Pasukan Israel melakukan dua serangan terpisah di Jalur Gaza bagian tengah pada Senin (23/9), mengakibatkan sedikitnya 10 warga Palestina tewas, termasuk empat anak-anak, kata petugas medis. Serangan itu dilakukan di tengah hujan lebat yang membuat tenda-tenda pengungsi banjir.
Serangan di Gaza kini telah berlangsung hampir setahun, dan terus berlanjut, bahkan saat perhatian internasional mulai beralih ke konflik di Lebanon dan Israel utara antara militan Hizbullah dan Israel.
Pejabat kesehatan Palestina melaporkan bahwa setidaknya lima warga Palestina tewas di sebuah sekolah yang menjadi tempat penampungan pengungsi di Nuseirat, salah satu dari delapan kamp pengungsi bersejarah di Jalur Gaza. Sementara itu, militer Israel menyatakan bahwa mereka menargetkan pusat komando Hamas yang berada di dalam kompleks yang sebelumnya berfungsi sebagai sekolah.
Kemudian pada Senin (23/9), serangan udara Israel yang menyasar sebuah rumah di Kota Deir Al-Balah, tempat satu juta orang berlindung, menewaskan seorang perempuan dan empat anak, kata petugas medis. Tidak ada komentar langsung dari militer Israel mengenai insiden tersebut.
Sayap bersenjata Hamas mengklaim pada Senin bahwa pasukannya berhasil memancing konvoi kendaraan Israel ke dalam "serangan yang dipersiapkan dengan baik" di jalur pasokan pasukan Israel di sebelah timur Kota Rafah. Mereka melaporkan menyerang konvoi tersebut menggunakan roket anti-tank dan alat peledak yang sudah ditanam. Militer Israel belum memberikan komentar langsung mengenai klaim tersebut.
Makin Menderita
Hujan deras semalaman yang mengguyur Gaza menambah lebih banyak masalah bagi para pengungsi karena hujan deras membanjiri tenda-tenda, menghanyutkan beberapa di antaranya, dan membuat mereka bangun dari tidur.
Sejumlah orang menempatkan ember air di tanah untuk melindungi tikar mereka dari kebocoran dan menggali parit untuk mengalirkan air dari tenda-tenda. Sementara itu, harga tenda baru dan terpal plastik untuk mencegah kebocoran mengalami lonjakan.
Ahmed Al-Burai, 30 tahun, mengatakan orang-orang membuat tenda mereka dari karung tepung bekas, pakaian usang, dan tas nilon. Begitu hujan turun, air dan angin menerbangkan banyak tenda dan membanjiri yang lain.
"Semuanya tenggelam, selimut, makanan, dan orang-orang hanya dalam beberapa jam hujan," kata Burai kepada Reuters melalui telepon dari Al-Mawasi, daerah yang ditetapkan sebagai daerah bantuan kemanusiaan di Jalur Gaza selatan.
"Sebagian besar pengungsi tidak mampu membeli tenda dan terpal plastik dengan harga baru. Baru dua hari lalu harga terpal plastik mencapai 100 hingga 200 shekel (sekitar Rp410.00-Rp820.000), dan sekarang naik menjadi 700 dan 800 shekel (Rp2,8 juta hingga Rp3,3 juta) karena keserakahan para pedagang," kata Burai.
Badan pengungsi Palestina PBB, UNRWA, menyatakan akan dibutuhkan lebih banyak tempat berlindung dan perlengkapan untuk membantu masyarakat untuk menghadapi musim dingin.
"Saat musim gugur dimulai, plastik dan kain tidak cukup untuk melindungi orang-orang dari hujan dan dingin," tulis badan bantuan itu di X.
Sebagian besar dari 2,3 juta penduduk Gaza telah mengungsi akibat perang yang berlangsung hampir setahun, di mana serangan udara dan artileri Israel telah mengubah sebagian besar wilayah kantong Palestina itu menjadi puing-puing. Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, lebih dari 41.300 warga Palestina tewas dalam serangan tersebut.
Warga Lebanon Diperintah Mengungsi
Sementara itu, media resmi Lebanon melaporkan pada Senin (23/9) bahwa warga menerima peringatan telepon dari Israel yang meminta mereka untuk mengungsi. Kantor Menteri Informasi Ziad Makary menginformasikan kepada AFP bahwa mereka juga telah menerima salah satu panggilan tersebut.
Laporan tersebut muncul setelah militer Israel mengingatkan warga di Lebanon untuk menjauhi target-target Hizbullah dan bertekad akan melakukan serangan yang lebih "luas dan tepat" terhadap kelompok yang didukung Iran tersebut.
Itu adalah peringatan resmi pertama militer Israel yang dikeluarkan kepada warga Lebanon sejak perang di Gaza meletus hampir setahun yang lalu.
Kantor Berita Nasional Lebanon, NNA, melaporkan bahwa "warga di Beirut dan beberapa daerah menerima pesan peringatan melalui telepon rumah dari sumber yang berasal dari musuh Israel, yang meminta mereka untuk segera mengungsi dari lokasi mereka."
Mereka menyebut peringatan telepon itu sebagai "bagian dari perang psikologis yang diadopsi musuh".
Kantor Menteri Makary, yang terletak di Beirut dekat beberapa kementerian lainnya, melaporkan bahwa mereka menerima panggilan telepon rumah. Ketika staf menjawab, mereka mendengar sebuah "pesan rekaman" yang menginstruksikan mereka untuk mengungsi dari gedung guna menghindari serangan.
Imad Kreidieh, kepala penyedia telekomunikasi negara Ogero, menyatakan bahwa "sistem jaringan telepon rumah di Lebanon memblokir semua komunikasi dari Israel."
Namun Israel "menghindari sistem komunikasi dengan menggunakan kode telepon internasional negara sahabat", katanya kepada AFP.
Israel dan Lebanon secara teknis sedang berperang, dan Lebanon melarang komunikasi dengan Israel. [ah/rs]
Forum