Salah satu ciri dari kepemimpinan Gaddafi adalah kehadiran jaringan polisi rahasia dan informan pemerintah yang luas. Berpuluh tahun hidup dalam kekhawatiran dikhianati sesame warga telah membuat orang Libya menderita luar biasa.
Seorang mantan diplomat diwawancarai di sebuah tempat yang agak terbuka di sebuah hotel di Benghazi. Pintu lift terbuka, seorang lelaki keluar, berhenti sebentar lalu berjalan pergi. Beberapa menit kemudian, ia kembali, menggunakan mesin semir sepatu di sudut, berdiri lebih lama, lalu pergi lagi.
Mantan diplomat itu mengatakan,“Orang yang satu ini bekerja di intelijen, saya mengenal dia. Dia teman sekantor saya. Kantor kami berhadap-hadapan. Jadi mungkin mereka akan membuat laporan. Saya tidak tahu. Untuk siapa saya tidak tahu. Apakah untuk dewan yang baru atau rejim lama, saya tidak tahu.”
Di wilayah timur sekalipun, dimana rakyat telah membebaskan diri dari rejim Gaddafi, kebiasaan lama itu sulit dihilangkan.
Di Ras al Hilal, di sebuah rumah peristirahatan putra Gaddafi, seorang pekerja di tempat itu enggan menjawab pertanyaan. Laki-laki yang berdiri di dekatnya bertanya,”mengapa kamu takut? Libya sudah bebas sekarang.”
Pekerja itu menggelengkan kepala dan berkata,”kita tidak tahu siapa yang berpihak pada kita dan siapa lawan kita.”
Di Qasr al Jady, seorang lelaki dari Tripoli bersedia diwawancarai, sejenak kemudian pada sebuah pos pemeriksaan, petugas polisi meminta untuk melihat video, curiga dengan apa yang telah dikatakan oleh orang yang mungkin adalah mata-mata dari ibu kota.
Amina, seorang ibu rumah tangga berusia 33 tahun dan pelajar S2 di Benghazi mengatakan hal ini memang sudah begini di sepanjang hidupnya.“Terkadang ketika kita berbicara, kadang-kadang di Universitas atau tempat kerja, kalau kita berbicara mengenai Moamar Gaddafi, kalau yang diajak bicara adalah benar-benar teman kita mereka akan mengatakan “ssst. Orang akan mendengar kamu” Jadi kami semua takut. Ujarnya.
Amina mengatakan ketakutan akan ditangkap oleh polisi rahasia selalu hadir. Konsekuensinya, kasus penyiksaan dan kematian yang terekam dengan baik-membuat beberapa orang memilih untuk ikut menjadi mata-mata daripada jadi korban.
Menghilangkan kecurigaan dan luka psikologis yang terjadi adalah proses panjang, tetapi itu telah dilakukan sebelumnya. Afrika Selatan dan bekas wilayah Jerman Timur merupakan contoh cara mengatasi trauma itu. Tetapi mungkin akan makan waktu bertahun-tahun, mungkin puluhan tahun, dan di Libya, ini hanya akan dimulai di era setelah Gaddafi.