Tautan-tautan Akses

China Gelar Rapat Ekonomi di Tengah Kecemasan Pelemahan Konsumsi


Seorang karyawan sedang membersihkan mobil listrik Ora di sebuah pameran di Shanghai, China, 18 April 2023. (Foto: Ng Han Guan/AP Photo)
Seorang karyawan sedang membersihkan mobil listrik Ora di sebuah pameran di Shanghai, China, 18 April 2023. (Foto: Ng Han Guan/AP Photo)

Ketika China bersiap menggelar Sidang Pleno Ketiga untuk membahas langkah-langkah kebijakan ekonomi dan politik untuk 5-10 tahun ke depan, kekhawatiran yang semakin besar merebak terkait dampak yang ditimbulkan oleh negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia itu terhadap perdagangan global.

Pertemuan itu akan mengumpulkan para pemimpin Partai Komunis China di Beijing pada 15-18 Juli itu. Sidang akan berlangsung ketika Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (UE) menuduh Beijing membanjiri pasar luar negeri dengan barang-barang murah yang mengancam akan mendistorsi perdagangan dan menimbulkan kejutan ke pasar di seluruh dunia.

Pertemuan itu juga digelar ketika China sedang berjuang menghadapi berbagai tantangan mulai dari krisis pasar properti, hingga meningkatnya pengangguran dan melemahnya belanja konsumen.

AS telah menanggapi kekhawatiran tersebut dengan menerapkan tarif baru pada berbagai barang, mulai dari aluminium dan baja hingga kendaraan listrik, atau kendaraan listrik, dan panel surya. UE juga baru-baru ini mengumumkan tarif untuk kendaraan listrik.

Awal pekan ini, hanya beberapa hari sebelum pertemuan tersebut, Jay Shambaugh, Wakil Menteri Urusan Internasional Departemen Keuangan AS, meminta Beijing mengatasi masalah kelebihan kapasitas.

“Kami semakin khawatir bahwa ketidakseimbangan makroekonomi dan kebijakan serta praktik non-pasar yang berkepanjangan di China menimbulkan risiko yang signifikan bagi pekerja dan dunia usaha di Amerika Serikat dan seluruh dunia,” kata Shambaugh dalam acara Dewan Hubungan Luar Negeri (Council on Foreign Relations) pada Rabu (10/7).

Shambaugh juga mengakui betapa tingginya tingkat tabungan dan rendahnya tingkat konsumsi merupakan kontributor utama mengapa China mengalami ketidakseimbangan makroekonomi yang begitu besar.

Para pekerja sedang mengerjakan produk aluminium di sebuah pabrik di Huaibei, Provinsi Anhui, China, 30 Januari 2023. (Foto: AFP)
Para pekerja sedang mengerjakan produk aluminium di sebuah pabrik di Huaibei, Provinsi Anhui, China, 30 Januari 2023. (Foto: AFP)

Namun, para analis mengatakan kecil kemungkinannya bahwa Beijing akan mengubah pendekatannya yang mengutamakan ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi selama Sidang Pleno Ketiga, yang akan mengumpulkan pejabat tingkat tinggi partai komunis dan dipimpin oleh Presiden Xi Jinping.

Alexander Davey, analis di Mercator Institute for China Studies, mengatakan bahwa untuk saat ini, Beijing tampaknya tidak khawatir dengan melandainya belanja konsumen di China dan lebih fokus pada pertumbuhan ekonomi.

“Meningkatkan konsumsi rumah tangga atau memberikan stimulus tidak masuk dalam rencana China,” katanya kepada VOA.

“Mereka [China] melihat upaya ke depan adalah melalui terobosan teknologi, dengan menawarkan sesuatu yang belum dikembangkan oleh AS atau Eropa…[yang] memungkinkan mereka menjadi yang teratas dalam rantai nilai dan menjadi pemimpin serta menentukan harga barang yang mereka kembangkan."

Pleno Ketiga sebelumnya telah digunakan untuk mengumumkan reformasi ekonomi seperti Deng Xiaoping yang mengumumkan pembukaan perekonomian China pada 1978, dan penguatan lebih lanjut ekonomi pasar sosialis pada 1993 oleh Jiang Zemin. Pada 2013, Xi Jinping berjanji untuk menyerahkan perekonomian kepada kekuatan pasar.

Inisiatif Baru untuk Dorong Konsumsi

Dalam upayanya untuk meningkatkan belanja konsumen dan memulai kembali perekonomian China setelah serangkaian kuncitara atau lockdown ketat selama pandemi COVID, China telah meluncurkan sejumlah inisiatif untuk meningkatkan konsumsi.

Pada April, Beijing mengumumkan program tukar-tambah barang yang ambisius. Pemerintah China berharap rencana itu akan menghasilkan belanja sebesar $29,3 miliar dan meningkatkan produksi domestik bruto (PDB) negara secara keseluruhan hingga 0,5 persen. Rencana tersebut memungkinkan konsumen untuk menukar mobil dan peralatan rumah tangga lama mereka dengan yang lebih baru dan lebih ramah lingkungan.

Orang-orang berbelanja di Taikoo Li Sanlitun, di Beijing, China, 2 Juli 2024. (Foto: Vincent Thian/AP Photo)
Orang-orang berbelanja di Taikoo Li Sanlitun, di Beijing, China, 2 Juli 2024. (Foto: Vincent Thian/AP Photo)

Program-program tersebut bertujuan untuk membuat konsumen membelanjakan lebih banyak uang dan mendukung upaya China untuk menjadi lebih ramah lingkungan. Namun menurut Alicia Garcia-Herrero, kepala ekonom Asia Pasifik di bank investasi Prancis Natixis, program tersebut relatif tidak berhasil.

“Program dukungan pembelian mobil dan sebagainya sejauh ini cukup mengecewakan,” ujarnya menanggapi pertanyaan VOA melalui WhatsApp. “Beberapa subsidi telah hilang karena situasi fiskal pemerintah daerah yang sangat mengkhawatirkan.”

Garcia-Herrero mengatakan bahwa dengan banyaknya ketidakpastian mengenai situasi secara keseluruhan terkait perekonomian China dan ketegangan geopolitik, sulit untuk mendorong masyarakat untuk membelanjakan lebih banyak uang.

Tabungan Bertujuan Dukung Masyarakat Miskin

Davey setuju bahwa perspektif memainkan peran besar dalam memahami bagaimana China akan bergerak maju.

Di China, tambahnya, “ini adalah tentang mendorong orang-orang miskin dan benar-benar menekan orang-orang yang sangat kaya.”

Sementara itu, Garcia-Herrero berharap Chinaakan terus mengembangkan teknologinya dan melirik pasar ekspor untuk pertumbuhan ekonomi.

Dia mengatakan bahwa "peningkatan pendapatan rumah tangga memang diperlukan, tetapi masalahnya adalah China telah menaikkan upah sejak 2010 hingga 2018 atau lebih di atas produktivitas. Saat ini hal tersebut tidak mungkin dilakukan... China harus terus mengekspor, ini adalah jalan keluarnya." [ft/ah]

XS
SM
MD
LG