Mohammed al-Dalu, sukarelawan Heroic Hearts, mengatakan dapur umum yang dikelolanya semakin kesulitan menjalankan operasinya dari hari ke hari.
“Kami mendirikan badan amal ini pada awal perang. Kami di sini membuat makanan dan menyediakannya secara gratis untuk saudara-saudara kami yang mengungsi. Kami telah melalui keadaan sulit dalam menyediakan makanan kepada masyarakat. Awalnya kami pakai gas, tapi kemudian gasnya padam, kami mulai pakai kayu bakar. Kayu bakar menjadi mahal. Kami tidak bisa mendapatkannya lagi. Apalagi, gas dan kayu bakar kini tidak tersedia. Kami mulai menghadapi banyak tantangan,” jelasnya.
Al-Dalu mengatakan dapur umum ini biasanya membuat sepuluh makanan berbeda setiap harinya. Namun karena kurangnya pasokan dan meningkatnya harga-harga, kini mereka hanya membuat dua jenis makanan yaitu mujadara (hidangan berbahan dasar kacang lentil) dan pasta.
Ia mengaku sedih bila ada anak yang datang dan berkata “Saya ingin nasi dan ayam” karena ia tidak bisa memenuhi permintaan itu.
“Orang-orang datang ke sini dan terpaksa menerima apa adanya. Pasalnya mereka tidak bisa membeli makanan. Anda berbicara tentang makan tiga kali sehari yang Anda butuhkan untuk bisa hidup. Masyarakat di sini hanya mengandalkan satu kali makan sehari, yang mereka peroleh dari kami. Kami takut suatu hari nanti, jika perang terus berlanjut, kami akan tutup. Orang-orang yang bergantung pada kami, bagaimana mereka akan makan? Bagaimana mereka akan minum?,” sebutnya.
Iman al-Aswad, seorang pengungsi yang biasa datang ke dapur umum Heroic Hearts, mengaku pasrah menerima keadaan ini. “Kami datang ke sini untuk makan dan minum. Kami makan dan mendapatkan makanan dari kacang lentil karena kami tidak dapat menemukannya di mana-mana. Segalanya mahal dan kami tidak punya uang. Situasinya lemah dan seluruh rakyat lelah,” jelasnya.
Hampir lima bulan setelah serangan udara dan darat Israel di Jalur Gaza yang disusul pengungsian massal, kekurangan pangan yang akut telah menyebabkan apa yang digambarkan oleh PBB sebagai krisis nutrisi, bagian dari bencana kemanusiaan yang lebih luas.
Penyaluran bantuan ke wilayah kantong Palestina itu telah nyaris terhenti, dengan hanya sebagian kecil dari makanan yang dibutuhkan yang masuk dan sangat sedikit yang menjangkau wilayah utara dimana rumah-rumah sakit mengatakan anak-anak mulai meninggal karena kekurangan gizi.
Israel mengatakan pihaknya siap menerima lebih banyak bantuan melalui dua pos pemeriksaan di tepi selatan Gaza yang telah diizinkan dibuka, dan menyalahkan PBB dan badan-badan bantuan lainnya karena gagal mendistribusikannya secara lebih luas.
Badan-badan tersebut mengatakan mereka sulit mendistribusikannya karena tidak adanya hukum dan ketertiban menyusul serangan Israel. Mereka menyerukan agar Israel memberikan akses dan keamanan bagi distribusi makanan. [ab/uh]
Forum