DENPASAR, BALI —
Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali mendeteksi penyebaran flu burung pada itik di tiga kabupaten di Bali. Flu burung dengan clade (jenis gen) baru 2.3.2 tersebut terdeteksi di Kabupaten Buleleng, Klungkung dan Tabanan.
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali Ir. Putu Sumantra dalam keteranganya di Denpasar pada Sabtu Pagi mengungkapkan guna mengantisipasi semakin meluasnya penyebaran flu burung pada itik, telah dilakukan langkah pemusnahan secara terbatas.
Selain itu pemerintah kabupaten/kota di Bali diminta untuk memperketat pengawasan lalu lintas unggas antar kabupaten. Menurut Sumantra, penyebaran flu burung clade baru terjadi hingga ke Bali salah satunya akibat pemasukkan unggas secara illegal.
“Pemasukan pertama mungkin masuk dari luar secara illegal, seperti kita melihat di beberapa tempat yang memang ada katanya mendapatkan itik dari Barat (Jawa), tetapi kemungkinan kedua dari burung liar, karena itik seperti belibis ada, bisa saja terbawa oleh itu,” kata Ir. Putu Sumantra.
Sumantra menambahkan akibat penyebaran flu burung pada itik, tercatat sekitar 1.500 ekor itik telah dimusnahkan setelah dipastikan positif flu burung. Itik yang dimusnakan tersebut nantinya akan diganti rugi oleh pemerintah kabupaten.
“Yang di Buleleng nanti akan diganti dicarikan dari APBD dua, kita sudah meminta untuk melakukan seperti itu, per ekor nanti berapa, nanti ada negosiasi, ini kita sedang mencari aturan(nya). Kalau antar kabupaten dan sudah ada pernyataan wabah kita bisa membantu, ini ada tahapan-tahapan,” tambahnya.
Sedangkan Kepala Dinas Kesehatan Bali dr. Ketut Suarjaya menyampaikan sebagai antisipasi penularan flu burung ke manusia, Dinas Kesehatan telah mengaktifkan kembali tiga rumah sakit rujukan flu burung selain Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar.
Ketiga rumah sakit rujukan tersebut yaitu Rumah Sakit Kabupaten Tabanan, Rumah Sakit Wangaya Denpasar dan Rumah Sakit Kabupaten Gianyar.
Menurut Suarjaya, pada umumnya seluruh rumah sakit daerah tingkat kabupaten di Bali memiliki kemampuan untuk melakukan antisipasi penanganan kasus flu burung tetapi dalam operasionalnya terkendala ketersediaan ruang isolasi. “Sesungguhnya dari segi SDM mereka mampu, artinya kalau ada kasus yang awal bisa langsung ditangani disana, tetapi untuk stabilisasi saja dirujuk. Jadi artinya untuk fase awal untuk stabilisasi untuk hal-hal yang emergency bisa dilakukan di rumah sakit manapun hanya begitu dia sudah stabil atau ada tanda-tanda memburuk langsung di rujuk ke Sanglah,” kata dr. Ketut Suarjaya.
Guna mengantisipasi penyebaran flu burung clade baru ke Bali, pemerintah daerah Bali sebelumnya telah memberlakukan peraturan gubernur Bali yang melarang adanya pemasukkan daging itik terutama dari pulau Jawa.
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali Ir. Putu Sumantra dalam keteranganya di Denpasar pada Sabtu Pagi mengungkapkan guna mengantisipasi semakin meluasnya penyebaran flu burung pada itik, telah dilakukan langkah pemusnahan secara terbatas.
Selain itu pemerintah kabupaten/kota di Bali diminta untuk memperketat pengawasan lalu lintas unggas antar kabupaten. Menurut Sumantra, penyebaran flu burung clade baru terjadi hingga ke Bali salah satunya akibat pemasukkan unggas secara illegal.
“Pemasukan pertama mungkin masuk dari luar secara illegal, seperti kita melihat di beberapa tempat yang memang ada katanya mendapatkan itik dari Barat (Jawa), tetapi kemungkinan kedua dari burung liar, karena itik seperti belibis ada, bisa saja terbawa oleh itu,” kata Ir. Putu Sumantra.
Sumantra menambahkan akibat penyebaran flu burung pada itik, tercatat sekitar 1.500 ekor itik telah dimusnahkan setelah dipastikan positif flu burung. Itik yang dimusnakan tersebut nantinya akan diganti rugi oleh pemerintah kabupaten.
“Yang di Buleleng nanti akan diganti dicarikan dari APBD dua, kita sudah meminta untuk melakukan seperti itu, per ekor nanti berapa, nanti ada negosiasi, ini kita sedang mencari aturan(nya). Kalau antar kabupaten dan sudah ada pernyataan wabah kita bisa membantu, ini ada tahapan-tahapan,” tambahnya.
Sedangkan Kepala Dinas Kesehatan Bali dr. Ketut Suarjaya menyampaikan sebagai antisipasi penularan flu burung ke manusia, Dinas Kesehatan telah mengaktifkan kembali tiga rumah sakit rujukan flu burung selain Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar.
Ketiga rumah sakit rujukan tersebut yaitu Rumah Sakit Kabupaten Tabanan, Rumah Sakit Wangaya Denpasar dan Rumah Sakit Kabupaten Gianyar.
Menurut Suarjaya, pada umumnya seluruh rumah sakit daerah tingkat kabupaten di Bali memiliki kemampuan untuk melakukan antisipasi penanganan kasus flu burung tetapi dalam operasionalnya terkendala ketersediaan ruang isolasi. “Sesungguhnya dari segi SDM mereka mampu, artinya kalau ada kasus yang awal bisa langsung ditangani disana, tetapi untuk stabilisasi saja dirujuk. Jadi artinya untuk fase awal untuk stabilisasi untuk hal-hal yang emergency bisa dilakukan di rumah sakit manapun hanya begitu dia sudah stabil atau ada tanda-tanda memburuk langsung di rujuk ke Sanglah,” kata dr. Ketut Suarjaya.
Guna mengantisipasi penyebaran flu burung clade baru ke Bali, pemerintah daerah Bali sebelumnya telah memberlakukan peraturan gubernur Bali yang melarang adanya pemasukkan daging itik terutama dari pulau Jawa.