Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), Kamis (15/3), memperpanjang satu tahun misi penjaga perdamaiannya di Sudan Selatan dan mengancam memberlakukan embargo senjata, jika pertempuran terus berlanjut.
Naskah perpanjangan misi yang disponsori AS "menyampaikan niat dewan untuk mempertimbangkan semua tindakan sepantasnya terhadap mereka yang tindakannya merongrong perdamaian, stabilitas, dan keamanan Sudan Selatan."
Naskah itu mengatakan penghentian ekspor dan penjualan senjata akan membuat semua pihak tidak punya alat untuk terus bertempur.
Sudan Selatan meraih kemerdekaan dari Sudan pada 2011. Kekerasan antar etnis dan perang saudara pecah dua tahun kemudian antara pasukan yang setia kepada Presiden Salva Kiir dan mantan wakil presiden Riek Machar.
Perjanjian perdamaian yang ditandatangani Desember tidak berlaku.
Sudan Selatan juga menghadapi kelangkaan pangan yang parah. Diperkirakan 4 juta warga sipil melarikan diri dari perang, kemiskinan, dan ancaman kelaparan telah menimbulkan salah satu krisis pengungsi terburuk di dunia.
Pakar HAM PBB mengatakan lebih dari 40 pejabat Sudan Selatan dan pejabat militer menghadapi dakwaan kejahatan terhadap kemanusiaan karena diduga melakukan penyiksaan termasuk memenggal kepala korban, membakar mereka hidup-hidup, atau mencungkil mata korban.
Berbicara mengenai pemimpin Sudan Selatan, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres baru-baru ini mengatakan ia "belum pernah menyaksikan elit politik yang tidak peduli pada kesejahteraan rakyat mereka sendiri." [my/ds]