Perserikatan Bangsa-Bangsa mencatat sudah sebanyak delapan juta orang mengungsi akibat perang antar para jenderal di Sudan.
Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi Filippo Grandi meminta para donor internasional membuka dompet mereka untuk memerangi krisis tersebut, dan menggambarkan situasinya sebagai “serius”.
“Penanganan pengungsi di Sudan tidak memiliki pendanaan yang cukup. Seperti yang terjadi di banyak negara. Para pengungsi tidak mendapat cukup makanan atau obat-obatan atau perlindungan,” ujar Grandi dalam konferensi pers hari Rabu (31/1) di Ethiopia.
Menurut Grandi, konflik di Sudan mengalami peningkatan baik dari segi intensitasnya maupun dampaknya terhadap warga sipil.
Sejak April 2023 lalu, delapan juta orang telah mengungsi dari rumah mereka di Sudan, sementara lebih dari 1,5 juta orang mengungsi ke enam negara tetangga.
Upaya diplomatik untuk mengakhiri kekerasan terus berlanjut setelah sejumlah gencatan senjata dilanggar.
Grandi yang kemudian mengunjungi Sudan meminta para donor untuk meningkatkan dukungan untuk mengatasi banjir pengungsi ini, serta memperingatkan bahwa baru 40 persen dana yang tersedia untuk hal itu.
Kejahatan Perang
Menurut kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA), pada 21 Januari lalu, jumlah orang yang mengungsi mencapai 7,6 juta orang. Setengah dari para pengungsi itu adalah anak-anak.
Lebih dari 100.000 orang mengungsi ke Ethiopia. Hingga 21 Januari lalu, lebih dari 500.000 pengungsi tercatat melintasi perbatasan Sudan ke Sudan Selatan.
Perang yang berkecamuk di ibukota Khartoum telah menewaskan ribuan orang. Pemerintah Sudan yang beraliansi dengan militer bulan ini menolak undangan menghadiri KTT Blok Afrika Timur IGAD, dan menangguhkan keanggotaannya dalam kelompok tersebut karena terlibat dengan Daglo. [ti/jm]
Forum