Penduduk dan pejabat-pejabat keamanan mengatakan, pasukan Perancis dan Mali hari Jumat menggempur pemberontak di Hombori, kota yang terletak sekitar 250 kilometer dari Gao.
Sementara itu, pejabat-pejabat setempat mengungkapkan militan telah meledakkan sebuah jembatan strategis di dekat perbatasan dengan Niger.
Serangan balasan pasukan internasional yang dipimpin Perancis terhadap militan Islamis, yang tahun lalu merebut sebagian besar wilayah Mali Utara, telah memasuki minggu ke-tiga.
Pasukan Perancis secara bertahap akan digantikan oleh tentara Afrika Barat yang akan ditempatkan di Mali.
Pemberontak memberlakukan hukum Islam yang ketat di wilayah itu. Juga kehadiran mereka telah menimbulkan kekhawatiran bahwa Mali utara akan jadi tempat berlindung teroris.
Koresponden VOA Idrissa Fall, yang berada di Mali, mengatakan pasukan Perancis dan Mali mendesak maju ke arah kubu pemberontak. Tentara Perancis secara bertahap akan diganti tentara Afrika Barat yang akan memasuki Mali. Pemberontak menerapkan hukum Islam yang ketat di wilayah tersebut. Selain itu, keberadaan mereka menimbulkan kekhawatiran Mali utara akan menjadi sarang teroris.
Dalam perkembangan lainnya, tokoh Muslim Mali menyatakan ia sepenuhnya mendukung campur-tangan Perancis di negaranya sebagai bagian dari upaya mengusir militan Islamis dari kubu mereka di utara.
Dalam wawancara dengan VOA, Ketua Dewan Tertinggi Islam Mali Mahmoud Dicko mengatakan kerusuhan menyebabkan "eksistensi Mali" dipertaruhkan.
Ia menambahkan, hampir tidak ada solidaritas dari negara-negara Muslim lain, dalam mendukung Mali. Ia juga mengecam kritikan dari umat Islam yang menggambarkan campur-tangan itu sebagai perang Perancis melawan Islam.
Awal bulan ini, Presiden Mesir Mohamed Morsi menyuarakan tentangan terhadap campur-tangan Perancis di Mali, dengan mengatakan hal itu bisa "menyulut konflik di wilayah tersebut."
Juga, seorang ulama berpengaruh di Qatar memperingatkan "konsekuensi berbahaya" akibat campur-tangan Perancis tersebut. Mahmoud Dicko juga mengatakan negara-negara Muslim lamban dalam memberi bantuan kepada Mali.
Sementara itu, pejabat-pejabat setempat mengungkapkan militan telah meledakkan sebuah jembatan strategis di dekat perbatasan dengan Niger.
Serangan balasan pasukan internasional yang dipimpin Perancis terhadap militan Islamis, yang tahun lalu merebut sebagian besar wilayah Mali Utara, telah memasuki minggu ke-tiga.
Pasukan Perancis secara bertahap akan digantikan oleh tentara Afrika Barat yang akan ditempatkan di Mali.
Pemberontak memberlakukan hukum Islam yang ketat di wilayah itu. Juga kehadiran mereka telah menimbulkan kekhawatiran bahwa Mali utara akan jadi tempat berlindung teroris.
Koresponden VOA Idrissa Fall, yang berada di Mali, mengatakan pasukan Perancis dan Mali mendesak maju ke arah kubu pemberontak. Tentara Perancis secara bertahap akan diganti tentara Afrika Barat yang akan memasuki Mali. Pemberontak menerapkan hukum Islam yang ketat di wilayah tersebut. Selain itu, keberadaan mereka menimbulkan kekhawatiran Mali utara akan menjadi sarang teroris.
Dalam perkembangan lainnya, tokoh Muslim Mali menyatakan ia sepenuhnya mendukung campur-tangan Perancis di negaranya sebagai bagian dari upaya mengusir militan Islamis dari kubu mereka di utara.
Dalam wawancara dengan VOA, Ketua Dewan Tertinggi Islam Mali Mahmoud Dicko mengatakan kerusuhan menyebabkan "eksistensi Mali" dipertaruhkan.
Ia menambahkan, hampir tidak ada solidaritas dari negara-negara Muslim lain, dalam mendukung Mali. Ia juga mengecam kritikan dari umat Islam yang menggambarkan campur-tangan itu sebagai perang Perancis melawan Islam.
Awal bulan ini, Presiden Mesir Mohamed Morsi menyuarakan tentangan terhadap campur-tangan Perancis di Mali, dengan mengatakan hal itu bisa "menyulut konflik di wilayah tersebut."
Juga, seorang ulama berpengaruh di Qatar memperingatkan "konsekuensi berbahaya" akibat campur-tangan Perancis tersebut. Mahmoud Dicko juga mengatakan negara-negara Muslim lamban dalam memberi bantuan kepada Mali.