rumah perundingan damai hari Senin yang menghasilkan kemajuan.
Min Zaw Oo dari Pusat Kemerdekaan Myanmar yang menghadiri perundingan di Ruili, tidak jauh dari perbatasan Tiongkok, mengatakan, “Hasilnya adalah kedua pihak setuju untuk meredakan ketegangan militer, khususnya untuk menghentikan pertempuran antara kedua pihak. Kedua pihak juga setuju mengadakan perundingan lain membahas rincian perjanjian untuk memperkuat gencatan senjata dari kedua pihak dan juga meningkatkan dialog politik ke tahap lebih tinggi untuk menyelesaikan konflik etnik.”
Pemerintah Burma dan KIA menyetujui putaran perundingan mendatang yang akan dilaksanakan sebelum akhir bulan ini, setelah pembicaraan dengan aliansi etnik Burma, United Nationalities Federal Council.