Dewan Negara-negara Produsen Minyak Sawit (CPOPC), yang dipimpin oleh Indonesia dan Malaysia mengatakan keputusan Iceland, jaringan supermarket Inggris, untuk membuang minyak sawit dari produk-produk makanan dari produksi sendiri telah menyesatkan para konsumen.
Dilansir Reuters, Iceland mengatakan minggu lalu tidak akan menggunakan minyak sawit dari produk-produk yang menggunakan mereknya pada akhir 2018 karena kekhawatiran akan kehancuran hutan hujan. Keputusan ini akan mengurangi permintaan minyak sawit sebanyak lebih dari 500 ton per tahun.
Klaim terhadap minyak sawit “menyesatkan konsumen akan keuntungan terhadap lingkungan dari minyak nabati lainnya,” kata Mahendra Siregar, Direktur Eksekutif CPOPC dalam surat yang dilayangkan kepara Richard Walker, Direktur Iceland.
Baca: RAN: Pelanggaran Hak Buruh Masih Terjadi di Perkebunan Sawit Indonesia
CPOPC mengatakan permintaan minyak nabati terus tumbuh. Menggantikan minyak sawit dengan minyak nabati lainnya, seperti minyak rapa, minyak kedelai dan minyak biji bunga mataharai, akan mengakibatkan penggunaan lahan meningkat 10 hingga 20 kali lebih banyak untuk memproduksi minyak nabati dalam jumlah yang sama.
Iceland, yang memproduksi makanan beku dan mengoperasikan sekitar 900 toko, mengatakan pihaknya sudah mulai menghilangkan minyak sawit dari setengah produk-produk merek sendiri.
Lonjakan permintaan minyak sawit telah mendorong ekspansi lahan perkebunan kelapa sawit hingga mencapai 18 juta hektar di Indonesia dan Malaysia, menurut data dari pemerintah Indonesia dan Dewan Minyak Sawit Malaysia. Indonesia dan Malaysia masing-masing adalah produsen minyak sawit nomor satu dan dua di dunia.
Perkebunan kelapa sawit sering dituding sebagai biang kebakaran hutan yang kerap terjadi di Sumatra dan Kalimantan. Asap kebakaran hutan mengakibatkan polusi udara yang menyesakkan di wilayah Indonesia, Malaysia dan Singapura selama berminggu-minggu.
Baca: Malaysia, Indonesia Protes Resolusi EU untuk Batasi Ekspor Sawit
Parlemen Eropa tahun lalu setuju secara bertahap menghapuskan penggunaan minyak sawit yang dibuat secara tidak berkelanjutan pada 2020. Resolusi tersebut menghasilkan Sertifikasi Minyak Sawit Berkelanjutan (CSPO) untuk minyak sawit dan minyak nabati lainnya yang diekspor ke pasar Eropa. Sertifikasi ini untuk memastikan minyak sawit diproduksi dengan cara ramah lingkungan.
Eropa adalah pasar minyak sawit terbesar kedua bagi Indonesia dan Malaysia. India masih pasar minyak sawit terbesar untuk kedua negara.
Indonesia telah memasarkan minyak sawit di pasar-pasar baru untuk mengurangi risiko penurunan permintaan Eropa, sembari mempromosikan penggunaan lebih luas untuk biodiesel untuk menyerap produksi. [ft]