Tim penyelamat gempa di Turki dan Suriah harus bekerja keras sepanjang malam hingga Rabu (7/2). Mereka berpacu dengan waktu untuk menyelamatkan korban-korban yang masih hidup. Mereka berhasil menarik lebih banyak jenazah dari reruntuhan puing ribuan bangunan yang runtuh di kedua negara akibat gempa yang diperkirakan telah merenggut lebih dari 8.000 nyawa. Namun, tugas kemanusiaan yang memilukan itu terkadang dihinggapi rasa bahagia jika berhasil menemukan seseorang yang masih hidup.
Badan penanggulangan bencana Turki mengatakan jumlah korban tewas di negara itu telah mencapai angka 6.234 seiring dengan lebih banyaknya mayat telah ditemukan. Lebih dari 8.000 kematian telah dilaporkan, termasuk yang berasal dari negara tetangga Suriah.
Di tengah seruan kepada pemerintah untuk mengirim lebih banyak bantuan ke zona bencana, Presiden Recep Tayyip Erdogan melakukan perjalanan ke Kota Pazarcik, pusat gempa, dan ke Provinsi Hatay, lokasi yang mengalami kerusakan paling parah pada Rabu (7/2).
Turki sekarang memiliki sekitar 60.000 personel SAR di zona yang dilanda gempa, tetapi dengan kerusakan yang begitu luas, banyak korban yang masih menunggu bantuan.
Hampir dua hari setelah gempa berkekuatan 7,8 magnitudo meluluhlantakkan Turki tenggara dan Suriah utara, tim penyelamat berhasil menyelamatkan seorang anak laki-laki berusia 3 tahun, Arif Kaan, dari bawah puing-puing gedung apartemen yang runtuh di Kahramanmaras, sebuah kota yang tidak jauh dari pusat gempa.
Tubuh bagian bawah bocah itu terperangkap di bawah lempengan beton dan baja bengkok, kru darurat meletakkan selimut di atas tubuhnya untuk melindunginya dari suhu di bawah titik beku saat mereka dengan hati-hati memotong puing-puing yang menutupi tubuhnya. Mereka harus hati-hati untuk menghindari adanya potensi keruntuhan.
Ayah anak laki-laki itu, Ertugrul Kisi, yang sebelumnya telah diselamatkan, terisak haru saat putranya berhasil diselamatkan, dan dibawa ke dalam ambulans.
“Untuk saat ini, nama harapan di Kahramanmaras adalah Arif Kaan,” kata seorang reporter televisi Turki saat aksi penyelamatan dramatis tersebut disiarkan.
Beberapa jam kemudian, tim penyelamat menarik Betul Edis yang berusia 10 tahun dari reruntuhan rumahnya di Kota Adiyaman. Di tengah tepuk tangan dari penonton, kakeknya menciumnya dan berbicara dengan lembut padanya saat dia dimasukkan ke dalam ambulans.
Namun kisah kesuksesan penyelamatan seperti itu hanya terjadi pada dua hari pertama setelah gempa mengguncang pada Senin (6/2) dini hari. Daya getar gempa itu sangat luas dan meruntuhkan ribuan bangunan. Suhu dingin yang mencapai titik beku dan gempa susulan yang terus berlanjut mempersulit upaya penyelamatan.
Tim pencari dari puluhan negara turut bergabung dengan personel darurat Turki, dan janji bantuan terus mengalir.
Namun dengan kehancuran yang menyebar di beberapa kota besar dan kecil, beberapa daerah bahkan terisolasi oleh konflik yang sedang berlangsung di Suriah, suara tangisan dari dalam gundukan puing kini tidak terdengar, dan keputusasaan muncul di antara mereka yang masih menunggu bantuan.
Di Suriah, goncangan merobohkan ribuan bangunan dan menumpuk lebih banyak kesengsaraan di wilayah yang dilanda perang saudara dan krisis pengungsi selama 12 tahun di negara itu.
Pada Senin (6/2) sore di kota Suriah barat laut, penduduk menemukan bayi baru lahir yang masih terhubung dengan tali pusar ke almarhum ibunya, menangis. Bayi itu adalah satu-satunya anggota keluarganya yang selamat dari runtuhnya bangunan di kota kecil Jinderis, kata para kerabat keluarga bayi tersebut kepada The Associated Press.
Turki adalah rumah bagi jutaan pengungsi dari perang. Daerah yang terkena dampak di Suriah terbagi antara wilayah yang dikuasai pemerintah dan kantong terakhir yang dikuasai oposisi di negara itu, di mana jutaan orang bergantung pada bantuan kemanusiaan.
Sebanyak 23 juta orang dapat terkena dampak di wilayah yang dilanda gempa, menurut Adelheid Marschang, seorang petugas darurat senior di Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yang menyebutnya sebagai “krisis di atas banyak krisis.”
Banyak penyintas di Turki harus tidur di mobil, di luar atau di tempat penampungan pemerintah.
“Kami tidak punya tenda, kami tidak punya kompor pemanas, kami tidak punya apa-apa. Anak-anak kami berada dalam kondisi buruk. Kami semua basah kuyup di bawah guyuran hujan dan anak-anak kami kedinginan,” kata Aysan Kurt, 27 tahun, kepada AP. “Kami tidak mati karena kelaparan atau gempa bumi, tetapi kami akan mati membeku karena kedinginan.”
Erdogan mengatakan 13 juta dari 85 juta penduduk negara itu terdampak oleh bencana tersebut, dan dia mengumumkan keadaan darurat di 10 provinsi. Lebih dari 8.000 orang berhasil diselamatkan dari reruntuhan puing di Turki, dan sekitar 380.000 mengungsi di tempat penampungan pemerintah atau hotel, kata pihak berwenang.
Di Suriah, upaya bantuan terhambat oleh perang yang sedang berlangsung dan isolasi wilayah yang dikuasai pemberontak di sepanjang perbatasan, yang dikelilingi oleh pasukan pemerintah yang didukung Rusia. Suriah sendiri adalah paria internasional di bawah sanksi Barat yang terkait dengan perang.
PBB mengatakan sedang "menjelajahi semua jalan" untuk mendapatkan pasokan ke barat laut yang dikuasai pemberontak.
Selain ribuan yang tewas di Turki, 37.011 lainnya terluka.
Korban tewas di wilayah yang dikuasai pemerintah Suriah telah meningkat menjadi 812, sekitar 1.400 orang di antaranya terluka, menurut Kementerian Kesehatan. Sedikitnya 1.020 orang tewas di barat laut yang dikuasai pemberontak, menurut sukarelawan responden pertama yang dikenal sebagai Helm Putih, dengan lebih dari 2.300 terluka.
Wilayah ini berada di atas garis patahan utama dan sering diguncang gempa bumi. Sekitar 18.000 tewas dalam gempa bumi yang sama kuatnya yang melanda Turki barat laut pada 1999. [ah/rs]
Forum