Bocornya data pengguna Facebook telah mengguncangkan masyarakat internasional. Maklum saja, media sosial yang dipimpin Mark Zuckerberg ini merupakan jaringan pertemanan paling banyak yang digunakan di muka bumi. Kebocoran data pribadi sekitar 87 juta pengguna Facebook di seluruh dunia pertama kali dilansir oleh surat kabar the Guardian dan the New York Times bulan lalu. Penyalahgunaan data pengguna Facebook ini diungkap oleh Christopher Wylie, mantan direktur riset di Cambridge Analytica yang bekerja sebagai konsultan untuk tim kampanye salah satu kandidat presiden Amerika Serikat.
Kebocoran data ini dialami pula oleh para pengguna Facebook di Indonesia, negara dengan tingkat pengguna Facebook terbanyak ketiga di dunia.
Persoalan kebocoran data itu mendorong Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menggelar rapat dengar pendapat dengan Facebook Indonesia pada Selasa (17/4). Rapat yang dipimpin oleh Ketua Komisi I Abdul Kharis Almasyhari ini dihadiri pula oleh Wakil Presiden Kebijakan Publik Facebook untuk Asia Pasifik Simon Milner dan Kepala Kebijakan Publik Facebook untuk Indonesia Ruben Hattari.
Abdul Kharis menjelaskan rapat tersebut dilangsungkan untuk meminta penjelasan dari Facebook mengenai bocornya data pribadi lebih dari satu juta pengguna Facebook di Indonesia. Ditambahkannya, dari 87 juta pengguna Facebook yang data pribadinya bocor itu, sebanyak 1.096.966 pengguna berasal dari Indonesia. Ini mengkhawatirkan karena data pribadi itu bisa digunakan oleh pihak-pihak tertentu untuk kepentingan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.
"Menteri komunikasi dan informatika telah meminta pihak Polri untuk memeriksa perusahaan Facebook ihwal pencurian data pemilik akun Facebook di Indonesia. Permintaan tersebut berkaitan dengan kebocoran data satu juta lebih pengguna Facebook asal Indonesia," kata Kharis.
Kepala Kebijakan Publik Facebook untuk Indonesia Ruben Hattari mengakui pengguna Facebook di Indonesia sangat penting bagi pihaknya. Lebih dari 115 juta warga Indonesia mengakses Facebook setidaknya satu kali setiap bulan agar terhubung dengan teman, bisnis, dan mengetahui peristiwa penting dalam hidup mereka.
Baca juga: Zuckerberg Minta Maaf Atas Bobolnya Data, Janjikan Perubahan
Menurut Ruben, pada tahun 2013 dikembangkan aplikasi "this is your digital life" oleh Dr Aleksandr Kogan, peneliti dan akademisi dari Universitas Cambridge. Kogan tidak pernah menjadi karyawan Facebook, tetapi aplikasi itu menggunakan fitur Facebook Login. Sesuai kebijakan perusahaan, Facebook melarang penggunaan dan pengiriman data yang dikumpulkan menggunakan cara ini untuk tujuan lain.
Setelah Dr Kogan memperoleh data pengguna Facebook, data tersebut kemudian diberikan kepada Cambridge Analytica. Hal ini yang dinilai melanggar kebijakan platform Facebook. Karena itulah, pada Desember 2015 Facebook menghentikan aplikasi "this is your digital life".
Lebih lanjut Ruben mengungkapkan ada 748 orang di Indonesia yang memasang aplikasi ini selama November 2013 hingga 17 Desember 2015 atau 0,25 persen dari total pemasangan aplikasi itu di seluruh dunia. Facebook mendapati adanya 1.095.918 orang di Indonesia yang berpotensi terkena dampak, sebagai teman dari pengguna palikasi. Sehingga totalnya ada 1.096.666 orang di Indonesia yang terkena dampak atau 1,26 persen dari jumlah orang yang terdampak secara global.
Dr Kogan sudah mengaku secara terbuka bahwa ia hanya membagikan data pengguna Facebook dari Amerika Serikat kepada Cambridge Analytica.
Ruben menegaskan Facebook tidak pernah menyetujui penggunaan data oleh Cambridge Analytica yang diperoleh dari aplikasi bikinan Dr Kogan dan menggarisbawahi bahwa tidak pernah ada kebocoran data langsung dari sistem Facebook.
"Kejadian ini bukanlah kejadian di mana pihak ketiga menembus sistem Facebook dan berhasil lolos dari perangkat pengamanan data yang kami miliki. Kejadian ini adalah bentuk pelanggaran kepercayaan dan kegagalan kami untuk melindungi data pengguna. Oleh karena itu, kami mohon maaf atas kejadian tersebut," ujar Ruben.
Anggota Komisi I dari Fraksi Partai Golongan Karya Meutya Hafid menuntut Facebook menyerahkan perjanjian yang mereka sepakati dengan Dr Kogan, untuk memastikan apakah perlindungan mengenai data pengguna Facebook diatur dalam kesepakatan antara kedua pihak tersebut.
"Kenapa kami perlu MoU itu? di Indonesia ada Undang-undang ITE yang pasal 32 mengatakan setiap orang dengan sengaja atau tanpa hak melawan hukum dengan cara mengubah, mengurangi, menambah, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, menyembunyikan informasi elektronik atau dokumen elektronik milik orang alin atau publik, maka langsung terkena hukum yang ada di negara ini," tandas Meutya.
Menanggapi permintaan tersebut, Wakil Presiden Kebijakan Publik Facebook untuk Asia Pasifik Simon Milner menjelaskan perusahaannya memang tidak mempunyai MoU dengan Dr Kogan.
Evita Nursanty, Anggota Komisi I dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan mengatakan tidak puas dengan jawaban Facebook karena ia yakin media sosial itu tidak mampu mengamankan data pribadi para penggunanya. Evita mendesak Facebook segera memenuhi permintaan dari Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara untuk menyerahkan audit investigasi mengenai kebocoran data pengguna Facebook di Indonesia kepada pemerintah.
Evita mengklaim dirinya termasuk pengguna Facebook yang terdampak oleh kebocoran data karena mendapat pemberitahuan dari Facebook untuk mengubah seting pengamanan.
Evita juga mencemaskan pencurian data pengguna Facebook untuk kepentingan politik seperti terjadi saat pemilihan umum presiden Amerika pada 2016 juga bisa terjadi di Indonesia, yang tahun depan akan melangsungkan pemilihan presiden sekaligus pemilihan anggota parlemen. Facebook dimintanya meyakinkan semua pihak di Indonesia bahwa pihaknya tidak akan membocorkan data pribadi pengguna demi kepentingan politik pihak tertentu.
"Apakah anda bisa meyakinkan saya apa yang terjadi di Amerika tidak terjadi di tempat lain. Tahun ini kita menghadapi pilkada, tahun depan kita menghadapi pilpres, bagaimana anda meyakinkan kami bahwa anda itu netral,bahwa data yang anda miliki itu tidak dipergunakan pihak ketiga, sekelompok orang, itu juga harus diyakinkan," tukas Evita.
Masyarakat Jakarta yang ditemui VOA merasa khawatir terkait kebocoran data ini.
Ani, warga Jakarta mengatakan, "Saya sebenarnya sebagai masyarakat khawatir kalau datanya dicuri walaupun di facebook saya tidak ada yang mencurigakan."
Sementara, Devi berkomentar, "Menurut saya bahaya karena berkembangnya globalisasi, kita juga butuh merasa secure dengan akun yang kita pakai, saya kita harus betul-betul ditindaklanjuti."
Di akhir rapat dengan Komisi I DPR, Kepala Kebijakan Publik Facebook untuk Indonesia Ruben Hattari menjelaskan pihaknya akan mengambil sejumlah langkah untuk memastikan kebocoran sekaligus penyalahgunaan data pengguna Facebook oleh pihak ketiga tidak akan terjadi lagi. [fw/em]