LONDON —
Ilmuwan di seluruh dunia, pada Rabu (24/1) mengumumkan berakhirnya moratorium terhadap penelitian bentuk mutan dari flu burung mematikan H5N1 yang telah menimbulkan keprihatinan dunia internasional.
Melalui pengumuman keputusan melanjutkan apa yang mereka namakan studi berisiko namun penting ini, para ilmuwan mengatakan studi ini akan dilanjutkan di tempat-tempat yang sangat aman di negara-negara yang setuju untuk melakukannya.
Artinya, penelitian ini akan dimulai lagi di laboratorium-laboratorium di Belanda dan negara lain, tapi tidak di Amerika atau pusat-pusat penelitian lain yang didanai Amerika, karena masih menunggu panduan keamanan dan keselamatan di sana.
Para ilmuwan secara sukarela menghentikan riset transmisi H5N1 setahun lalu karena khawatir informasi mengenai cara penumbuhan virus berbahaya ini dapat dimanfaatkan aksi bioterorisme.
Pakar-pakar flu mengatakan mereka sadar akan ketakutan ini dan berusaha keras meredakannya, dan merasa inilah saatnya melanjutkan penelitian. Mereka mengatakan studi ini penting untuk mendapatkan pemahaman mendalam mengenai H5N1, yang ditakutkan banyak pihak satu hari nanti dapat menimbulkan pandemi mematikan bagi umat manusia.
"Kami ingin dunia lebih siap dari sekarang seandainya pandemi H5N1 muncul," kata Yoshihiro Kawaoka dari Tokyo University, peneliti utama flu burung.
"Kami sadar akan risiko penelitian ini dan kami melakukan berbagai langkah pencegahan agar pelaksanaan eksperimen virus H5N1 berlangsung aman."
Berbicara pada para reporter di sebuah telekonferensi, ia mengatakan riset ini akan mendorong usaha pengembangan survei (biosurveillance) flu dunia, sistem peringatan dini, serta obat dan vaksin flu yang lebih baik.
Dalam pernyataan yang dirilis bersama jurnal Nature and Science, 40 periset flu dari Amerika Serikat, Tiongkok, Jepang, Inggris, Belanda, Kanada, Hong Kong, Italia dan Jerman menyatakan, "Penelitian ini – sama seperti pekerjaan lain yang berhubungan dengan hal-hal yang menular – berlangsung bukan tanpa risiko.
"Meskipun demikian, karena ada kemungkinan risiko virus H5N1 menular lewat mamalia meningkat, manfaat dari riset ini lebih besar dari risikonya."
Wendy Barclay, ahli virus flu dari Imperial College London dan salah satu penandatangan surat pernyataan, mengatakan penghentian moratorium akan menghasilan penemuan-penemuan ilmiah yang memiliki “manfaat langsung pada kesehatan manusia dan hewan.”
Semua riset penularan H5N1 dihentikan pada Januari 2012 setelah tim riset di University of Wisconsin di Amerika dan di Dutch Erasmus Medical Centre di Rotterdam berhasil menciptakan bentuk mutan yang dapat ditularkan langsung ke mamalia, yang artinya juga dapat ditularkan pada manusia.
Mutasi Terjadi di Alam
Saat ini, flu burung dapat ditularkan dari burung ke burung, dan dari burung ke manusia, tapi tidak bisa dari manusia ke manusia. Ketika virus ini ditularkan oleh burung ke manusia, hasilnya akan fatal. Para ilmuwan khawatir mutasi yang berhasil dilakukan di laboratorium dapat terjadi di alam satu hari nanti.
Ketika berita penelitian ini muncul di akhir 2011, Badan Penasihat Ilmu Pengetahuan Amerika meminta makalah mengenai hal ini disensor untuk mencegah detail penelitian jatuh ke tangan yang salah.
Permintaan sensor ini menimbulkan debat hangat mengenai sejauh mana peneliti diizinkan memanipulasi zat-zat berifeksi atas nama penelitian.
Barclay mengatakan "ini reaksi berlebihan dari sejumlah pihak yang awalnya buta akan pendekatan seperti ini, takut para ilmuwan sedang merancang penyakit yang mematikan."
Selama masa penangguhan, Badan Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan para ilmuwan menjelaskan langkah-langkah biologis dan pengamanan yang mereka gunakan untuk menyimpan vitus tersebut dan lebih berusaha untuk menunjukkan mengapa riset ini sangat penting.
"Pihak laboratorium sudah meningkatkan kapasitas penyimpanan dan sistem pengamanan, dan saya rasa dunia mulai menghargai nilai dari penelitian ini,” kata John McCauley, direktur WHO untuk pusat kerjasama riset flu di Lembaga Nasional Inggris untuk Riset Medis.
Ron Fouchier, dari laboratorium Rotterdam yang memimpin salah satu studi ini mengatakan tim-nya akan memulai dari awal riset virus H5N1 "dalam beberapa minggu ke depan”.
"Kita sangat ingin tahu bagaimana virus ini bisa tertular lewat udara,” ujarnya kepada reporter dalam telekonferensi, mengenai tujuan utama dari studi ini. (Reuters/Kate Kelland)
Melalui pengumuman keputusan melanjutkan apa yang mereka namakan studi berisiko namun penting ini, para ilmuwan mengatakan studi ini akan dilanjutkan di tempat-tempat yang sangat aman di negara-negara yang setuju untuk melakukannya.
Artinya, penelitian ini akan dimulai lagi di laboratorium-laboratorium di Belanda dan negara lain, tapi tidak di Amerika atau pusat-pusat penelitian lain yang didanai Amerika, karena masih menunggu panduan keamanan dan keselamatan di sana.
Para ilmuwan secara sukarela menghentikan riset transmisi H5N1 setahun lalu karena khawatir informasi mengenai cara penumbuhan virus berbahaya ini dapat dimanfaatkan aksi bioterorisme.
Pakar-pakar flu mengatakan mereka sadar akan ketakutan ini dan berusaha keras meredakannya, dan merasa inilah saatnya melanjutkan penelitian. Mereka mengatakan studi ini penting untuk mendapatkan pemahaman mendalam mengenai H5N1, yang ditakutkan banyak pihak satu hari nanti dapat menimbulkan pandemi mematikan bagi umat manusia.
"Kami ingin dunia lebih siap dari sekarang seandainya pandemi H5N1 muncul," kata Yoshihiro Kawaoka dari Tokyo University, peneliti utama flu burung.
"Kami sadar akan risiko penelitian ini dan kami melakukan berbagai langkah pencegahan agar pelaksanaan eksperimen virus H5N1 berlangsung aman."
Berbicara pada para reporter di sebuah telekonferensi, ia mengatakan riset ini akan mendorong usaha pengembangan survei (biosurveillance) flu dunia, sistem peringatan dini, serta obat dan vaksin flu yang lebih baik.
Dalam pernyataan yang dirilis bersama jurnal Nature and Science, 40 periset flu dari Amerika Serikat, Tiongkok, Jepang, Inggris, Belanda, Kanada, Hong Kong, Italia dan Jerman menyatakan, "Penelitian ini – sama seperti pekerjaan lain yang berhubungan dengan hal-hal yang menular – berlangsung bukan tanpa risiko.
"Meskipun demikian, karena ada kemungkinan risiko virus H5N1 menular lewat mamalia meningkat, manfaat dari riset ini lebih besar dari risikonya."
Wendy Barclay, ahli virus flu dari Imperial College London dan salah satu penandatangan surat pernyataan, mengatakan penghentian moratorium akan menghasilan penemuan-penemuan ilmiah yang memiliki “manfaat langsung pada kesehatan manusia dan hewan.”
Semua riset penularan H5N1 dihentikan pada Januari 2012 setelah tim riset di University of Wisconsin di Amerika dan di Dutch Erasmus Medical Centre di Rotterdam berhasil menciptakan bentuk mutan yang dapat ditularkan langsung ke mamalia, yang artinya juga dapat ditularkan pada manusia.
Mutasi Terjadi di Alam
Saat ini, flu burung dapat ditularkan dari burung ke burung, dan dari burung ke manusia, tapi tidak bisa dari manusia ke manusia. Ketika virus ini ditularkan oleh burung ke manusia, hasilnya akan fatal. Para ilmuwan khawatir mutasi yang berhasil dilakukan di laboratorium dapat terjadi di alam satu hari nanti.
Ketika berita penelitian ini muncul di akhir 2011, Badan Penasihat Ilmu Pengetahuan Amerika meminta makalah mengenai hal ini disensor untuk mencegah detail penelitian jatuh ke tangan yang salah.
Permintaan sensor ini menimbulkan debat hangat mengenai sejauh mana peneliti diizinkan memanipulasi zat-zat berifeksi atas nama penelitian.
Barclay mengatakan "ini reaksi berlebihan dari sejumlah pihak yang awalnya buta akan pendekatan seperti ini, takut para ilmuwan sedang merancang penyakit yang mematikan."
Selama masa penangguhan, Badan Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan para ilmuwan menjelaskan langkah-langkah biologis dan pengamanan yang mereka gunakan untuk menyimpan vitus tersebut dan lebih berusaha untuk menunjukkan mengapa riset ini sangat penting.
"Pihak laboratorium sudah meningkatkan kapasitas penyimpanan dan sistem pengamanan, dan saya rasa dunia mulai menghargai nilai dari penelitian ini,” kata John McCauley, direktur WHO untuk pusat kerjasama riset flu di Lembaga Nasional Inggris untuk Riset Medis.
Ron Fouchier, dari laboratorium Rotterdam yang memimpin salah satu studi ini mengatakan tim-nya akan memulai dari awal riset virus H5N1 "dalam beberapa minggu ke depan”.
"Kita sangat ingin tahu bagaimana virus ini bisa tertular lewat udara,” ujarnya kepada reporter dalam telekonferensi, mengenai tujuan utama dari studi ini. (Reuters/Kate Kelland)