Toru Kubota, seorang wartawan Jepang yang ditangkap ketika sedang meliput demonstrasi di Myanmar yang dipimpin militer, dan ditahan selama lebih dari tiga bulan, mengatakan pengalamannya semakin meneguhkan tekadnya untuk menyampaikan kisah orang-orang di negara itu.
“Saya lebih dapat memahami perasaan mereka,” ujarnya dalam konferensi pers di Tokyo hari Senin (28/11).
Kubota, 26, ditangkap 30 Juli lalu dan dibebaskan pada 17 November dalam amnesti tahanan berskala luas yang diumumkan pemerintah militer Myanmar. Ia sebelumnya dijatuhi hukuman sepuluh tahun penjara karena diduga melanggar hukum imigrasi, penghasutan dan pelanggaran lainnya.
Akademisi Australia Sean Turnell, mantan Duta Besar Inggris di Myanmar Vicky Bowman dan mantan Duta Besar Amerika di Myanmar Kyaw Htay Oo juga dibebaskan dalam amnesti itu. Tetapi Kubota menegaskan bahwa masih banyak orang yang dipenjara.
“Saya hanya salah seorang dari 16.000 orang itu,” ujar Kubota merujuk pada jumlah orang yang telah ditahan, sebagaimana dilaporkan Asosiasi Bantuan bagi Tahanan Politik, suatu organisasi pemantau HAM di Myanmar.
Kubota mengatakan ia adalah satu dari 20 orang yang ditempatkan dalam apa yang digambarkannya sebagai sel “neraka.” Sel itu sangat kecil sehingga mereka saling tumpang tindih untuk tidur. Kubota kemudian dipindahkan ke Penjara Insein di Yangon, kota terbesar di Myanmar. Ini merupakan penjara bagi tahanan politik dari beragam rezim pemerintahan sebelumnya. Ia menunjukkan fotokopi pesan-pesan yang diberikan para narapidana kepadanya, memohon pertolongan.
Lulusan Universitas Keio Jepang dan strata dua dari University of the Arts London, Kubota pernah bekerja untuk Yahoo! News Japan, Vice Japan dan Al Jazeera English.
Menurut Asosiasi Bantuan bagi Tahanan Politik, Angkatan Bersenjata Myanmar merebut kekuasaan pada 1 Februari 2021 lalu dengan menggulingkan pemerintah terpilih pimpinan Aung San Suu Kyi. Tentara telah menindak keras para pembangkang, menewaskan sedikitnya 2.465 warga sipil, dan menangkap lebih dari 16.000 orang. Sejumlah wartawan ditahan dengan beragam tuntutan, antara lain menimbulkan ketakutan, menyebarluaskan berita bohong dan agitasi.
Pemerintah Jepang berupaya membebaskan Kubota. Sahabat dan para pendukungnya mengumpulkan puluhan ribu tanda tangan lewat petisi online. PEN International dan beberapa kelompok HAM lain juga mendorong upaya pembebasannya.
Kubota menyerukan pemerintah Jepang untuk melakukan lebih banyak hal guna mengakhiri pelanggaran HAM di Myanmar. DItambahkannya, Jepang juga dapat menampung lebih banyak pengungsi dari Myanmar dan negara-negara lain. Menurut Asosasi Jepang Untuk Urusan Pengungsi, tahun lalu Jepang hanya menerima 74 orang sebagai pengungsi.
“Kita harus memikirkan bagaimana melindungi orang-orang yang berupaya melarikan diri dari pemerintahan otoriter,” ujar Kubota. “Jepang dinilai sebagai harapan.” [em/ka]
Forum