Ekonomi Turki menghadapi tahun yang sulit, di mana nilai mata uangnya terus mengalami penurunan sementara inflasi di negara tersebut meningkat tajam.
Sejumlah pakar memperingatkan, jika Presiden Recep Tayyip Erdogan tidak mengubah arah dan membalikkan strategi moneternya yang kontroversial, situasinya akan semakin memburuk.
Minggu lalu, Turkish Statistical Institute (TUIK), badan statistik resmi negara tersebut, melaporkan inflasi naik mencapai 36 persen pada bulan lalu, yang merupakan capaian tertinggi di Turki selama hampir dua dekade.
Partai oposisi mengatakan, situasi sebenarnya lebih buruk dibandingkan angka resmi yang beredar tersebut.
Menyusul serangkaian pemotongan suku bunga oleh Bank Sentral Turki tahun lalu, mata uang Turki telah kehilangan 50 persen nilainya sebelum akhirnya sedikit pulih menyusul sejumlah langkah yang diumumkan pemerintah pada minggu-minggu terakhir di 2021.
Pakar keuangan di dalam dan luar Turki, serta juga partai-partai oposisi, menuduh hal ini terjadi karena Presiden Erdogan memaksa untuk meneruskan pemotongan suku bunga.
Kebanyakan pakar ekonomi berpendapat, untuk menghentikan inflasi maka Bank Sentral harus menaikkan suku bunga utama. Tetapi Erdogan menolak strategi seperti itu, karena menurutnya suku bunga rendah akan mengurangi inflasi dan mendorong pertumbuhan, meskipun bukti semakin banyak menunjukkan bahwa kebijakannya tidak efektif. [jm/em]