Sewaktu Presiden Suriah Bashar Al-Assad mengkonsolidasikan kekuatannya atas sejumlah wilayah yang direbut dari kelompok pemberontak Suriah dengan bantuan Iran dan Rusia, sebagian pengamat menuduh proksi yang didukung Iran telah mulai melampaui mandat sesungguhnya. Hal tersebut mungkin akan mendorong tindakan langsung dari Suriah dan Rusia untuk mengendalikan meningkatnya pengaruh Iran di Suriah.
“Kontribusi Iran untuk mengalahkan kampanye terhadap Assad sangat penting, tetapi mereka umumnya telah mencapai tujuan itu, dan kini mereka berada dalam situasi baru dimana kehadiran Iran dalam beberapa hal justru memperumit pertimbangan Rusia dan Suriah. Ini belum mencakup keprihatinan Israel dan Amerika,” ujar Geoffrey Aronson, analis di Institut Timur Tengah kepada VOA.
Aronson, yang juga presiden Mortons Group, sebuah perusahaan konsultan yang berkantor di Washington DC, menambahkan bahwa seluruh pihak memahami aturan main yang tidak tertulis. Namun, aturan-aturan ini masih belum stabil dan mendorong berbagai upaya yang telah terlibat di sebagian Iran dan upayanya untuk memperluas pengaruh di Suriah.
Pengaruh Iran di Suriah Meningkat, Israel Resah
Meningkatnya pengaruh Iran di Suriah juga telah menimbulkan keprihatinan Israel, yang memiliki perbatasan dengan Suriah dan tidak ingin Iran menimbulkan ketidakstabilan di kawasan itu.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu minggu lalu terbang ke Moskow untuk bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin guna membahas stabilitas di kawasan itu dan keamanan nasional Israel, khususnya di sepanjang perbatasan negara itu dengan Suriah.
Pesan Khusus Ali Khamenei
Ali Akbar Velayati, penasehat tinggi Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei, juga terbang ke Rusia minggu lalu dan bertemu dengan Putin, dan ia dilaporkan menyampaikan pesan dari Khamenei.
Setelah pertemuan itu Velayati mengatakan Iran menghargai hubungan dengan Rusia dan akan melanjutkan kerja samanya dengan negara itu di Suriah.
Pertemuan-pertemuan itu berlangsung menjelang KTT antara Presiden Donald Trump dan Presiden Vladimir Putin di Helsinki, Finlandia. Kedua pemimpin dilaporkan membahas sejumlah isu global, termasuk upaya Iran menimbulkan ketidakstabilan di kawasan itu.
Dalam konferensi pers bersama dengan Putin, Trump mengatakan Amerika tidak akan mengijinkan Iran memanfaatkan keberhasilan kampanye melawan ISIS di kawasan itu.
“Saya juga menekankan pentingnya menekan Iran untuk menghentikan ambisi nuklirnya, dan untuk menghentikan kampanye lewat jalan kekerasan di seluruh kawasan itu, termasuk di Timur Tengah,” ujar Trump.
Menjelang pertemuan Trump-Putin itu, para pakar dan pejabat Amerika telah menunjukkan optimisme bahwa Rusia akan membantu Amerika mengendalikan Iran di Suriah.
Menteri Luar Negeri Amerika Mike Pompeo bulan lalu mengatakan kepada Kongres bahwa ia akan “memberikan pujian” jika Rusia dapat mengusir Iran keluar dari Suriah.
“Pemerintah Amerika telah mengalihkan fokus dari “Assad harus mundur” menjadi “Iran harus keluar” dari Suriah, dan ketika bicara tentang Suriah maka ini merupakan garis kebijakan utama pemerintah. Ini bukan soal Assad, ini bukan soal rezim itu,” ujar Hanin Ghaddar, seorang pakar di Washington Institute for Near East Policy kepada VOA.
Namun demikian pejabat-pejabat Rusia mengatakan mengharapkan Rusia dapat menekan Iran merupakan permintaan yang tidak masuk akal.
Rusia : Tekan Iran Mundur dari Suriah Tak Realistis
Juru bicara Putin, Dmitry Peskov, minggu lalu membantah laporan media yang mengatakan bahwa Rusia mungkin akan menekan Iran untuk mundur dari Suriah.
“Ketika laporan-laporan mengatakan kedua negara membahas sebuah negara ketiga dan membuat keputusan-keputusan tentang hal itu, maka ini sangat tidak realistis,” ujar Peskov.
Hanin Ghaddar yakin isu sebenarnya adalah apakah Rusia benar-benar ingin menyudahi pengaruh Iran di Suriah.
“Rusia masih membutuhkan Iran di Suriah karena Rusia tidak mengendalikan wilayah yang dikendalikan Iran, dan ini adalah faktor yang digunakan Iran,” ujar Ghaddar kepada VOA. Ditambahkannya bahwa kepentingan Rusia dan Iran di beberapa daerah di Suriah dapat saling tumpang tindih, tetapi tetap berbeda.
Ghaddar menegaskan bahwa Rusia menanamkan investasi di badan-badan pemerintahan dan kepresidenan Suriah, sementara Iran menerapkan strategi untuk membentuk institusi yang serupa dengan Hezbollah di Lebanon.
“Di Suriah mereka memahami bahwa ketika institusi paralel mereka mulai menembus institusi negara, ini adalah garis merah bagi Rusia,” kata Ghaddar menambahkan.
Situasi Suriah Masih Sangat Rumit
Beberapa negara di kawasan itu juga mulai menyadari bahwa Assad sebaiknya memang masih menjabat di Suriah, ketika rezim itu memperoleh kembali kendali atas sebagian besar wilayah yang hilang direbut kelompok pemberontak dalam perang saudara mulai 2011, dan ketika kelompok ISIS muncul 2014.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu minggu lalu mengatakan Israel tidak memiliki konflik kepentingan dengan rezim Assad terkait pengerahan kekuatan dan stabilitas di negara itu.
“Apa yang mengganggu kami adalah ISIS dan Hezbollah, dan ini tidak berubah. Inti masalah ini adalah melestarikan kebebasan kami untuk mengambil tindakan terhadap siapapun yang menentang kami. Kedua, mengusir Iran dari wilayah Suriah,” ujar Netanyahu di Moskow.
Situasi antara Israel dan Iran memuncak Mei lalu setelah Israel menuduh Iran menembakkan rudal ke Dataran Golan, yang kemudian memicu Israel melancarkan serangan udara sebagai pembalasan.
Selama beberapa bulan terakhir pesawat-pesawat jet Israel menarget sejumlah sasaran Iran di Suriah, terutama pangkalan udara T4 yang terletak di Homs, di bagian tengah Suriah, yang dilaporkan menjadi lokasi unit Korps Pasukan Revolusioner Iran IRGC. [em/al]