Desa Pangkah Kulon, Pangkah Wetan, dan Banyu Urip, di Kecamatan Ujungpangkah, Kabupaten Gresik, menjadi Kawasan Ekosistem Esensial (KEE), sesuai keputusan Gubernur Jawa Timur tahun 2020 lalu. Ekosistem mangrove seluas 1.554,27 hektare ini, dipersiapkan untuk menjadi tempat singgah burung-burung asal Australia, yang migrasi ke wilayah utara Indonesia.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Gresik, Hermanto Sianturi, mengatakan kondisi KEE Mangrove Ujungpangkah yang unik dan berbeda dari tempat lain akan diusulkan menjadi situs Ramsar. Situs Ramsar merupakan situs lahan basah yang dirancang untuk kepentingan internasional dibawah Konvensi Ramsar. Keberadaan burung migran yang singgah setiap tahunnya, salah satunya pelican Australia, menjadi salah satu alasan KEE Mangrove Ujungpangkah diusulkan menjadi Situs Ramsar.
“Ternyata di KEE ini selain ada mangrove, di sana itu ada migrasi burung internasional, jadi nanti menjadi situs yang kita usulkan menjadi Situs Ramsar. Situs Ramsar itu adalah satu tempat yang fungsi konservasinya itu ada di lahan basah, yang bentang alamnya itu spesifik, tidak selalu ada di tempat lain,” ujar Hermanto Sianturi.
Tidak hanya bermanfaat sebagai kawasan konservasi di luar kawasan hutan, KEE Mangrove Ujungpangkah, menurut Hermanto Sianturi, dapat menjadi pengungkit sektor wisata dan ekonomi lainnya di wilayah Gresik, yang selama ini dikenal sebagai kawasan industri.
“Itu yang kemudian menjadi satu poin yang bisa mengungkit, kok di tengah kepungan industri di Gresik itu ada sebuah kawasan ekosistem esensial. Lalu apa yang sebenarnya ada di tiga desa di Kecamatan Ujung Pangkah, yaitu Pangkah Wetan, Pangkah Kulon dan Banyu Urip. Di sana itu ternyata banyak inisiasi-inisiasi perusahaan swasta yang sudah menanam mangrove,” lanjut Hermanto.
Masyarakat Dilibatkan Jaga KEE Mangrove Ujungpangkah
Abdullah Hanif, selaku Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Pangkah Kulon, mengatakan berharap besar dengan keberadaan KEE Mangrove Ujungpangkah, yang juga menjadi tempat konservasi burung migran. Penyiapan masyarakat melalui kelembagaan diharapkan dapat berjalan efektif, selain pembangunan sarana dan fasilitas, pelatihan-pelatihan pemberdayaan ekonomi, serta edukasi mengenai pentingnya menjaga dan melestarikan lingkungan dengan menjaga mangrove.
“Sebenarnya kita menaruh harapan besar tentang hadirnya program KEE ini di Ujung Pangkah, khususnya di Pangkah Kulon, karena KEE ini selain konservasi, perlindungan, juga kami berharap ada pemberdayaan masyarakat di situ, ada peningkatan ekonomi dan lain sebagainya. Para istri-istri nelayan-nelayan kita itu akan memproduksi olahan-olahan hasil dari mangrove itu sendiri, selain dari UMKM kita yang sementara ini hanya memproduksi ikan-ikan dari hasil tangkap,” tutur Abdullah Hanif.
Direktur Eksekutif Aliansi Relawan untuk Penyelamatan Alam (ARuPA), Edi Suprapto, mengatakan bahwa edukasi dan penyadaran pada masyarakat menjadi hal mendasar dalam mengelola Kawasan Ekosistem Esensial (KEE). Kesadaran dan pengetahuan mengenai tingginya kekayaan alam dan fungsi keanekaragaman hayati yang ada di sekitarnya, merupakan misi utama keberadaan KEE, selain manfaat ekonomi yang dapat diperoleh masyarakat.
“Untuk masyarakat memang yang paling utama adalah edukasi atau pun penyadartahuan kepada masyarakat, bahwa area yang anda kuasi, anda kelola sekarang, itu mempunyai keragaman hayati tinggi, mempunyai nilai fungsi ekosistem yang tinggi. Ayo, kita lestarikan, anda masih bisa memanfaatkan, tapi ini ayo kita jaga bersama-sama,” kata Edi Suprapto.
Di Jawa Timur terdapat 4 daerah yang ditetapkan Gubernur Jawa Timur menjadi Kawasan Ekosistem Esensial (KEE). Selain mangrove Ujungpangkah di Gresik, ada pula Pantai Taman Kili-kili di Kabupaten Trenggalek, Teluk Pangpang di Kabupaten Banyuwangi, dan Pulau Masakambing di Kabupaten Sumenep, Madura. [pr/em]