Etty Subiyarti, Kepala Desa Rogojati, Wonosobo, Jawa Tengah, kini sudah bisa tersenyum lega setelah mayoritas warganya yang mantan pekerja migran, menjadi penggerak pembuatan masker. Dengan pinjaman modal dari pemerintah daerah, desa ini menjadi salah satu penghasil masker yang dipasok ke berbagai rumah sakit di Pulau Jawa.
“Kami sangat mengapresiasi langkah warga kami mantan pekerja migran. Di tengah pandemi, mereka sangat aktif. Para pekerja migran di desa kami membentuk tiga kelompok masing-masing 20 orang, total ada 60-an orang mendapat modal dari dinas sosial pemkab memproduksi masker," kata Etty.
Desa Rogojati adalah salah satu dari Desa Peduli Buruh Migran yang disingkat menjadi DESBUMI. Ini merupakan inisiatif yang dibangun untuk mendorong terwujudnya perlindungan buruh migran, terutama perempuan, sejak di tingkat desa.
Warga desa, dibantu organisasi masyarakat sipil, komunitas keluarga buruh migran dan pemerintah desa, didorong merevitalisasi perekonomiannya sendiri. Menurut Migrant Care -yang membawahi inisiatif ini-, saat ini program DESBUMI sedikitnya diterapkan di lima provinsi, yaitu di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
Selain Desa Rogojati di Wonosobo, ada pula Desa Gerunung di Lombok Tengah. Selain membuat masker, warga desa bahu membahu memproduksi barang-barang lain.
"Kita punya kelompok yang memang isinya adalah mantan pekerja migran dan keluarganya. Bentuk usahanya koperasi KSPPS Cerah Ceria Migran didirikan tahun 2019, sebelumnya lembaga keuangan di tahun 2015. Usaha kami memproduksi djipang jahe dan stik kangkung. Setiap ada pemesanan produk itu, setiap anggota kami gerakkan untuk memproduksi bersama," kata Ninik Sofiani, pengelola DESBUMI di Gerunung.
Ada pula DESBUMI Juntinyuat di Indramayu, Jawa Barat, yang menurut koordinatornya, Diyana Watum, kini mengembangkan wisata pantai dan sekaligus memproduksi terasi dan bakso goreng.
“Potensi desa kami di sektor wisata. Tetapi selama pandemi, obyek wisata di desa kami ditutup sementara, banyak sekali pedagang dan warga kami yang terdampak secara ekonomi karena memamg aturan pemerintah menutup kegiatan pariwisata," kata Diyana.
Migrant Care: Revitalisasi Ekonomi Desa Penting
Kisah perjuangan para penggiat DESBUMI ini terungkap dalam diskusi daring DESBUMI pada pertengahan pekan ini. Direktur Migrant Care Wahyu Susilo menyampaikan keyakinannya bahwa revitalisasi ekonomi desa akan berhasil memitigasi keberadaan pekerja migran yang kembali ke desanya karena pandemi corona.
“Dengan penerapan new normal migrasi itu arusnya tidak begitu kencang ke luar negeri. Jelas ada perlambatan karena proses lebih ketat, misalnya prasyarat kesehatan dalam penerbangan harus menunggu lama dan birokratis. Belum lagi beberapa negara tujuan migrasi tenaga kerja masih menerapkan lockdown, travel warning, dan sebagainya," katanya.
Dengan begitu, lanjut Wahyu, desa akan kelebihan tenaga kerja. Kalau desa berhasil merevitalisasi ekonominya, maka warganya yang akan berangkat menjadi pekerja migran akan berpikir ulang dan menjadi tenaga kerja di desanya.
Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Budi Arie Setiadi mengatakan selain mendorong revitalisasi ekonomi desa, ia juga ingin mendorong digitalisasi desa.
“Dari sisi Badan Usaha Milik Desa, Desa Wisata, dan lain-lain menjadi perhatian serius pemerintah di tengah pendemi. Tapi kami juga mendorong digitalisasi ekonomi desa. Ini perlu didukung semua infrastruktur dan daya dukung karena transformasi digital ini tidak terelakkan di manapun di dunia ini. Ini keharusan sebuah bangsa dalam ekonomi global yang cepat berubah," kata Budi Arie Setiadi.
Akademisi dari Universitas Katolik Parahyangan, Sylvia Yazid, mengatakan para pekerja migran yang pulang ke daerah karena pandemi memiliki keahlian dan kemampuan yang bisa bermanfaat bagi desa.
Hasil penelitian pada periode Juni-Juli 2019 di lima daerah kantung pekerja migran yaitu di Jember-Jawa Timur, Wonosobo-Jawa tengah, Indramayu-Jawa barat, Kupang-NTT dan Lombok-NTB, tampak jelas bahwa para pekerja migran sebetulnya hemat dan rajin menabung atas hasil kerjanya yang digunakan untuk modal usaha di desanya. Sayangnya mereka tidak memiliki kemampuan mengelola keuangan.
Bimbingan pemerintah desa, organisasi masyarakat sipil dan komunitas keluarga buruh migran, diharap dapat membuat warga desa, terutama yang mayoritas merupakan mantan buruh migran, dapat memberdayakan diri dan bertahan di tengah pandemi sekarang ini. [ys/em]