WASHINGTON DC —
Della Bradt, 22 tahun, belum pernah mengunjungi sebuah negara Muslim sampai musim panas lalu ketika ia menghabiskan enam minggu di Indonesia. Lulusan Universitas Cornell itu bekerja dengan organisasi nirlaba lokal sebagai relawan dari organisasi Duta Tidak Resmi Amerika.
Berkeliling Yogyakarta, mewawancarai orang-orang dan memproduksi video adalah bagian dari tugas Della Bradt di kota multi-budaya itu.
"Saya bekerja di lembaga bagi Dialog Antar-Agama di Indonesia atau DIAN Interfidei. Mereka berupaya mempromosikan toleransi beragama dan pluralisme karena Indonesia adalah negara yang lebih dari 90 persen penduduknya Muslim. Jadi mereka berupaya memfasilitasi masyarakat yang pluralistik lewat program-program mereka," papar Della.
Della Bradt mengunjungi berbagai rumah ibadah – seperti Pura, Vihara dan Masjid. Sewaktu bulan puasa Ramadan, dia memberikan presentasi di gereja di hadapan sekelompok aktivis muda.
"Mereka semua dari berbagai keyakinan yang berbeda, tapi kita semua berbuka puasa bersama usai presentasi saya. Itu merupakan pengalaman yang unik," tambahnya.
Della juga berupaya menjawab pertanyaan yang diajukan para pemuda Muslim.
"Mereka bertanya apa yang bisa mereka lakukan untuk melawan Islamofobia. Itu pertanyaan yang sulit dijawab karena saya tidak yakin apa yang perlu didengarkan warga Amerika, tapi bagi saya, penting bagi warga Amerika untuk melihat bahwa Muslim adalah orang biasa yang menjalani kehidupan mereka dengan cara yang sama seperti kita. Saya melihat kesamaan kita lebih banyak daripada perbedaan kita."
Hidup di Indonesia selama enam minggu, kata Della Bradt, memberinya kesempatan unik untuk memperluas jaringan dan persahabatan.
Indonesia merupakan salah satu dari tiga negara Muslim yang dikunjungi oleh Duta Tidak Resmi Amerika ini. Program yang diluncurkan pada tahun 2011 itu juga mengirim relawan ke Maroko dan Tanzania.
Stefan Cornibert, direktur program itu mengatakan, “Para relawan kami berkontribusi ke LSM akar rumput, sekolah, bekerja dalam bidang pendidikan, pemberdayaan perempuan, bisnis mikro, dan berbagai macam bidang pengembangan lainnya.”
Sekembalinya mereka ke negara asal, Cornibert mengatakan para duta itu akan berbagi pengalaman dengan teman-teman dan tetangga.
"Kami melihat dampak yang sangat kuat ketika seseorang di tengah lingkungan Anda datang dan berbicara tentang kemitraan yang mereka bangun di luar negeri, pertemanan yang mereka jalin, dan apa yang telah mereka pelajari tentang dunia Muslim," tambahnya.
Dan para pemuda itu mengatakan bahwa tinggal selama beberapa minggu sebagai duta tidak resmi bagi negara mereka merupakan pengalaman yang akan mereka kenang selamanya.
Berkeliling Yogyakarta, mewawancarai orang-orang dan memproduksi video adalah bagian dari tugas Della Bradt di kota multi-budaya itu.
"Saya bekerja di lembaga bagi Dialog Antar-Agama di Indonesia atau DIAN Interfidei. Mereka berupaya mempromosikan toleransi beragama dan pluralisme karena Indonesia adalah negara yang lebih dari 90 persen penduduknya Muslim. Jadi mereka berupaya memfasilitasi masyarakat yang pluralistik lewat program-program mereka," papar Della.
Della Bradt mengunjungi berbagai rumah ibadah – seperti Pura, Vihara dan Masjid. Sewaktu bulan puasa Ramadan, dia memberikan presentasi di gereja di hadapan sekelompok aktivis muda.
"Mereka semua dari berbagai keyakinan yang berbeda, tapi kita semua berbuka puasa bersama usai presentasi saya. Itu merupakan pengalaman yang unik," tambahnya.
Della juga berupaya menjawab pertanyaan yang diajukan para pemuda Muslim.
"Mereka bertanya apa yang bisa mereka lakukan untuk melawan Islamofobia. Itu pertanyaan yang sulit dijawab karena saya tidak yakin apa yang perlu didengarkan warga Amerika, tapi bagi saya, penting bagi warga Amerika untuk melihat bahwa Muslim adalah orang biasa yang menjalani kehidupan mereka dengan cara yang sama seperti kita. Saya melihat kesamaan kita lebih banyak daripada perbedaan kita."
Hidup di Indonesia selama enam minggu, kata Della Bradt, memberinya kesempatan unik untuk memperluas jaringan dan persahabatan.
Indonesia merupakan salah satu dari tiga negara Muslim yang dikunjungi oleh Duta Tidak Resmi Amerika ini. Program yang diluncurkan pada tahun 2011 itu juga mengirim relawan ke Maroko dan Tanzania.
Stefan Cornibert, direktur program itu mengatakan, “Para relawan kami berkontribusi ke LSM akar rumput, sekolah, bekerja dalam bidang pendidikan, pemberdayaan perempuan, bisnis mikro, dan berbagai macam bidang pengembangan lainnya.”
Sekembalinya mereka ke negara asal, Cornibert mengatakan para duta itu akan berbagi pengalaman dengan teman-teman dan tetangga.
"Kami melihat dampak yang sangat kuat ketika seseorang di tengah lingkungan Anda datang dan berbicara tentang kemitraan yang mereka bangun di luar negeri, pertemanan yang mereka jalin, dan apa yang telah mereka pelajari tentang dunia Muslim," tambahnya.
Dan para pemuda itu mengatakan bahwa tinggal selama beberapa minggu sebagai duta tidak resmi bagi negara mereka merupakan pengalaman yang akan mereka kenang selamanya.