Petenis nomor satu dunia Novak Djokovic mengatakan pada Jumat (27/5) bahwa ia ingin kembali bermain di Australia lagi meskipun telah dideportasi dari negara itu awal tahun ini karena tidak mendapatkan vaksinasi COVID-19.
Pemenang kejuaraan Grand Slam sebanyak 20 kali itu tidak dapat mempertahankan gelar Australia Terbukanya pada Januari setelah dideportasi di tengah hiruk-pikuk media setelah awalnya diperbolehkan ikut turnamen meskipun belum divaksinasi.
"Saya tidak tahu apa-apa tentang apakah visa saya akan dipulihkan atau apakah saya akan diizinkan untuk kembali ke Australia. Saya ingin. Saya ingin pergi ke sana dan bermain di Australia Terbuka," katanya, sebagaimana dikutip dari Reuters.
"Saya tidak menyimpan dendam. Lihat, Anda tahu, memang begitu. Jika saya memiliki kesempatan untuk kembali ke Australia dan bermain di tempat di mana saya membuat kesuksesan terbesar dalam karir saya di Grand Slam, saya akan senang untuk kembali,” ujarnya.
Djokovic, yang tidak divaksinasi COVID-19, diterbangkan keluar dari Australia setelah menjalani ‘drama’ selama 11 hari atas kebijaksanaan menteri imigrasi negara itu karena kekhawatiran bahwa ia dapat memicu sentimen antivaksin.
Djokovic telah menghabiskan beberapa hari di pusat penahanan imigrasi di Melbourne dan telah bertemu dengan para pengungsi yang telah berada di sana selama bertahun-tahun.
Masalah vaksin membuat membuat petenis berusia 35 tahun itu kehilangan kesempatan untuk memenangkan Australia Terbuka ke-10 yang menambah panjang catatan rekor kemenangan. Dia juga bisa mengklaim rekor gelar Grand Slam ke-21 - sebuah prestasi yang berhasil diraih oleh saingannya Rafa Nadal di Melbourne.
Petenis Serbia itu juga mengungkapkan keterkejutan dan kesedihannya atas pemenjaraan mantan pelatihnya Boris Becker, yang dipenjara di Inggris selama dua tahun enam bulan pada April karena menyembunyikan ratusan ribu pound aset setelah dinyatakan pailit. [ah]