Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sissi mengatakan serangan terhadap sebuah pos pemeriksaan militer di Semenanjung Sinai yang menewaskan 30 tentara merupakan “operasi yang didanai asing” dan mereka yang melakukan serangan tersebut “harus digantung.”
Hari Sabtu (25/10), Presiden el-Sissi mengatakan negaranya kini sedang berperang melawan kekuatan asing yang, dalam kata-katanya, “ingin mematahkan tulang belakang Mesir.”
“Mesir mengalami perang untuk mempertahankan keberadaannya. Itu berarti bahwa warga Mesir harus bersatu. Kita berhak untuk merasa sedih dan terharu karena serangan itu, tetapi kita harus memahami dimensi dari konspirasi besar yang kita hadapi,” ujar Presiden el-Sissi.
Dalam acara pemakaman tentara yang diserang di pos pemeriksaan terpisah di Semenanjung Sinai hari Jumat, para pelayat mendukung tekad Presiden el-Sissi untuk mengambil langkah-langkah drastis terhadap militan.
Menanggapi serangan mematikan tersebut, seorang warga Mesir, Hassan Abdel Salam, mengatakan, “Ini tidak adil, anak-anak kami dibunuh. Setiap hari kami menguburkan syuhada. Saya katakan agar presiden mengatasi ini dengan ketegasan. Kami menyokong dan mendukung presiden. Ini tidak adil.”
Mesir mengumumkan keadaan darurat selama tiga bulan di Semenanjung Sinai utara dan tengah dan menutup jalur penyeberangan perbatasan Rafah ke Gaza setelah terjadi dua serangan teroris.
Departemen Luar Negeri Amerika mengutuk kekerasan itu, dan mengatakan Mesir yang makmur perlu keamanan dan kestabilan.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon juga mengutuk serangan-serangan itu. Dia menyampaikan ucapan belasungkawa kepada keluarga-keluarga para korban tewas dan berharap mereka yang terluka akan segera sembuh.
Sejauh ini belum ada yang mengaku bertanggung jawab atas kekerasan itu. Tetapi kelompok militan Islam paling aktif di Mesir yang menamakan diri, Tentara Mesir, mengklaim serangan-serangan sebelumnya. Berbagai serangan yang mereka lakukan itu termasuk serangan di Kairo sebelumnya bulan ini yang melukai 12 orang.