Meskipun sebagian besar debat presiden Amerika yang kedua terfokus pada isu-isu domestik, Presiden Barack Obama dan penantangnya Mitt Romney memberi perhatian cukup besar pada Tiongkok. Keduanya menyampaikan keprihatinan mengenai kebijakan mata uang, perdagangan, dan bagaimana perekonomian kedua terbesar dunia itu merupakan bagian dari rencana pensiun mereka.
Mitt Romney berjanji untuk mengambil pendekatan yang lebih keras terhadap Tiongkok jika terpilih. Ia mengatakan, “Tiongkok telah menjadi manipulator mata uang selama bertahun-tahun, dan Presiden Obama punya kesempatan untuk mencap mereka sebagai manipulator mata uang, tetapi menolak melakukannya. Jika terpilih, sejak hari pertama saya akan mencap Tiongkok sebagai manipulator mata uang. Jika diperlukan saya akan memberlakukan pungutan cukai,. Bisa saya simpulkan, Tiongkok beruntung secara tidak adil.”
Tetapi, Presiden Obama berpendapat, pendekatan pemerintahnya memberi hasil.
“Sejauh mengenai penipuan mata uang, nilai tukar mata uangTiongkok sebenarnya telah naik 11 persen sejak saya menjadi presiden, karena kita menekan mereka dengan keras. Itu sebabnya ekspor meningkat tajam di bawah kepemimpinan saya. Itu akan membantu menciptakan lapangan kerja di sini,” ujar Presiden Obama.
Meski kerap ada kecaman keras selama debat tersebut, dalam penjelasan singkatnya di Beijing, Juru Bicara Kementrian Luar Negeri Tiongkok Hong Lei menanggapinya secara lunak. Ketika ditanya mengenai kecaman dan persepsi mengenai Tiongkok di Amerika, Hong Lei memfokuskan pada peluang yang dihasilkan pembangunan Tiongkok bagi kedua negara.
Hong Lei mengatakan, Tiongkok berharap politisi dari Partai Demokrat dan Republik di Amerika bisa memandang perkembangan Tiongkok dengan cara-cara yang adil dan obyektif dan secara aktif mendukung pertumbuhan hubungan Tiongkok dengan Amerika. Ia juga mengatakan, Tiongkok berharap para kandidat menyadari keuntungan bersama dari hubungan bisnis Tiongkok denganAmerika.
Hong Lei secara tegas menyangkal Tiongkok memanipulasi mata uangnya dan menambahkan, ia berharap setelah pemilu para kandidat presiden Amerika akan mengikhtiarkan lebih banyak usaha untuk menumbuhkan kepercayaan antara kedua negara.
Namun, ada indikasi baru memudarnya kepercayaan antara Amerika dan Tiongkok setelah serangkaian kemacetan kebijakan mengenai isu-isu, seperti praktik perdagangan, catatan HAM Tiongkok, dan apa yang disebut “poros” strategi Amerika untuk Asia. Survei terbaru yang dirilis oleh Pusat Riset Pew menunjukkan keragu-raguan mengenai hubungan dengan Amerika meningkat dalam masyarakat Tiongkok.
Survei itu melaporkan bahwa popularitas Amerika dan Presiden Obama menurun drastic, dan persentase orang Tiongkok yang menggambarkan hubungan negara mereka dengan Amerika sebagai sebuah kemitraan telah merosot dari 68 persen menjadi 39 persen.
Mitt Romney berjanji untuk mengambil pendekatan yang lebih keras terhadap Tiongkok jika terpilih. Ia mengatakan, “Tiongkok telah menjadi manipulator mata uang selama bertahun-tahun, dan Presiden Obama punya kesempatan untuk mencap mereka sebagai manipulator mata uang, tetapi menolak melakukannya. Jika terpilih, sejak hari pertama saya akan mencap Tiongkok sebagai manipulator mata uang. Jika diperlukan saya akan memberlakukan pungutan cukai,. Bisa saya simpulkan, Tiongkok beruntung secara tidak adil.”
Tetapi, Presiden Obama berpendapat, pendekatan pemerintahnya memberi hasil.
“Sejauh mengenai penipuan mata uang, nilai tukar mata uangTiongkok sebenarnya telah naik 11 persen sejak saya menjadi presiden, karena kita menekan mereka dengan keras. Itu sebabnya ekspor meningkat tajam di bawah kepemimpinan saya. Itu akan membantu menciptakan lapangan kerja di sini,” ujar Presiden Obama.
Meski kerap ada kecaman keras selama debat tersebut, dalam penjelasan singkatnya di Beijing, Juru Bicara Kementrian Luar Negeri Tiongkok Hong Lei menanggapinya secara lunak. Ketika ditanya mengenai kecaman dan persepsi mengenai Tiongkok di Amerika, Hong Lei memfokuskan pada peluang yang dihasilkan pembangunan Tiongkok bagi kedua negara.
Hong Lei mengatakan, Tiongkok berharap politisi dari Partai Demokrat dan Republik di Amerika bisa memandang perkembangan Tiongkok dengan cara-cara yang adil dan obyektif dan secara aktif mendukung pertumbuhan hubungan Tiongkok dengan Amerika. Ia juga mengatakan, Tiongkok berharap para kandidat menyadari keuntungan bersama dari hubungan bisnis Tiongkok denganAmerika.
Hong Lei secara tegas menyangkal Tiongkok memanipulasi mata uangnya dan menambahkan, ia berharap setelah pemilu para kandidat presiden Amerika akan mengikhtiarkan lebih banyak usaha untuk menumbuhkan kepercayaan antara kedua negara.
Namun, ada indikasi baru memudarnya kepercayaan antara Amerika dan Tiongkok setelah serangkaian kemacetan kebijakan mengenai isu-isu, seperti praktik perdagangan, catatan HAM Tiongkok, dan apa yang disebut “poros” strategi Amerika untuk Asia. Survei terbaru yang dirilis oleh Pusat Riset Pew menunjukkan keragu-raguan mengenai hubungan dengan Amerika meningkat dalam masyarakat Tiongkok.
Survei itu melaporkan bahwa popularitas Amerika dan Presiden Obama menurun drastic, dan persentase orang Tiongkok yang menggambarkan hubungan negara mereka dengan Amerika sebagai sebuah kemitraan telah merosot dari 68 persen menjadi 39 persen.