Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah, Selasa (5/1), mengatakan "drone" bawah laut (autonomous underwater vehicle/AUV) yang ditemukan di perairan di luar provinsinya diyakini buatan China. Penemuan tersebut memicu kekhawatiran tentang potensi pelanggaran keamanan atau upaya spionase.
Drone yang disebut sebagai "seaglider" oleh Angkatan Laut Indonesia itu ditemukan pada akhir bulan lalu oleh nelayan di lepas pantai pulau Sulawesi dan dibawa ke Jakarta pada minggu ini.
Nurdin Abdullah mengatakan kepada Reuters "berdasarkan temuan, sepertinya itu dibuat di China."
"Apakah itu diletakkan di sana atau siapa yang menaruhnya di sana tidak kami ketahui," katanya melalui telepon.
Kedutaan Besar China di Jakarta tidak segera berkomentar.
Indonesia terletak di jalur laut strategis yang penting yang digunakan untuk perdagangan, dengan perairannya juga menjadi tempat penangkapan ikan yang kaya dan cadangan energi yang penting.
Pihak berwenang sebelumnya telah menyuarakan kecurigaan tentang aktivitas maritim China, di tengah meningkatnya militerisasi oleh Beijing di perairan sekitar Asia Tenggara yang telah meningkatkan ketegangan regional.
Yudo Margono, Kepala Staf Angkatan Laut, mengatakan pada jumpa pers pada hari Senin (3/1), penyelidikan telah dilakukan dan drone tersebut dapat mengumpulkan data hidro-oseanografi dan dapat digunakan untuk keperluan militer.
Dia juga mengatakan tidak jelas dari mana asalnya dan tidak ada negara yang mengklaim drone itu.
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (United Nations Convention on the Law of the Sea/UNCLOS), mengatakan bahwa penelitian ilmiah kelautan di zona ekonomi eksklusif suatu negara atau di landas kontinen hanya boleh dilakukan dengan persetujuan negara pantai.
Sukamta, anggota DPR, mendesak pihak berwenang untuk tidak terlalu lama mengungkapkan identitas dan asal-usul "drone" tersebut sehingga tindakan lebih lanjut dapat diambil. [ah/au]