Namun, dalam penampilannya di Konvensi Nasional Partai Republik di Milwaukee, Senator Vance mendukung penuh pendekatan “America First”, atau “Utamakan Amerika”, dalam kebijakan luar negeri.
Calon Wakil Presiden Partai Republik, JD Vance, menjadi pembicara utama dalam Konvensi Nasional Partai Republik hari ketiga, di mana ia menyinggung soal kebijakan luar negeri.
“Kita tak perlu lagi mengimpor tenaga kerja asing. Kita akan memperjuangkan warga negara Amerika (untuk memperoleh) pekerjaan dan upah yang layak,” ujar Vance.
Relatif tak dikenal secara nasional di Amerika Serikat, Vance, lulusan Yale Law School yang masuk korps marinir selama enam tahun, baru menjabat sebagai senator sekitar satu setengah tahun.
“Bersama-sama kita akan memastikan bahwa sekutu kita berbagi tanggung jawab dalam menjaga perdamaian dunia, tidak ada lagi tumpangan gratis bagi negara-negara yang mengkhianati kemurahan hati para pembayar pajak Amerika,” tambahnya.
Anggota delegasi yang hadir, tak terlalu mempermasalahkan usia Vance yang relatif muda, yaitu tiga puluh sembilan tahun.
“Yang kita cari adalah sosok calon pemimpin, dan kemampuan kepemimpinannya telah terbukti, dan dia tidak seperti kita yang sudah sangat tua,” kata Walter Goodwater, anggota delegasi RNC dari Texas.
Mereka pun tak mempermasalahkan pernyataan Vance di masa lalu, yang pernah mengkritik keras Trump, seperti yang dikatakan Laurie Schaefer, anggota delegasi asal illinois.
“Saya senang dia masih muda dan masih bisa dibentuk. Selain itu dia juga mendukung prinsip Utamakan Amerika, yang saya hargai. Saya rasa di bawah pengawasan Trump, dia akan berhasil,” ungkapnya.
Salah satu penekanan Donald Trump, yang juga diberlakukan untuk kebijakan luar negeri, adalah “America First”, atau “Utamakan Amerika”.
Kebijakan luar negeri Donald Trump-lah yang turut membuat diaspora Indonesia asal Oregon, Helen Rey-Heller menjadi pendukung dan bahkan aktif dalam Partai Republik.
Menurutnya, pendekatan transaksional Trump, yang seorang pengusaha, menjadi aset dalam hubungan luar negeri Amerika.
“Putin mencoba mengambil Ukraina. Buatlah kesepakatan dengan dia (untuk hentikan perang). Lihatlah Perjanjian Abraham. Semua orang Yahudi, semua orang Israel dan bangsa-bangsa Arab di sekitar mereka, bersatu dan hidup dengan damai, yang mana hal tersebut membuat saya takjub ketika semuanya berjalan baik-baik saja,” kata Helen.
Menurut Matthew Hoh dari Eisenhower Media Initiative, kebijakan luar negeri Trump bila terpilih kembali bakal mirip dengan kebijakannya pada masa jabatan pertama.
“Memang benar, dia tidak memulai perang pada masa kepresidenannya yang pertama. Dia juga tidak mengakhiri perang yang ada. AS terlibat dalam lebih dari selusin perang di seluruh dunia selama masa jabatan Donald Trump; di seluruh Afrika, tentu saja, di Irak dan Suriah, dan di Afghanistan,” jelasnya.
Sejumlah survei menunjukkan, isu-isu domestik lebih mengemuka dalam pilihan warga AS, dan penelitian lembaga Pew Research baru-baru ini menunjukkan isu-isu luar negeri teratas yang diprioritaskan calon pemilih masih terkait kondisi dalam negeri, termasuk mencegah serangan teroris dan menangkal masuknya narkoba ke AS.
“Mayoritas warga Amerika mengatakan bahwa mencegah serangan teroris (73%), menjauhkan obat-obatan terlarang dari negara ini (64%), dan mencegah penyebaran senjata pemusnah massal (63%), merupakan prioritas utama,” terang kelompok tersebut dalam rangkuman terbarunya mengenai prioritas kebijakan luar negeri AS. [rw/rt/np/ab]
Forum