Tautan-tautan Akses

Erica Hestu Wahyuni, Pelukis Indonesia Bergaya Naif


Erica dengan salah satu lukisannya.
Erica dengan salah satu lukisannya.

Seorang ibu yang sederhana dan ramah. Begitu kesan VOA ketika menjumpainya di sanggar seninya di kawasan Nitiprayan, Kasihan, Yogyakarta. Erica Hestu Wahyuni, demikian nama lengkapnya, adalah seorang ibu dari tiga anak yang menekuni bakat seni lukis sekaligus hobinya itu, dan kini menjadi profesi yang bisa menghasilkan uang.

Keunikan karya lukisnya mengundang banyak perhatian para kolektor, museum seni maupun penggemar perorangan. Gaya lukisannya yang kekanak-kanakan, naif dengan warna-warni menyolok itulah yang membuat Erika menjadi pelukis dengan gaya seni tersendiri yang unik.

"Saya merasa ini kemampuan saya, saya tidak ke arah lukisan yang realis dan naturalis, meskipun hampir semua pelukis sebenarnya diwajibkan untuk mampu melukis gaya itu. Tapi saya cenderung untuk tidak meneruskan gaya itu, karena memang sejak kecil saya senang dan sering menjuarai lomba lukis anak-anak," tuturnya kepada Puspita Sariwati dari VOA.

Erica (kebaya biru) bersama suami (paling kiri) dan ketiga anak dan menantu laki-lakinya (paling kanan).
Erica (kebaya biru) bersama suami (paling kiri) dan ketiga anak dan menantu laki-lakinya (paling kanan).

Ketika ditanya mengenai apakah melukis itu bakat alam yang dimilikinya, Erica mengatakan, baginya yang penting menjadi manusia adalah berusaha keras, bukan hanya berbakat, tetapi bagaimana seseorang mengembangkan ketrampilan yang ia miliki. Kalau sudah berhasil, barulah bisa mengatakan kalau punya bakat, ujarnya. "Karena banyak orang yang berbakat, tetapi tidak berusaha, maka bakat itu tidak kelihatan," tambahnya.

Sebagai seorang pelukis yang juga seorang ibu, ia menceritakan pengalamannya sewaktu berpameran. Erica pernah mengamati anak-anak yang mengunjungi dan melihat lukisannya. "Ternyata anak-anak itu bisa bercerita tentang isi dan makna lukisan saya," ujarnya. Menurutnya itu keuntungan ganda buat dirinya. "Anak-anak senang, dia minta kepada ibunya, dan sebagian besar ibu mau membelikannya dan yang membayar bapaknya," katanya.

Erica yang lulusan Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta itu, juga pernah meneruskan belajar teknik melukis dan mencampur warna-warna cat di Rusia. Baginya, menjadi pelukis adalah freedom, bisa semaunya, tetapi kalau mampu memenuhi keinginan pelanggannya, itu merupakan nilai tambah bagi dirinya sebagai pelukis.

Kebebasan itu diterapkan sepulang Erica berpameran di Vietnam. Ia salah mengambil penerbangan pulang ke Indonesia, sehingga "terdampar" di sebuah kota kecil. Dalam kesendiriannya menunggu penerbangan selanjutnya, Erica melihat gunung-gunung dan pemandangan alam di daerah itu. Maka, ia langsung menggelar kanvasnya dan melukis di kamar hotelnya, apa yang ia lihat di tempat asing yang belum pernah ia singgahi karena salah pesawat tadi. Lukisan itu diberi judul, "Self Potrait" yang melukiskan dirinya memakai topi dan kacamata hitam, dengan latar belakang pemandangan, gunung, para petani dan ternak mereka.

Lukisan Erica yang diberi judul "Self Portrait".
Lukisan Erica yang diberi judul "Self Portrait".

Ketika VOA bertanya apakah sudah banyak kolektor dari luar negeri yang membeli lukisannya, Erica yang selalu melukis sambil menyalakan dupa harum itu mengatakan, lukisannya ada di tangan kolektor di Jerman, Perancis, Belanda, Amerika. Sekarang ini ia mendapat pesanan beberapa lukisan ukuran besar untuk hotel berbintang lima. Pemilik hotel itu tinggal di kawasan Beverly Hills, California, dan tidak ingin disebutkan namanya. Namun Erica bersedia memperlihatkan lukisan yang dipesan oleh pelanggannya itu, di antaranya, "Indonesian Harvesting," "Emperor Garden Palace" dan "Family Prosperity" yang berukuran 183 x 183 cm dengan akrilik.

Salah satu karya Erica "Indonesian Harvesting."
Salah satu karya Erica "Indonesian Harvesting."

Selain itu sebagai seorang pelukis yang aktif, Erica sering bekerjasama dengan sesama pelukis untuk mengadakan pameran di luar negeri, di antaranya di Thailand, Vietnam.

Erica yang merasa dirinya sebagai pelukis yang produktif itu, bisa melukis sekitar lima hingga tujuh lukisan besar dalam satu tahun. Lukisannya dijual dengan harga berkisar Rp. 30 - 400 juta.

Namun, Erica mengatakan, sebagian lukisannya tidak ia jual karena terkadang timbul rasa iri kepada orang yang membeli lukisannya. "Saya pikir aneh ya, mereka punya lukisan saya, beli dari saya, tetapi saya pelukisnya sendiri tidak memiliki lukisan hasil karya saya sendiri," ujarnya. Jadi ia menyimpan beberapa lukisan yang tidak dijual di sanggar seninya.

Sesuai dengan gaya lukisnya yang kekanak-kanakan, Erica yang pernah diundang ke Kanada itu, juga merasa bangga karena salah satu karya lukisnya dipajang di Musem Naif di Quebec, Kanada. [ps]

Recommended

XS
SM
MD
LG