Demonstrasi massal menentang kudeta militer Myanmar terhadap pemerintahan sipil berlangsung lagi pada Kamis (18/2), beberapa jam setelah pasukan keamanan berhadap-hadapan dengan pekerja kereta yang melakukan pemogokan.
Di tengah-tengah kecamuk protes ini, Kanada dan Inggris pada Kamis (18/2) memberlakukan sanksi terhadap anggota junta Myanmar, menyusul sanksi serupa oleh Amerika minggu lalu. Inggris pada Kamis (18/2) mengatakan akan membekukan aset dan memberlakukan larangan perjalanan terhadap tiga jenderal, sementara Kanada mengatakan akan menjatuhkan sanksi kepada sembilan jenderal.
“Kami bersama sekutu internasional, akan menuntut pertanggung jawaban militer Myanmar atas kekerasan yang mereka lakukan terhadap HAM dan memperjuangkan keadilan untuk rakyat Myanmar,” kata Menlu Inggris Dominic Raab.
Menlu Amerika Antony Blinken menyambut gembira langkah itu. Dalam cuitan dia mengatakan: “Kami mendesak masyarakat internasional untuk mengirim pesan persatuan yang menuntut pertanggungjawaban. Militer Birma harus memulihkan pemerintahan yang terpilih secara demokratik.”
Blinken bergabung dengan rekan setaranya dari Jepang, Australia, dan India, negara-negara dari kelompok “Quad” dalam menyerukan pemulihan demokrasi di Myanmar, menyusul pembicaraan virtual sebelumnya.
“Kami semua sepakat perlunya untuk segera memulihkan sistem demokratik di Myanmar,” dan menentang kuat semua usaha unilateral untuk mengubah status quo lewat kekuatan, kata Menlu Jepang Toshimitsu Motegi kepada reporter.
Keprihatinan internasional bagi Myanmar semakin besar sejak militer menahan pemimpin de facto Aung San Suu Kyi dan anggota lain partai yang berkuasa pada 1 Februari. [jm/ka]