Tautan-tautan Akses

Dalai Lama: Para pemimpin China 'Tak Pahami Keragaman Budaya'


Pemimpin spiritual Tibet, Dalai Lama, melambai kepada orang banyak saat peresmian kuil Thupten Shedrub Ling di pinggiran Huy, Belgia, 29 Mei 2006. (Foto: REUTERS/Thierry Roge)
Pemimpin spiritual Tibet, Dalai Lama, melambai kepada orang banyak saat peresmian kuil Thupten Shedrub Ling di pinggiran Huy, Belgia, 29 Mei 2006. (Foto: REUTERS/Thierry Roge)

Pemimpin spiritual Tibet, Dalai Lama, pada Rabu mengkritik para pemimpin China dengan mengatakan mereka "tidak memahami keragaman budaya yang berbeda" yang ada di negara tersebut dan mengatakan bahwa etnis mayoritas Han di China terlalu banyak memegang kendali.

Namun Dalai Lama juga mengatakan dia tidak menentang "saudara dan saudaridari China" sebagai sesama manusia dan dia secara luas mendukung ide-ide di balik Komunisme dan Marxisme.

Reuters, Rabu (10/11), melaporkan Dalai Lama yang berusia 86 tahun itu mengatakan hal ini dalam rangka menjawab pertanyaan tentang apakah komunitas internasional harus mempertimbangkan untuk memboikot Olimpiade Musim Dingin Beijing karena penindasan terhadap minoritas, termasuk mereka yang berada di wilayah barat Xinjiang.

Pemimpin spiritual Tibet, Dalai Lama, menjawab pertanyaan saat memberikan wawancara di Brussels 3 Desember 2008. (Foto: REUTERS/Thierry Roge)
Pemimpin spiritual Tibet, Dalai Lama, menjawab pertanyaan saat memberikan wawancara di Brussels 3 Desember 2008. (Foto: REUTERS/Thierry Roge)

"Saya tahu para pemimpin Partai Komunis sejak Mao Zedong. Ide-ide mereka bagus. Namun kadang-kadang mereka melakukan banyak kontrol yang ekstrem dan ketat," katanya dari markasnya di India. Ia menambahkan bahwa mungkin hal tersebut akan berubah di bawah pemimpin generasi baru.

"Mengenai Tibet dan juga Xinjiang, kami memiliki budaya kami sendiri yang unik, sehingga para pemimpin Komunis China yang berpikiran sempit, mereka tidak memahami keragaman budaya yang berbeda."

Memperhatikan bahwa China tidak hanya terdiri dari orang-orang etnis Han tetapi juga kelompok-kelompok lain yang berbeda, ia menambahkan: "Pada kenyataannya, terlalu banyak kontrol dilakukan oleh orang-orang Han."

China menguasai Tibet setelah pasukannya memasuki wilayah itu pada 1950 dalam aksi yang disebut "pembebasan damai". Tibet sejak itu menjadi salah satu daerah yang paling dibatasi dan sensitif di negara itu.

Pengunjung mengambil foto di alun-alun umum di dasar Istana Potala dekat mural besar yang menggambarkan para pemimpin China di Lhasa. (Foto: AP)
Pengunjung mengambil foto di alun-alun umum di dasar Istana Potala dekat mural besar yang menggambarkan para pemimpin China di Lhasa. (Foto: AP)

Beijing menganggap Dalai Lama, yang melarikan diri ke India pada 1959 setelah pemberontakan yang gagal melawan pemerintahan China, sebagai "pembelot" atau separatis yang berbahaya. Dia telah bekerja selama beberapa dekade untuk menarik dukungan global untuk pemberlakuan otonomi linguistik dan budaya di Tanah Airnya yang letaknya terpencil dan diapit oleh pegunungan itu.

Dalai Lama mengatakan ia mendukung ide-ide Komunisme dan Marxisme, sambil tertawa ketika dia menceritakan sebuah anekdot tentang bagaimana dia pernah berpikir untuk bergabung dengan Partai Komunis tetapi ia lalu diperingatkan oleh seorang temannya agar tidak bergabung.

'CUKUP LEMBUT'

Ketika ditanya tentang Taiwan, yang menjadi pusat ketegangan militer yang meningkat di kawasan itu, dia mengatakan bahwa dia pikir pulau tersebut adalah gudang sebenarnya dari budaya dan tradisi China kuno sejak wilayah China daratan "terlalu dipolitisasi.”

"Secara ekonomi Taiwan banyak mendapat bantuan dari China daratan," katanya. "Dan budaya, budaya China, termasuk agama Buddha, saya pikir saudara dan saudari dari China daratan dapat belajar banyak dari saudara dan saudari Taiwan."

Meskipun Dalai Lama mengatakan dia tidak punya rencana untuk bertemu dengan pemimpin China, Xi Jinping, dia mengatakan ingin mengunjungi negara itu lagi untuk melihat teman-teman lama karena "Saya semakin tua" - tetapi akan menghindari Taiwan karena hubungan antara negara itu dan China "cukup lembut.”

"Saya lebih suka tinggal di sini di India, dengan damai," katanya, memuji India sebagai pusat kerukunan beragama - meskipun ada keluhan dari umat Islam dalam beberapa tahun terakhir. [ah/rs]

Recommended

XS
SM
MD
LG