Elizabeth Collins, atau yang akrab dipanggil ibu Collins oleh mahasiswa Indonesia yang menimba ilmu di Ohio University memang tak asing dengan Indonesia. Profesor pada program kajian Asia Tenggara ini pertama kali menjejakkan kakinya di Indonesia pada tahun 1971. Ia datang ke Indonesia untuk menemani suaminya yang merupakan seorang antropolog untuk melakukan riset di Pagar Alam, Sumatra Selatan selama dua tahun.
"Ketika saya kembali ke Indonesia sekitar tahun 1992 sampai 1994 untuk memulai riset saya sendiri, Indonesia, khususnya Sumatra Selatan sudah menjadi tempat yang berbeda," jelasnya kepada VOA Indonesia.
Elizabeth menemukan banyak permasalahan sehingga menimbulkan protes dari kalangan mahasiswa dan petani, hingga berlanjut pada jatuhnya pemerintahan rezim Soeharto.
"Jadi daripada menulis tentang masalah pembangunan yang dihadapi Indonesia sekitar tahun 90-an, saya memutuskan untuk meneliti bagaimana masalah-masalah ini dapat membuat Indonesia berubah menjadi lebih Demokratis dan pemerintahannya lebih terdesentralisasi. Penelitian ini membuat saya bekerja di Indonesia selama sepuluh tahun, sejak tahun 1994 hingga 2004 dengan aktivis dari Sumatra Selatan dan Jakarta," sambungnya.
Penelitian ini juga melahirkan buku pertama bu Collins yang berjudul "Indonesia Betrayed" atau "Indonesia Dikhianati". Dalam dunia pendidikan, bu Collins juga banyak membantuk mahasiswa Indonesia yang kerap disebut "mafia Ohio".
"Di Ohio University, saya berhasil membantu beberapa mahasiswa untuk mendapatkan beasiswa untuk belajar di sini, juga ada beberapa mahasiswa Fulbright, dimana kita akhirnya membentuk suatu komunitas. Komunitas ini namanya "Nurani Dunia" dan telah memiliki jaringannya sendiri. Jadi kalau ada hal yang saya pelajari dari orang Indonesia adalah kekuatan jaringannya," sambung bu Collins.
Yayasan "Nurani Dunia" adalah lembaga swadaya masyarakat yang dibentuk bersama sosiolog Imam Prasodjo di tahun 1997. Setelah kunjungannya ke Ambon, yayasan ini telah mendirikan lebih dari lima belas sekolah dengan pengelolaan yang transparan.
"Perjalanan ke Ambon adalah perjalanan yang mengubah hidup saya. Saya menyadari bahwa saya bisa memberikan kontribusi untuk Indonesia, dengan bantuan people-to-people, di mana masyarakat yang beragama Kristen bisa membantu masyarakat Muslim dan begitupun sebaliknya. Kami mencoba untuk menjembatani hubungan yang mulai renggang," jelasnya.
Bu Collins juga ikut berperan dalam mendirikan pusat studi antar kelompok dan resolusi konflik di FISIP UI. Pusat studi ini memiliki aktivitas seperti mengadakan pelatihan seperti membuat pelaporan mengenai konflik, menyatukan masyarakat dan membahas perbedaan yang ada.
"Ini adalah keuntungan dari menjadi seorang akademisi, di mana saya bisa melakukan berbagai aktivitas ini, dan juga merupakan tugas saya untuk berbagi apa yang telah saya pelajari kepada orang lain," ujar bu Collins.