Demonstrasi sekitar 2 ribu massa di Yogyakarta, Kamis siang (8/10), berakhir dengan kerusuhan. Sejumlah kendaraan polisi dirusak, sementara sejumlah sepeda motor dan sebuah restoran legendaris di pusat kota terbakar. Massa juga terlibat bentrokan berulang di halaman Gedung DPRD DIY, Jalan Malioboro.
Kepala Kepolisian Resor Kota Yogyakarta, Kombes Pol Purwadi Wahyu Anggoro mengaku tidak paham apa kemauan para demonstran. Dialog dengan wakil rakyat sudah siap diakomodir, tetapi justru cara kekerasan yang kemudian diambil.
“Kita sudah berusaha persuasif, mereka malah merusak, kita nggak tahu tujuannya apa. Polisi dari awal sudah menemui, mengajak komunikasi, dari pihak TNI juga mengajak komunikasi, termasuk dari Wakil Ketua DPRD sudah mengajak komunikasi tetapi tetap saja mereka merusak. Ini kita tidak tahu seperti apa, tugas kami hanya mengamankan saja,” kata Purwadi.
Setidaknya ada tiga gelombang massa teridentifikasi bergerak menuju pusat kota. Kelompok mahasiswa berkumpul di Bundaran Universitas Gadjah Mada (UGM) dan mulai bergerak menjelang tengah hari. Massa buruh juga melakukan konsolidasi sendiri. Sementara sisanya adalah massa campuran.
Sebagian massa juga berkumpul di Tugu Yogya. Orasi-orasi juga dilakukan, dengan tuntutan yang senada dengan apa yang disampaikan para demonstran yang hari ini turun, yaitu pembatalan UU Cipta Kerja. Massa kemudian berkumpul dengan kelompok pendemo lain dan bersama-sama menuju ke pusat kota. Agenda awal yang sempat direncanakan adalah aksi damai, dengan salah satu pertemuan akan digelar bersama Gubernur DI Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono X.
Awalnya demonstrasi berjalan damai. Ketegangan mulai terjadi di pintu gerbang Gedung DPRD DI Yogyakarta selepas tengah hari. Hingga sore, bentrokan berulang terjadi dan konsentrasi massa beberapa kali terpecah, menuju ke kawasan sekitar gedung dewan.
Dalam bentrokan lanjutan, aksi lempar batu dan benda-benda lain akhirnya merembet. Sebuah restoran legendaris yang persis berada di samping DPRD DIY dibakar massa. Tidak jelas siapa yang melakukan pembakaran. Empat mobil pemadam kebakaran yang datang kemudian, tidak mampu menyelamatkan restoran itu.
Wakil Ketua DPRD DIY, Huda Tri Yudiana sempat meminta massa menenangkan diri di tengah kericuhan. Namun suaranya tenggelam dan tidak dihiraukan demonstran.
“Kami sungguh tidak berharap kerusuhan ini berlangsung lebih lama lagi. Kami minta rekan-rekan melakukan demonstrasi dengan murni dan segera membubarkan diri. Kerusuhan ini tidak sesuai dengan karakter masyarakat Yogyakarta. Kami siap menerima semua aspirasi rekan-rekan. Kami mendukung semua yang menjadi tuntutan rekan-rekan tentang pencabutan UU Cipta Kerja,” kata Huda.
Aparat keamanan menurunkan sekitar 900 personel gabungan dari berbagai unsur. Sebagian dari mereka nampak mengalami luka, begitupun sejumlah massa pendemo. Polisi juga menangkap belasan orang yang diduga melakukan aksi kekerasan, termasuk merusak kendaraan dan pembakaran. Sejumlah tulisan bernada kasar yang menyebut nama Presiden Jokowi dan Ketua DPR Puan Maharani juga dicoretkan demonstran di bagian depan gedung utama DPRD DI Yogyakarta.
Kapolresta Yogyakarta, Kombes Pol Purwadi Wahyu Anggoro menyesalkan aksi anarkis ini. Selain tidak sesuai dengan kultur masyarakat Yogya, dia juga mengingatkan bahwa aksi demo besar tahun 1998 pun berjalan sangat damai. Patut disesalkan kali ini justru kerusuhan terjadi, tepat di tengah kota.
Secara khusus, Gubernur DI Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono X menyampaikan permintaan pada Kamis malam, agar masyarakat tidak berbuat anarkis.
“Yogyakarta dengan masyarakatnya tidak pernah punya itikad untuk membangun anarki untuk aktivitas yang dilakukan oleh kelompok-kelompok masyarakat. Saya, Hamengkubuwono X menghimbau dan berharap, pada warga, kelompok masyarakat, bukan karakter kita untuk berbuat anarkis di kotanya sendiri,” ujar Sultan. [ns/ab]