JAKARTA —
Menteri Kordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto dalam jumpa pers terkait insiden pembakaran di depan Kantor KJRI Jeddah oleh TKI pelanggar batas izin tinggal (overstayer) di Jakarta, Selasa (11/6) menjelaskan bahwa pemerintah telah memberangkatkan tenaga perbantuan pelayanan pengurusan dokumen SPLP ke Jeddah Arab Saudi. Delegasi tersebut dipimpin oleh wakil Menteri Hukum dan HAM Deni Indrayana.
"Diputuskan dibagi dua shift. Pada Selasa sampai Kamis itu khusus hanya untuk pendaftaran saja, kemudian diproses dulu oleh pemerintah Saudi. Sabtu sampai Senin, mulai jam enam pagi sampai selesai untuk proses pengambilan. Ini untuk memudahkan," kata Menkopolhukam, Djoko Suyanto.
"Pada hari ini (Senin 11/6) telah berangkat 20 orang ke Jeddah. Ditambah 10 orang dari direktorat jenderal Imigrasi untuk tenaga perbantuan sehingga shifting nya disana lebih mudah. Juga diberangkatkan Wakil menteri hukum dan HAM untuk memimpin langsung proses pendaftaran ulang ini, juga pengambilan dokumen," jelas Djoko Suyanto. Rombongan ini diperkuat satu orang TNI dari kementrian polhukam dan satu orang polri, untuk membantu pelaksanaan proses pendaftaran maupun pengambilan dokumen, bagi WNI kita yang overstay di Jeddah, Riyadh Arab Saudi.
Djoko Suyanto membantah adanya ketidaksiapan dari aparat Indonesia dalam pengurusan dokumen SPLP. Menurutnya insiden di KJRI Jeddah terjadi karena ada provokasi pihak-pihak tertentu yang menyebarkan isu bahwa hari itu hari terakhir pengurusan dokumen SPLP. Sehingga jumlah orang yang mengajukan permohonan menjadi belasan ribu orang. Pihak KJRI menurut keterangan Menkopolhukan, mampu mengurus sekitar 5.000-6.000 dokumen SPLP per harinya.
Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa dalam kesempatan yang sama menjelaskan, pihak KJRI telah menambah jumlah loket layanan dari enam loket menjadi 24 loket.
"Saat ini yang kita sikapi adalah penambahan jumlah loket di perwakilan kita di KJRI Jeddah dan KBRI di Riyadh. Di Jeddah yang semula jumlah loketnya enam sekarang ditambah menjadi 24 loket. Lalu ada upaya jemput bola. Ketika para WNI kita sudah mengantri, teman-teman dari perwakilan mendatangi mereka untuk menanyakan segala rencana dan dokumentasi mereka," kata Menlu Marty.
Marty Natalegawa menambahkan, pihaknya saat ini tengah melobi pemerintah Arab Saudi untuk membuka loket-loket pengurusan dokumen di kota lain yang jumlah TKI nya cukup banyak. Lobi juga dilakukan untuk perpanjangan masa amnesty.
Penambahan petugas lanjut Marty, untuk pelayanan dokumen juga akan terus ditambah. Termasuk penambahan jumlah aparat keamanan Arab Saudi dari 10 orang menjadi 100 orang.
Farhan, salah seorang TKI yang berprofesi sebagai supir di Jeddah kepada VOA menjelaskan kondisi memprihatinkan para TKI dalam pengurusan dokumen SPLP.
"Kasihanlah melihat warga Indonesia yang mengantri dari malam subuh sampai malam lagi. 'Gak ada perhatian dari petugas KJRI. Khususnya para tenaga kerja wanita, ada yang mengantri dalam kondisi sakit bahkan hamil. Pihak KJRI tidak menyediakan tenda untuk mengantri. Padahal suhu udara panasnya berkisar antara 40 sampai 50 derajat celcius," kata Farhan. "Tolong perhatikan kami. Kepada pihak terkait tolong ketegasannya. Kita ini 'kan warga Indonesia juga. Urus kami dengan baik. Kita ini pahlawan devisa," lanjutnya.
Insiden di KJRI Jeddah menyebabkan satu orang petugas KJRI terluka dan seorang TKI bernama Marwah binti Hasan (59 tahun) asal Bangkalan, Jawa Timur, meninggal pada Minggu (9/6) karena kelelahan dan dehidrasi.
Kebijakan amnesti atau pemutihan dari pemerintah Arab Saudi terbuka hingga 3 Juli 2013. Kementerian Luar Negeri mengimbau agar warga Indonesia yang ingin memanfaatkan kebijakan tersebut agar tetap tenang dan mengikuti proses registrasi secara tertib.
"Diputuskan dibagi dua shift. Pada Selasa sampai Kamis itu khusus hanya untuk pendaftaran saja, kemudian diproses dulu oleh pemerintah Saudi. Sabtu sampai Senin, mulai jam enam pagi sampai selesai untuk proses pengambilan. Ini untuk memudahkan," kata Menkopolhukam, Djoko Suyanto.
"Pada hari ini (Senin 11/6) telah berangkat 20 orang ke Jeddah. Ditambah 10 orang dari direktorat jenderal Imigrasi untuk tenaga perbantuan sehingga shifting nya disana lebih mudah. Juga diberangkatkan Wakil menteri hukum dan HAM untuk memimpin langsung proses pendaftaran ulang ini, juga pengambilan dokumen," jelas Djoko Suyanto. Rombongan ini diperkuat satu orang TNI dari kementrian polhukam dan satu orang polri, untuk membantu pelaksanaan proses pendaftaran maupun pengambilan dokumen, bagi WNI kita yang overstay di Jeddah, Riyadh Arab Saudi.
Djoko Suyanto membantah adanya ketidaksiapan dari aparat Indonesia dalam pengurusan dokumen SPLP. Menurutnya insiden di KJRI Jeddah terjadi karena ada provokasi pihak-pihak tertentu yang menyebarkan isu bahwa hari itu hari terakhir pengurusan dokumen SPLP. Sehingga jumlah orang yang mengajukan permohonan menjadi belasan ribu orang. Pihak KJRI menurut keterangan Menkopolhukan, mampu mengurus sekitar 5.000-6.000 dokumen SPLP per harinya.
Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa dalam kesempatan yang sama menjelaskan, pihak KJRI telah menambah jumlah loket layanan dari enam loket menjadi 24 loket.
"Saat ini yang kita sikapi adalah penambahan jumlah loket di perwakilan kita di KJRI Jeddah dan KBRI di Riyadh. Di Jeddah yang semula jumlah loketnya enam sekarang ditambah menjadi 24 loket. Lalu ada upaya jemput bola. Ketika para WNI kita sudah mengantri, teman-teman dari perwakilan mendatangi mereka untuk menanyakan segala rencana dan dokumentasi mereka," kata Menlu Marty.
Marty Natalegawa menambahkan, pihaknya saat ini tengah melobi pemerintah Arab Saudi untuk membuka loket-loket pengurusan dokumen di kota lain yang jumlah TKI nya cukup banyak. Lobi juga dilakukan untuk perpanjangan masa amnesty.
Penambahan petugas lanjut Marty, untuk pelayanan dokumen juga akan terus ditambah. Termasuk penambahan jumlah aparat keamanan Arab Saudi dari 10 orang menjadi 100 orang.
Farhan, salah seorang TKI yang berprofesi sebagai supir di Jeddah kepada VOA menjelaskan kondisi memprihatinkan para TKI dalam pengurusan dokumen SPLP.
"Kasihanlah melihat warga Indonesia yang mengantri dari malam subuh sampai malam lagi. 'Gak ada perhatian dari petugas KJRI. Khususnya para tenaga kerja wanita, ada yang mengantri dalam kondisi sakit bahkan hamil. Pihak KJRI tidak menyediakan tenda untuk mengantri. Padahal suhu udara panasnya berkisar antara 40 sampai 50 derajat celcius," kata Farhan. "Tolong perhatikan kami. Kepada pihak terkait tolong ketegasannya. Kita ini 'kan warga Indonesia juga. Urus kami dengan baik. Kita ini pahlawan devisa," lanjutnya.
Insiden di KJRI Jeddah menyebabkan satu orang petugas KJRI terluka dan seorang TKI bernama Marwah binti Hasan (59 tahun) asal Bangkalan, Jawa Timur, meninggal pada Minggu (9/6) karena kelelahan dan dehidrasi.
Kebijakan amnesti atau pemutihan dari pemerintah Arab Saudi terbuka hingga 3 Juli 2013. Kementerian Luar Negeri mengimbau agar warga Indonesia yang ingin memanfaatkan kebijakan tersebut agar tetap tenang dan mengikuti proses registrasi secara tertib.