Ribuan warga Myanmar kembali turun ke jalan hari Minggu (21/2), sehari setelah dua orang tewas ketika polisi dan aparat keamanan menggunakan peluru tajam dan peluru karet, gas air mata, meriam air dan ketapel melawan mereka yang memprotes kudeta militer 1 Februari lalu.
Sekjen PBB Antonio Guterres mengutuk aksi kekerasan yang menelan korban jiwa itu. “Penggunaan kekuatan yang mematikan, intimidasi dan pelecehan terhadap demonstran damai tidak dapat diterima,” cuitnya di Twitter Sabtu malam (20/2).
Pelapor Khusus PBB Untuk Myanmar Tom Andrews mencuit “saya ngeri melihat semakin banyak nyawa yang hilang, termasuk seorang remaja laki-laki di Mandalay, ketika junta yang berkuasa meningkatkan kebrutalannya di Myanmar. Dari meriam air hingga peluru karet dan gas air mata, dan kini pasukan mulai menembaki pengunjuk rasa damai. Kegilaan ini harus diakhiri sekarang!”
Menurut kepala layanan darurat sukarela “Assistance Association for Political Prisoners”, dua puluh orang luka-luka dalam demonstrasi dan aksi kekerasan hari Sabtu (20/2) dan 569 orang telah ditahan terkait pengambilalihan oleh militer.
Polisi Tangkap Aktor Terkenal
Minggu pagi polisi menangkap aktor terkenal, Lu Min, yang juga ikut serta dalam demonstrasi di Yangon dan merupakan salah seorang dari enam selebriti yang dicari tentara berdasarkan UU Anti-Penghasutan. Tentara menuduh Lu Min mendorong pegawai negeri sipil untuk mengikuti demonstrasi tersebut. Jika terbukti bersalah, ia dapat dijatuhi hukuman dua tahun penjara.
Dalam video yang dipasang Lu Min di akun Facebook-nya, istrinya mengatakan polisi telah datang ke rumah mereka dan menangkapnya. “Mereka memaksa membuka pintu dan menangkapnya, dan tidak mengatakan di mana ia ditahan. Saya tidak dapat menghentikan mereka. Mereka tidak mengatakan apapun pada saya,” tulis Khin Sabai.
AS dan Sejumlah Negara Eropa Sampaikan Keprihatinan Mendalam
Juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Ned Price mengatakan Amerika “sangat prihatin” dengan laporan bahwa aparat keamanan telah melepaskan tembakan terhadap para demonstran, menangkap dan melecehkan para demonstran dan lainnya. “Kami berdiri bersama rakyat Birma,” cuit Price di Twitter. Myanmar juga dikenal sebagai Birma.
Inggris mengatakan pihaknya akan mempertimbangkan langkah lebih lanjut terhadap mereka yang terlibat dalam aksi kekerasan pada para demonstran.
Sementara Kementerian Luar Negeri Perancis menyebut aksi kekerasan di Myanmar “tidak dapat diterima.”
“Menembaki para demonstran damai di Myanmar merupakan tindakan yang benar-benar keterlaluan. Kami akan mempertimbangkan langkah lebih jauh dengan mitra-mitra internasional kami terhadap mereka yang menghancurkan demokrasi dan perbedaan pendapat.”
Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrel menyerukan pada “militer dan seluruh pasukan keamanan di #Myanmar untuk segera menghentikan aksi kekerasan terhadap warga sipil.”
Para menteri luar negeri Uni Eropa dijadwalkan melangsungkan pertemuan hari Senin (22/2) untuk membahas kemungkinan sanksi yang akan diberlakukan terhadap Myanmar.
Sementara itu Kedutaan Besar Amerika di Myanmar mengingatkan warga negara Amerika tentang rencana demonstrasi berskala besar pada hari Senin dan menyarankan mereka untuk membatalkan “perjalanan yang tidak perlu.” Lebih jauh warga yang terjebak dalam demonstrasi diminta “waspada dengan kehadiran aparat keamanan dan kemungkinan konfrontasi.”
Pihak kedutaan juga mengingatkan tentang kemungkinan pemutusan saluran dan mobile-data di Yangon pada hari Senin. [em/jm]