Dalam jumpa pers secara virtual di kantornya , Rabu (3/6), Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha mengakui banyak warga Indonesia yang bekerja menjadi awak kapal di kapal ikan asing melalui proses tidak sah atau ilegal.
Judha menjelaskan berdasarkan data di Kementerian Luar Negeri, sampai saat ini terdapat sekitar 2,9 juta warga Indonesia menetap di luar negeri. Dari jumlah tersebut, sebanyak 9.404 orang merupakan pekerja migran yang bekerja sebagai awak kapal.
Judha menekankan data itu adalah angka warga Indonesia yang aktif melakukan lapor diri di kantor perwakilan indonesia. Dia menambahkan banyak juga warga Indonesia yang tinggal di luar negeri tidak melakukan lapor diri ke kedutaan besar atau konsulat Indonesia.
Dari 9.404 warga Indonesia yang bekerja sebagai awak kapal asing, paling banyak bekerja di kawasan Asia Tenggara dan Asia Timur. Ada dua kategori awak kapal, yakni awak kapal niaga dan awak kapal perikanan.
"Ketika (bicara mengenai) awak kapal perikanan, tantangan terbesar kita adalah banyak warga negara kita yang bekerja sebagai awak kapal perikanan, bekerja ke luar negeri tidak melalui prosedur, sehingga tidak tercatat di kementerian/lembaga terkait di Indonesia. Karena mereka juga tidak mendapatkan pemahaman, pengetahuan bagaimana bekerja di luar negeri dengan tepat, banyak yang tidak melakukan proses lapor diri di kantor perwakilan," kata Judha.
Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo mengatakan banyaknya kerumitan pada proses birokrasi dalam penempatan kerja di sektor kelautan menyebabkan banyak agensi atau penyalur yang mengirim para ABK tidak melalui prosedur atau tanpa kelengkapan dokumen.
Prosedur dalam mendapatkan izin selama ini tidak hanya melalui Kementerian Ketenagakerjaan dan Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) tetapi juga harus melalui Kementerian Perhubungan. Ini terkait dengan penerbitan buku pelaut.
Penyebab lainnya kata Wahyu dikarenakan ketidaksiapan pemerintah dalam menyiapkan sumber daya manusia di sektor kemaritiman.
“Problemnya selain birokrasi tadi juga penerbitan dokumen-dokumen yang asli tapi palsu. Ini sebenarnya modus dalam penempatan pekerja migran yang lain. Ini juga penanda bahwa human trafficking juga terjadi di dalam proses penempatan ABK ini,” kata Wahyu.
Wahyu menjelaskan pemerintah harus segera menerbitkan peraturan pemerintah (PP) tentang perlindungan pekerja migran di sektor kelautan sebagai amanat dari Undang-undang no.18 tahun 2017.
Dengan PP tersebut, kata Wahyu, diharapkan dapat menyederhanakan proses pengurusan, memperkuat sistem perlindungan pada pekerja migran serta mempersiapkan sumber daya manusia di sektor kelautan.
Mengenai perkembangan hasil investigasi terhadap kasus pelarungan jenazah berinisial H, awak kapal asal Indonesia, di perairan Somalia, menurut Judha, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Ibu Kota Beijing, China, sudah mengirim nota diplomatik kepada Kementerian Luar Negeri China pada 19 Mei 2020. Kementerian Luar Negeri mendapatkan informasi proses penyelidikan oleh otoritas China masih berlangsung.
Terkait bantuan pemerintah terhadap WNI di luar negeri, Pelaksana Tugas Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah mengatakan hingga hari Rabu (3/6) ini pemerintah telah memberikan sebanyak 450.860 paket bantuan yang disalurkan melalui kedutaan besar dan konsulat jenderal Indonesia di luar negeri kepada warga Indonesia yang terdampak oleh wabah virus corona di berbagai negara.
"(Sebanyak) 361.359 paket bantuan diberikan kepada WNI di Malaysia, 8.928 diberikan kepada WNI di negara Asia Pasifik lainnya di luar Malaysia, 3.474 paket bantuan diberikan kepada WNI di kawasan Eropa, 13.335 paket bantuan diberikan kepada WNI di kawasan Amerika, 38.295 paket bantuan diberikan kepada WNI di kawasan Timur Tengah, dan 191 paket bantuan diberikan kepada WNI di kawasan Afrika," ujar Faizasyah.
Sejauh ini, menurut data Kementerian Luar Negeri, terdapat 990 warga Indonesia yang tinggal di luar negeri terjangkit COVID-19, termasuk 56 meninggal. Jumlah warga Indonesia meninggal terbanyak karena COVID-19 ada di Arab Saudi. [fw/ab]