Presiden Filipina Rodrigo Duterte telah memerintahkan badan-badan pemerintah untuk memastikan akses gratis terhadap kontrasepsi untuk enam juta perempuan yang tidak bisa mendapatkannya, para pejabat mengatakan Rabu (12/1), dalam sebuah langkah yang diperkirakan akan ditentang oleh Gereja Katolik Roma yang dominan.
Menteri Perencanaan Ekonomi Ernesto Pernia mengatakan program yang diintensifkan untuk membuat kontrasepsi tersedia dan memastikan "tercapainya semua kebutuhan untuk keluarga berencana" adalah penting untuk untuk mengurangi kemiskinan. Ia mengatakan target pemerintah adalah untuk mengurangi tingkat kemiskinan dari 21,6 persen tahun 2015 menjadi 14 atau 13 persen pada akhir masa jabatan Duterte tahun 2022.
Perintah eksekutif Duterte yang ditandatangani Senin menyatakan bahwa dari enm juta perempuan yang kebutuhan KB-nya tidak terpenuhi, dua juta telah diidentifikasi sebagai warga miskin. Kedua juta perempuan itu harus mendapat akses pada 2018, dan seluruhnya setelahnya, tambah perintah itu.
Perintah eksekutif itu juga mengarahkan badan-badan pemerintah untuk mencari pasangan-pasangan tanpa akses terhadap keluarga berencana, memobilisasi badan-badan sampai tingkat desa, dan bermitra dengan masyarakat madani dalam mengintensifkan dorongan itu.
Filipina adalah satu-satunya negara di Asia-Pasifik di mana tingkat kehamilan remaja meningkat dalam dua dekade terakhir, menurut badan PBB untuk kependudukan UNFPA. Lembaga itu mengatakan lambatnya penurunan tingkat fertilitas keseluruhan negara itu dapat menghambat pertumbuhan ekonomi seperti di negara-negara serupa yang memiliki lebih banyak usia angkatan kerja dibandingkan usia tanggungan muda dan lebih tua.
Perintah Pengadilan
Tahun 2015, Mahkamah Agung mengeluarkan perintah penahanan sementara terhadap artikel-artikel tertentu dalam undang-undang keluarga berencana dan kesehatan reproduksi menyusul tuntutan dari kelompok-kelompok anti-aborsi yang memandang kontrasepsi sebagai penyebab aborsi.
Mahkamah melarang distribusi kontrasepsi susuk dan menunda pembaruan lisensi untuk kontrasepsi lain. Pemerintah telah naik banding untuk menghapus penahanan tersebut.
"Pemerintah tidak dapat terus menoleransi penundaan ini karena waktu sangat penting dalam implementasi UU tersebut," ujar Pernia.
Ia mengatakan 11 perempuan Filipina meninggal dunia setiap hari akibat komplikasi kehamilan dan melahirkan, dan UU itu akan mengurangi kematian ibu dan kehamilan remaja selain memungkinkan keluarga-keluarga untuk memiliki jumlah anak yang mereka inginkan.
Juan Antonio Perez, direktur eksekutif Komisi Kependudukan, mengatakan jika kontrasepsi dibuat tersedia untuk enam juga perempuan yang tidak mendapat akses keluarga berencana, tingkat prevalensi kontrasepsi akan meningkat menjadi 65 persen, dari 40 persen sekarang ini.
Jumlah penduduk Filipina, sekarang mencapai 104 juta, tumbuh sekitar 1,7 persen per tahun, namun pertumbuhan itu bisa dikurangi menjadi 1,4 persen jika kampanye diberlakukan secara penuh pada 2022, ujar Perez. [hd]