Kementerian Luar Negeri China, Kamis (25/3), menyatakan tuduhan mengenai kerja paksa di Xinjiang merupakan “kebohongan jahat” dengan tujuan “mendiskreditkan citra China, melemahkan keamanan dan stabilitas Xinjiang dan membatasi pembangunan China.”
Pernyataan itu muncul setelah Partai Komunis yang berkuasa dan warganet mengecam H&M dan merek busana serta alas kaki lainnya yang mengkritik catatan HAM China di kawasan tersebut, serta sanksi-sanksi Barat terhadap para pejabat China yang dituduh melanggar HAM di Xinjiang.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Hua Chunying, Kamis (25/3), mengacu pada sejarah perbudakan di AS, dengan menunjukkan foto hitam putih, yang ia katakan ia “lihat di Internet,” memperlihatkan warga kulit hitam yang bekerja di ladang kapas.
Hua kemudian membandingkannya dengan foto berwarna mengenai pemetik kapas dan mengatakan bahwa 40 persen panen kapas dilakukan oleh mesin di Xinjiang, seraya mengklaim bahwa karena itu, kerja paksa “tidak eksis” di provinsi tersebut.
Kecaman terbaru dimulai sewaktu Liga Pemuda Partai Komunis pada hari Rabu (24/3) di akun media sosialnya meminta perhatian ke sebuah pernyataan H&M pada Maret 2020 bahwa perusahaan itu akan berhenti membeli kapas dari Xinjiang di bagian barat laut China. Perusahaan ritel Swedia itu, dalam kata-kata yang juga digunakan oleh beberapa merek lainnya, mengatakan “sangat prihatin” mengenai berbagai laporan tentang kerja paksa di sana.
Hari Kamis, surat kabar partai, the Global Times, menyebut Burberry, Adidas, Nike dan New Balance membuat “pernyataan tajam” mengenai kapas Xinjiang sedini dua tahun silam. Sebuah laporan terpisah Global Times menyebut apa yang dikatakan sebagai pernyataan Zara bahwa perusahaan itu memiliki “pendekatan tanpa toleransi terhadap kerja paksa.”
Hari Kamis (25/3), produk-produk H&M tidak ditemukan di dua perusahaan ritel daring paling populer di China, TMall milik Alibaba Group dan JD.com.
Berbagai berita menyebutkan produk-produk itu disingkirkan karena kritik terbuka mengenai pernyataan terkait Xinjiang. Juru bicara Alibaba dan JD tidak segera menanggapi permintaan untuk berkomentar.
Para pengguna internet menyebut merek Uniqlo dari Jepang dan The Gap dari AS sebagai kemungkinan pelanggar lainnya. Tidak jelas berapa banyak akun internet itu yang dimiliki oleh masyarakat umum dan berapa banyak yang dioperasikan oleh perangkat propaganda partai berkuasa yang sangat besar.
“Pasar China di sini. Kami tidak memerlukan paksaan,” kata Hua. “Tetapi satu hal yang jelas, rakyat China tidak membiarkan sejumlah orang asing memakan beras China dan kemudian menghancurkan panci China.” [uh/ab]