Calon presiden Ganjar Pranowo meminta calon presiden Prabowo Subianto yang juga Menteri Pertahanan untuk menjelaskan rencana pembelian 12 jet tempur bekas dari Qatar. Hal tersebut disampaikan Ganjar dalam Debat Capres yang diselenggarakan KPU di Jakarta, Minggu (7/1). Ganjar mengatakan tidak setuju dengan rencana tersebut karena dapat membahayakan prajurit TNI.
"Kasihan prajurit, kalau pilotnya mesti dilatih 3 tahun dan pesawatnya bekas dan dia harus datang pelatihan lagi dengan risiko tinggi. Tentu itu sangat berbahaya," ujar Ganjar saat Debat Capres.
Ganjar menyampaikan pembelian Alat Utama Sistem Senjata Tentara Nasional Indonesia (Alutsista) memang membutuhkan kecukupan anggaran. Karena itu, ia akan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dapat mencapai 7 persen. Hal tersebut untuk bisa mengupayakan alokasi anggaran pertahanan menjadi 1 persen hingga 2 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Menurutnya, belanja pertahanan tersebut akan dilakukan secara proporsional, yaitu dimulai dari matra laut dan udara yang membutuhkan pembaruan Alutsista. Selain itu, Ganjar menyampaikan perlu bekerja sama dengan BUMN Pertahanan untuk belanja Alutsista seperti PT Pindad, PT PAL Indonesia, PT Dirgantara Indonesia, dan PT LEN Indonesia.
Tidak jauh berbeda, calon presiden Anies Baswedan juga mengkritik rencana pembelian pesawat bekas tersebut. Selain itu, ia juga mengingatkan agar belanja Alutsista dilakukan dengan bersih dan tidak melibatkan korporasi yang bermasalah.
"Dengan begitu maka bukan saja anggarannya efisien, tapi tidak bocor dalam belanja Alutsista," ujar Anies.
Anies sependapat dengan Ganjar untuk memanfaatkan sumber daya lokal dalam bidang pertahanan. Namun, ia berpendapat perlunya mendorong generasi baru untuk terus belajar ilmu dalam bidang Alutsista agar kondisi di dalam negeri dapat lebih maju pada masa mendatang.
Anies juga berpendapat bahwa pertahanan harus dapat menjawab tantangan kondisi terkini, antara lain serangan digital, perdagangan manusia, hingga narkoba. Karena itu, ia menilai perlu ada perubahan kebijakan pertahanan karena, menurutnya, Kementerian Pertahanan sekarang gagal menjawab persoalan tersebut.
Menanggapi itu, calon presiden sekaligus Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mengatakan alat perang seperti pesawat dan kapal memiliki usia pakai sekitar 25-30 tahun. Sedangkan 12 jet tempur bekas dari Qatar yang akan didatangkan masih berusia sekitar 15 tahun. Dengan ini, Prabowo ingin menyampaikan bahwa jet tempur dari Qatar masih bisa digunakan.
"Jadi bukan soal bekas dan tidak bekas, tapi usia pakai atau kemudaan. Misalnya pesawat Mirage 2000-5 di Qatar itu usia pakainya masih 15 tahun," jelas Prabowo.
Prabowo menambahkan opsi rencana pembelian pesawat bekas dilakukan karena pembelian pesawat baru harus menunggu waktu 3 tahun dan baru dapat beroperasi setelah 7 tahun. Karena itu, menurutnya pembelian pesawat bekas tersebut cukup masuk akal untuk menciptakan efek deteren atau efek gentar bagi negara-negara lain.
Peneliti: Prabowo Berkelit Soal Rencana Pembelian Pesawat Bekas
Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Diandra Megaputri Mengko menilai Prabowo Subianto, baik sebagai calon presiden atau menteri pertahanan, tidak menjawab pertanyaan publik tentang rencana pembelian pesawat bekas. Ia beralasan Prabowo tidak menjelaskan dasar dari rencana pembelian pesawat bekas tersebut.
Apalagi, rencana pembelian tersebut ditunda oleh Kementerian Pertahanan dengan alasan fiskal. Menurut Diandra, ini semakin membuktikan pembelian pesawat bekas ini tidak direncanakan dengan baik.
"Jadi yang menjadi masalah bukan baru atau tidak, tapi perencanaannya tidak matang. Dan itu yang menjadi pertanyaan, tapi tidak dijawab dalam debat ini. Lebih banyak menghindar, tidak hanya menjadi calon tapi juga Menhan," ujar Diandra kepada VOA, Minggu (7/1/2024).
Diandra juga menyoroti ketiga janji calon presiden yang sepakat untuk meningkatkan anggaran pertahanan. Menurut Diandra, anggaran pertahanan kerap menjadi lima besar dalam rencana pemerintah bersama anggaran pendidikan dan sosial. Karena itu, rencana kenaikan anggaran pertahanan juga dapat berdampak pada anggaran lainnya.
Tapi yang lebih penting, kata Diandra, penggunaan anggaran pertahanan tersebut dapat dilakukan secara transparan seperti tahun 2014. Menurutnya, pembahasan anggaran pertahanan di DPR cukup tertutup sehingga sulit mendapat pengawasan dari publik.
Selain itu, kata dia, penggunaan anggaran pertahanan juga perlu akuntabel karena riset dari Transparansi Indonesia masih menemukan potensi korupsi di Kementerian Pertahanan. [sm/ka]
Forum