Pasukan keamanan di Kedutaan Besar AS di Baghdad, Selasa (31/12) melontarkan gas air mata untuk menghadapi para demonstran yang mendobrak pagar luar kompleks tersebut sewaktu mereka berkumpul untuk mengutuk serangan udara AS yang menarget milisi yang didukung Iran di Irak dan Suriah.
Sebagian dari ribuan demonstran itu menyulut api, melemparkan batu dan melambai-lambaikan bendera sebagai dukungan terhadap kelompok-kelompok milisi.
Serangan hari Minggu itu memicu kemarahan dan kritik dari para pejabat tinggi Irak, tetapi AS membela tindakannya dan memperingatkan mungkin akan menyerang lagi.
“Kami tidak akan membiarkan Iran lolos dengan menggunakan kekuatan proksi untuk menyerang kepentingan-kepentingan Amerika,” kata seorang pejabat senior Departemen Luar Negeri kepada wartawan, Senin (30/12), yang menjelaskan bahwa serangan itu bersifat defensif.
Serangan udara AS yang menarget fasilitas gudang senjata Kataib Hizbullah serta lokasi-lokasi komando dan kontrolnya di Irak dan Suriah Timur telah menewaskan sedikitnya 25 orang dan mencederai puluhan lainnya.
Para Pejabat AS Bela Serangan Udara
Para pejabat AS menyatakan serangan itu merupakan tanggapan atas serangan roket terhadap sebuah pangkalan militer Irak hari Jumat yang menewaskan seorang kontraktor pertahanan AS. Para pejabat mengatakan bukti menunjukkan tidak diragukan lagi bahwa Kataib Hizbullah bertanggung jawab atas serangan itu.
Menlu AS, Mike Pompeo mengatakan, "Kami tidak bisa membiarkan Republik Islam Iran melancarkan tindakan yang membahayakan warga Amerika.”
Hari Senin, PM Irak Adel Abdul Mahdi mengecam serangan itu, dan memperingatkan dalam suatu pernyataan bahwa tindakan AS tidak dapat diterima sama sekali dan “akan memiliki konsekuensi berbahaya.”
Sebuah pernyataan dari pemerintah Irak lebih jauh mengritik tajam AS, dengan menyebut serangan itu sebagai “pelanggaran terang-terangan” terhadap kedaulatan Irak, serta aturan yang mengatur “tujuan dan prinsip” koalisi pimpinan AS di Irak untuk berjuang dan mengalahkan kelompok teror ISIS.
Para pejabat AS mengesampingkan kritik tersebut dan malah menyalahkan Irak karena membiarkan proksi Iran beroperasi sesukanya di dalam wilayah Irak meski telah terjadi 11 serangan semacam itu terhadap pasukan AS dan koalisi dalam dua bulan terakhir.
Michael O’Hanlon, pengamat dari Brookings Institution di Washington mengatakan, “Kami (Amerika) mengadakan serangan pembalasan, yang mungkin dilancarkan dari kawasan Irak, tanpa (meminta) izin pemerintah setempat, sehingga menimbulkan kemarahan pemerintah Irak, karena merasa adanya pelanggaran kedaulatan negara itu.”
Sementara, Menteri Pertahanan AS Mark Esper memperingatkan akan adanya serangan yang lebih hebat lagi apabila pasukan Amerika diserang.
“Kami akan mengambil tindakan yang diperlukan untuk menjamin keamanan kami, dan kami akan mencegah kelakuan buruk yang ditunjukkan oleh kelompok-kelompok milisi ataupun yang dilakukan Iran.” [uh/ab]