Film "The Bourne Legacy" adalah karya fiksi, namun hal-hal berbau ilmiah, politik dan kemitraan korporasi di dalamnya adalah sesuatu yang benar-benar nyata.
Tony Gilroy, penulis tiga film pertama “Bourne” dan penulis sekaligus sutradara film keempat menghabiskan waktu yang lama untuk riset mengenai pihak militer dan intelijen untuk menceritakan kisah pembunuh CIA Jason Bourne.
Saat ditugasi memperluas wawasan Bourne untuk “Legacy,” Gilroy kembali berpaling pada realita: Ada ratusan, jika bukan ribuan, program rahasia pemerintah dan kuasi pemerintah berbiaya jutaan dolar dengan sedikit pengawasan, semua dirancang untuk membangun senjata dan tentara yang lebih baik.
Badan Proyek Penelitian Pertahanan Tingkat Lanjut, yang melakukan riset untuk Kementerian Pertahanan AS, hanya salah satu dari organisasi yang mengembangkan program-program seperti ini yang cocok dengan dunia Bourne. Riset tersebut idak hanya mengenai senjata berteknologi tinggi dan prostesis robotik, namun juga neurosains untuk membantu mengurangi tekanan di medan perang, pembelajaran cepat, peningkatan kemampuan analitik dan bahkan pembangkitan kepercayaan.
Ahli bioetika dan profesor di University of Pennsylvania Jonathan Moreno mengeksplorasi hubungan antara riset mengenai otak dan pertahanan nasional dalam bukunya “Mind Wars” (Perang-perang Otak).
“Peningkatan kemampuan berperang para tentara, antarmuka otak-mesin dan penggunaan obat serta hal lain untuk membingungkan dan mengganggu musuh adalah jenis pendekatan-pendekatan yang akan dikembangkan pada dekade-dekade berikutnya, yang didorong oleh sains yang mutakhir,” tulisnya.
Perkembangan-perkembangan seperti itulah yang menjadi jantung film "The Bourne Legacy." Aktor Jeremy Renner memainkan Aaron Cross, agen super yang diuntungkan dari riset medis pemerintah yang sangat rahasia. Aktris Rachel Weisz adalah dokter yang membantu mengembangkan sains tersebut dan Edward Norton berperan sebagai gembong penjahat pengusaha-militer-intelijen yang mencoba menguasai itu semua.
Dalam wawancaranya dengan kantor berita Associated Press, Gilroy mengatakan ia merasa perlu menceritakan konspirasi yang lebih besar dalam film terbaru Bourne. Norton diceritakan memiliki lembaga yang diambil dari kenyataan adanya hubungan antara militer, industri dan korporat yang berjalan rahasia dan didanai uang yang banyak.
Menurut Gilroy, ia ingin film ini berkesan nyata, tidak dipoles dan otentik, tidak seperti sains ilmiah, dan memang ceritanya berdasarkan apa yang ada di dunia nyata. Hal yang paling dapat diaplikasikan dalam cerita film tersebut, kata Gilroy, adalah mengenai doping gen dan alterasi genomik.
“Saya sangat tertarik dengan hal tersebut, apalagi terkait dengan Olimpiade yang sedang berlangsung. Saya membaca artikel mengenai para ilmuwan yang bertanggung jawab melakukan uji coba obat pada atlet dan pertanyaan berikutnya adalah bagaimana mengawasi doping gen,” ujarnya.
Mengenai peran barunya sebagai sutradara setelah menulis tiga film pertama “Bourne”, Gilroy mengatakan yang paling sulit adalah untuk tidak membuatnya seperti fiksi ilmiah dan meyakinkan orang-orang bahwa yang ada dalam film adalah benar adanya.
Saat ditanya apakah ia pernah mendapat pujian atau ancaman dari pihak komunitas intelijen, Gilroy menjawab tidak.
“Saya dan teman saya yang senang riset spionase terkadang paranoid, tapi tidak seorang pun yang pernah mengontak saya,” ujarnya. (AP/Sandy Cohen)
Tony Gilroy, penulis tiga film pertama “Bourne” dan penulis sekaligus sutradara film keempat menghabiskan waktu yang lama untuk riset mengenai pihak militer dan intelijen untuk menceritakan kisah pembunuh CIA Jason Bourne.
Saat ditugasi memperluas wawasan Bourne untuk “Legacy,” Gilroy kembali berpaling pada realita: Ada ratusan, jika bukan ribuan, program rahasia pemerintah dan kuasi pemerintah berbiaya jutaan dolar dengan sedikit pengawasan, semua dirancang untuk membangun senjata dan tentara yang lebih baik.
Badan Proyek Penelitian Pertahanan Tingkat Lanjut, yang melakukan riset untuk Kementerian Pertahanan AS, hanya salah satu dari organisasi yang mengembangkan program-program seperti ini yang cocok dengan dunia Bourne. Riset tersebut idak hanya mengenai senjata berteknologi tinggi dan prostesis robotik, namun juga neurosains untuk membantu mengurangi tekanan di medan perang, pembelajaran cepat, peningkatan kemampuan analitik dan bahkan pembangkitan kepercayaan.
Ahli bioetika dan profesor di University of Pennsylvania Jonathan Moreno mengeksplorasi hubungan antara riset mengenai otak dan pertahanan nasional dalam bukunya “Mind Wars” (Perang-perang Otak).
“Peningkatan kemampuan berperang para tentara, antarmuka otak-mesin dan penggunaan obat serta hal lain untuk membingungkan dan mengganggu musuh adalah jenis pendekatan-pendekatan yang akan dikembangkan pada dekade-dekade berikutnya, yang didorong oleh sains yang mutakhir,” tulisnya.
Perkembangan-perkembangan seperti itulah yang menjadi jantung film "The Bourne Legacy." Aktor Jeremy Renner memainkan Aaron Cross, agen super yang diuntungkan dari riset medis pemerintah yang sangat rahasia. Aktris Rachel Weisz adalah dokter yang membantu mengembangkan sains tersebut dan Edward Norton berperan sebagai gembong penjahat pengusaha-militer-intelijen yang mencoba menguasai itu semua.
Dalam wawancaranya dengan kantor berita Associated Press, Gilroy mengatakan ia merasa perlu menceritakan konspirasi yang lebih besar dalam film terbaru Bourne. Norton diceritakan memiliki lembaga yang diambil dari kenyataan adanya hubungan antara militer, industri dan korporat yang berjalan rahasia dan didanai uang yang banyak.
Menurut Gilroy, ia ingin film ini berkesan nyata, tidak dipoles dan otentik, tidak seperti sains ilmiah, dan memang ceritanya berdasarkan apa yang ada di dunia nyata. Hal yang paling dapat diaplikasikan dalam cerita film tersebut, kata Gilroy, adalah mengenai doping gen dan alterasi genomik.
“Saya sangat tertarik dengan hal tersebut, apalagi terkait dengan Olimpiade yang sedang berlangsung. Saya membaca artikel mengenai para ilmuwan yang bertanggung jawab melakukan uji coba obat pada atlet dan pertanyaan berikutnya adalah bagaimana mengawasi doping gen,” ujarnya.
Mengenai peran barunya sebagai sutradara setelah menulis tiga film pertama “Bourne”, Gilroy mengatakan yang paling sulit adalah untuk tidak membuatnya seperti fiksi ilmiah dan meyakinkan orang-orang bahwa yang ada dalam film adalah benar adanya.
Saat ditanya apakah ia pernah mendapat pujian atau ancaman dari pihak komunitas intelijen, Gilroy menjawab tidak.
“Saya dan teman saya yang senang riset spionase terkadang paranoid, tapi tidak seorang pun yang pernah mengontak saya,” ujarnya. (AP/Sandy Cohen)