DPR Amerika mengutuk “pembersihan etnis Rohingya” hari Rabu (6/12), meloloskan resolusi dengan suara dua per tiga yang “menyerukan diakhirinya serangan-serangan” terhadap minoritas Muslim di Myanmar.
Resolusi itu merupakan langkah pertama dalam tindakan Kongres yang pada akhirnya dapat mencakup rancangan undang-undang mengenai sanksi yang berdiri sendiri, yang bertujukan memberikan tekanan finansial terhadap militer Myanmar dan memberikan bantuan ekonomi Amerika untuk memukimkan kembali pengungsi Rohingya di Bangladesh yang kembali ke Myanmar.
“Ini adalah isu moral dan isu keamanan nasional,” kata Ketua Hubungan Luar Negeri DPR Ed Royce, di DPR hari Selasa.
“Tak seorang pun merasa aman sewaktu ekstremisme dan Instabilitas berkembang di bagian dunia ini,” tandasnya.
Diperkirakan 600 ribu orang Rohingya mengungsi dalam beberapa bulan terakhir. Mereka melarikan diri ke Bangladesh dan menimbulkan krisis kemanusiaan di sana. “Ratusan orang telah tewas,” kata Royce sewaktu menggambarkan besarnya cakupan krisis. “Sedikitnya 200 desa telah dibakar habis, ranjau-ranjau darat dipasang di dalam perbatasan Myanmar dengan Bangladesh, melukai pengungsi yang sedang mencari tempat berlindung yang aman. Ada pula laporan-laporan mengenai perkosaan dan semua bentuk kekerasan yang dilakukan terhadap Rohingya.”
Resolusi bipartisan ini, yang disponsori bersama oleh anggota fraksi Demokrat di Kongres Joe Crowley dari New York dan anggota fraksi Republik Steve Chabot dari Ohio, menyerukan “diakhirinya serangan dan
pemulihan segera akses kemanusiaan ke negara bagian Rakhine, Myanmar.”
Resolusi itu juga meminta Aung San Suu Kyi, kepala pemerintahan Myanmar, dan militer Myanmar agar bekerja sama untuk melakukan rekonsiliasi dan memberikan bantuan kemanusiaan. [uh]