Facebook, Kamis (25/2), mengumumkan telah memblokir semua akun yang terkait dengan militer Myanmar serta iklan-iklan dari perusahaan-perusahaan yang dikendalikan militer menyusul pengambilalihan kekuasaan oleh militer pada 1 Februari.
Dalam sebuah pernyataan yang disampaikan Direktur Kebijakan Publik Facebook Rafael Frankel, raksasa media sosial itu mengatakan bahwa mereka memperlakukan situasi pascakudeta di Myanmar sebagai "situasi darurat." Menurut Facebook, pemblokiran akun-akun tersebut dipicu oleh berbagai peristiwa yang terjadi sejak kudeta, termasuk kekerasan yang menelan korban jiwa.
Facebook sebelumnya juga memblokir beberapa akun yang terkait dengan militer tidak lama setelah kudeta, termasuk Myawaddy TV yang dikontrol militer dan stasiun televisi pemerintah Myanmar MRTV.
Pemblokiran itu juga diterapkan di Instagram, yang dimiliki oleh Facebook.
Facebook dan platform-platform media sosial lainnya mendapat kecaman besar pada tahun 2017 ketika kelompok-kelompok kanan mengatakan bahwa raksasa-raksasa media sosial tidak mengambil tindakan memadai dalam usaha menangkal ujaran kebencian terhadap kelompok minoritas Muslim Rohingya di Myanmar.
Militer melancarkan operasi kontrapemberontakan yang brutal tahun itu yang mendorong lebih dari 700 ribu Rohingya melarikan diri ke negara tetangga Bangladesh, dan hingga kini tinggal di kamp-kamp pengungsi.
Pasukan keamanan Myanmar membakar desa-desa, membunuh warga sipil dan terlibat dalam pemerkosaan massal dalam operasi itu. Mahkamah Kejahatan Internasional (ICC) menyelidiki peristiwa itu sebagai kejahatan genosida.
Facebook pada 2018 sempat memblokir akun beberapa pemimpin militer Myanmar, termasuk Jenderal Senior Min Aung Hlaing. Jenderal tersebut memimpin kudeta bulan ini yang menggulingkan pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi dan partainya, Liga Nasional untuk Demokrasi. [ab/uh]